Penyebab Bala Alam Banjir
Banyak orang salah kaprah dalam menilai kejadian banjir. Tak sedikit kita menemukan orang-orang nan terbiasa menyebut banjir sebagai musim banjir , bahkan para elit pejabat pemerintahan, apabila musim penghujan tiba, maka latahlah lidah-lidah mereka menyebutkan banjir sebagai musim.
Benarkah banjir dikatakan musim? Ada baiknya kita cek kembali kajian disiplin ilmu klimatologi kita. Ada berapakah musim nan biasa terjadi di tanah air? Apakah anda menemukan banjir sebagai musim? Tentu saja jawabannya tidak. Lantas sebutan apa nan tepat buat banjir? Bala alam banjir, istilah ini lebih bijaksana dan relevan buat didengarkan.
Musim Banjir
Coba anda pikir kembali kenapa kita harus mempersoalkan istilah sebutan di atas. Toh intinya sama saja, sama-sama memberikan akibat negatif bagi lingkungan ekosistem makhluk hidup, bahkan bisa memakan korban jiwa. Musim banjir dan bala alam banjir meskipun sama-sama mengandung kata banjir namun jelas akan berbeda makna serta cara penyikapannya.
Yang dikatakan dengan musim banjir tentulah akan bermakna pada suatu keadaaan nan tetap, terus menerus akan terjadi pada interval waktu tertentu. Sama halnya dengan musim-musim lain di tanah air, seperti musim kemarau dan musim penghujan. Penyikapannya pun tentu akan biasa saja, sebab akan terbentuk frame berpikir bahwa hal ini ialah sesuatu nan akan tetap rutin terjadi setiap kurun waktu tertentu.
Padahal tahukah anda, kejadian banjir sangat tepat dikatakan sebagai bala alam. Bala alam terjadi dampak dari ulah tangan manusia itu sendiri. Artinya ada keterlibatan kesalahan manusia dalam kejadian ini. Akan sangat berbeda maknanya dengan musim banjir tadi. Bala menuntut manusia buat bisa instropeksi diri akan kesalahan-kesalahannya nan menyebabkan bala itu terjadi.
Penyebab Bala Alam Banjir
Berikut beberapa hal-hal jelek nan dilakukan manusia dan menyebabkan bala alam banjir itu terjadi;
1. Illegal loging
Kebiasaan nista para cukong-cukong liar mencuri kayu-kayu hutan dan menebangnya secara sembarangan menjadi salah satu hal nan memicu datangnya bala banjir. Bagaimana pun tanah membutuhkan cagar buat kelestariannya. Kehadiran pepohonan akan membantu kinerja tanah dalam menampung cadangan air nan berasal dari air hujan.
Air hujan akan ditampung dan disimpan oleh pohon. Bisa kita bayangkan andai alat penyimpan ini dimusnahkan begitu saja melalui pembakaran dan pencurian. Air-air akan mengalir tentu akan leluasi mengalir di tanah. Dan pada kadar nan tidak tertampung lagi akan terjadilah apa nan dikatakan dengan bala alam banjir.
Apabila musim penghujan tiba maka air dari daerah hutan gunung akan tidak terserap dan menuju kota nan ada di bawahnya, dan banjir seperti ini akan berulang setiap tahunnya apabila tak ada pemugaran dari masyarakat nan tinggal di sekitar. Hutan merupakan aset nan sangat berharga bagi kelangsungan hayati manusia, dari hutan inilah akan diperoleh kegunaan nan sangat banyak. Misalnya sebagai loka sarana wisata, pendidikan, penelitian, sumber daya alam dan lain sebagainya. Namun bila hutan terus digunduli, dipastikan beberapa puluh tahun lagi anak cucu bangsa Indonesia tak bisa merasakan kegunaan darinya.
Untuk menghentikan penggundulan hutan diperlukan langkah nan tegas dari pemerintah daerah dan pusat. Sebab penebangan hutan liar di wilayah Indonesia terjadi sebab kesengajaan dari pemerintah. Pihak partikelir nan mempunyai sertifikat pemanfaatn hutan, mereka bertindak sesukanya dengan menebangi hutan di banyak wilayah. Namun nan memprihatinkan ialah sikap dari pemerintah malah membiarkan ini terus terjadi tanpa ada hokum nan jelas.
2. Kebiasaan jelek membuang sampah
Kalimat “buanglah sampah pada tempatnya” nan biasa tertera di tempat-tempat generik barangkali sudah tidak terbaca lagi oleh kita. Seolah hanya menjadi jargon gurauan semata. Sampah ialah hal nan sepele, namun kesalahan kita dalam mengelolanya bisa menyebabkan banyak bala pada kita sendiri.
Tumpukan sampah nan menggunung di sebuah saluran air akan menyebabkan penyumbatan genre air. Begitupun kehadiran sampah di sungai. Inilah salah satu Norma jelek nan sering kita lakukan. Pada saat bala alam banjir terjadi, tidak sporadis disebabkan oleh kelalaian kita dalam menempatkan limbah ini.
Tak hanya bala banjir, tumpukan sampah nan cukup tinggi juga bisa menyebabkan ledakan gas nan membahayakan. Tumpukan bahan-bahan organik di dalam sampah bisa memungkinkan terbentuknya gas-gas berbahaya bagi manusia.
3. Bencana, sebuah penyadaran
Bencana alam banjir telah kerap terjadi di negeri ini. Tapi lagi-lagi sebab kelatahan kita menganggap kejadian ini sebagai musim, maka tidak banyak jalan keluar nan dibuat. Tak ada upaya instropeksi nan seharusnya dimunculkan seiiring bala itu terjadi. Akibatnya, bala itu betul-betul rutin menyapa kita setiap tahunnya. Inilah sebuah kecerdasan terbaru kita, menambah satu lagi musim buat Indonesia, musim banjir.
Hubungan manusia dengan alam sekitarnya harus berlangsung dengan harmonis, artinya manusia harus bisa memanfaatkan lingkungan atau alam tanpa merusaknya. Bila pemanfaatannya tak memperhatikan aspek kelestarian akan maka akan mendatangkan akibat negatf bagi manusia, misalnya terjadi bala banjir, