Pendidikan nan Tak Jelas Arahnya

Pendidikan nan Tak Jelas Arahnya

Uniknya warta pendidikan di Indonesia, banyak sekali pelajar / mahasiswa sukses mengukir prestasi di ajang kompetisi ilmiah di global Internsional. Hampir setiap tahun pelajar Indonesia meraih pernghargaan taraf internasional dan menjadi warta pendidikan.

Namun itu berbalik 180 derajat ketika media massa menayangkan warta pendidikan nasional nan penuh dengan dinamika. Warta pendidikan kita, banyak diwarnai oleh kejadian pilu, mengenaskan dan tangis air mata, pokoknya warta pendidikan Indonesia layaknya sinetron.

Berita pendidikan nasional sering mengulas tawuran pelajar, kesurupan masal pada pelajar putri belum lagi gedung sekolah banyak nan ambruk sehingga tidak layak digunakan proses belajar mengajar. Itulah potret buram berita pendidikan Indonsia nan semestinya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia buat memperbaiki semua itu.

Namun sayangnya global pendidikan di sini, posisikan sebagai komodifikasi politik oleh rezim nan berkuasa, bayangkan saja setia ganti menteri niscaya ditayangkan warta pendidikan tentang pergantian kurikulum. Pergantian kebijaksanaan, pada taraf daerah sekolah dan guru sering malah kerap diberitakan bukan pada kolom warta pendidikan, melainkan warta bala dan warta sosial.



Berita Pendidikan Dimulai dari Cita-cita Ki Hajar Dewantoro

Cita-cita Ki Hajar Dewantoro tokoh pendidik Indonesia nan ingin memajukan global pendidikan Indonesia. Dahulu, ketika masih dibawah kolonialisme Belanda, rakyat Indonesia tidak semua mengenyam pendidikan dasar.

Waktu itu hanya anak orang Belanda, dan pribumi golongan ningrat saja nan dapat belajar disekolahan dari sekolah dasar sampai sekolah perguruan tinggi. Sementara, rakyat jelata kelas bawah diharamkan menjamah bangku sekolah. Jeda kasta priyayi berpendidikan dan golongan jelata pun melebar.

Penyakit kebodohan masyarakat menjadikan Indonesia kian terpuruk, akibatnya bangsa kita dikibuli oleh penjajah, mudah diaduk domba dan termakan provokasi negative dari pihak asing. Ki Hajar Dewantara nan tergugah kesadarannya melihat kondisi bangsa nan terbelakang. Dia ingin bangsa Indonesia cerdas dan bangkit dari jurang kebodohan. Maka dibentuklah sebuah wadah pendidikan formal dengan nama Taman Siswa.

Taman siswa diperuntukan bagi semua masyarakat Indonesia golongan bawah, nan selama ini dilarang belajar di sekolah Belanda. Dengan sukarela Ki Hajar Dewantoro dibantu kawan-kawannya satu perjuangan mengajar siswa-siswa berbagai ilmu pendidikan, seperti membaca, menghitung, ilmu pengetahuan alam dan lain sebagainya.

Beliau menginginkan kelak siswa Indonesia kemampuannya dapat setara dengan bangsa barat. Inilah awal dari warta pendidikan Indonesia, lembaran pertama digores oleh jasa Ki Hajar Dewantoro.

Salah satu slogan Pendidikan Indonesia nan diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantoro ialah ing ngarso sung tulodo , ing madyo mangun karso , tut wuri handayani . Arti bebasnya ialah siapa nan di depan harus memberi contoh nan baik, sedangkan siapa nan di tengah berperan aktif menyemangati. Sementara, siapa nan di belakang tidak boleh lelah mendorong. Slogan Jawa ini dijadikan sebagai barah semangat bagi global pendidikan Indonesia dan masih dipakai sampai sekarang.



Berita Pendidikan Belum Memuaskan

Indonesia memasuki abad modern apakah kwalitas pendidikannya sudah menyamai baku pendidikan modern? Jawabannya nan niscaya kwalitas pendidikan di Tanah Air belum memuaskan. Indonesia wilayahnya sangat luas terdiri dari pulau-pulau secara logika sangat sulit menyamakan baku pendidikan seperti nan ditargetkan dalam pembangunan pendidikan Indonesia.

Hambatannya distribusi tenaga pendidik / guru sangat tidak merata. Kerap kita membaca berita pendidikan nan mengabarkan di sebuah sekolah terpencil ada satu guru nan mengajar dua kelas sekaligus sebab sekolah tersebut kekurangan tenaga pengajar. Banyak orang nan enggan mengajar di sekolah terpencil sebab faktor kendala alam nan luar biasa berat.

Mengabdi menjadi pendidik di daerah terpencil dibutuhkan tekad nan kuat dan kepedulian nan luar terhadap masa depan generasi penerus bangsa. Orang memenuhi kwalifikasi seperti sangat kurang.

Di sisi lain ada warta pendidikan nan menceritakan ada sekolah nan kekurangan murid. Karena faktor kemiskinan dan kurangnya pencerahan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Mereka menyuruh anaknya membantu dia bekerja di ladang atau melaut.

Selain kekurangan murid banyak sekali sekolah nan gedungnya sangat memprihatinkan, rusak berat bahkan ada warta pendidikan nan mengabarkan siswanya tewas di sekolah sebab kejatuhan tembok sekolah sungguh tragis mendengarnya, walaupun itu takdir Allah, tapi secara langsung pemangku negara ini, ikut bersalah sebab menyediakan infrastruktur nan tidak memadai.

Faktor kemiskinan lah nan menjadi warta pendidikan Indonesia ikut masuk pada alur lingkaran setan. Faktor kemiskinan tidak hanya ada di daerah terpencil, nan jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Di Jakarta pun banyak anak putus sekolah sebab orang tuanya tidak mampu membayar SPP dan buku paket nan harganya mencekik leher.



Pendidikan nan Tak Jelas Arahnya

Sekali lagi warta pendidikan Indonesia masih jauh dari asa tujuan pembangunan, pendidikan nan seharus sudah mapan sejak dua puluh tahun nan lalu,dan digratiskan secara nasional sejak pemerintah orde baru, ternyata sampai sekarang masih ada sekolah negeri nan mematok SPP kepada siswanya.

Padahal, kalau keuangan negara dikelola dengan benar, sekolah-sekolah di Indonesia dapat digratiskan ketika bonanza migas, pada era 70an. Tapi, itu hanya mimpi sebatas angan-angan saja. Realisasinya hanya pada dearah-daerah kaya nan disokong dari ABD. Sememtara, daerah nan lain pendidikan hanya dijadikan slogan politik bagi calon kepala daerah nan mau mencari massa dalam PILKADA.

Semua ini nan menjadi korban ialah siswa-siswa sekolah, dampaknya jelas terlihat, siswa menjadi tertekan sebab dibebani seabrek tugas sebab guru dituntut mengejar sasaran kurikulum. Akhirnya pelampiasannya mereka pada tawuran dijalan, bermain barah mencoba narkoba, dan pelajar putri kerap kesurupan, dan lain sebagainya.

Kalau tidak ada langkah konkret warta pendidikan akan tetap dimeriahkan dengan hal-hal seperti di atas. Sudah saatnya warta pendidikan dipenuhi pencapaian prestasi nan kerap diraih siswa-siswa dari SMA unggul, seperti SMA Taruna Nusantara Magelang, SMA BINUS Jakarta, SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta, dan lain sebagainya.



Berita Pendidikan Harus Diisi Prestasi

Pemerintah sebaiknya segara memberesi kekurangan pada pendidikan Indonesia. Agar kualitas pendidikan Indonesia tidak tertinggal jauh dengan negara tetangga. Infrastruktur pendidikan lekas dibenahi seperti gerakan renovasi gedung sekolah, pengadaan wahana pendukung pendidikan, nan jelas publik turut mengawasi dengan ketat dana pembangunan pendidikan agar tidak diselewengkan seperti masa-masa lalu.

Kemudian, rekuitmen tenaga pendidik juga diperbanyak, kebutuhan guru di daerah sangatlah kurang, distribusi tenaga pendidik sine qua non nan mau ditempatkan di daerah pelosok. Justru nan harus studi banding itu bukan DPR melainkan guru-guru di Indonesia. Biar mereka nan mempelajari bagaimana sistem pendidikan di negara maju. Diharapkan setelah mengetahui kelebihan pendidikan negara maju, nanti diterapkan dalam proses mengajar di sekolahnya.

Masa depan Indonesia di tangan generasi muda, oleh sebab itu, sedari awal pendidikan buat generasi muda, kualitasnya sebaiknya ditingkatkan. Orangtua juga harus berperan aktif mendorong kegiatan belajar anaknya. Orangtua nan baik harus bertanggung jawab membiayai pendidikan putra-putri minimal menempuh pendidikan dasar, agar anaknya memilik kapital buat meraih masa depannya. Karena di masa mendatang persaingan mencari pekerjaan begitu ketat

Oleh sebab itu, dibutuhkan skill dan pengetahuan nan handal. Selain itu, dosis takwa pun dipertebal agar menjadi manusia nan berahlak dan bermartabat di mata Allah dan masyarakat. Demikianlah sekilas asa berita pendidikan Indonesia nan ideal.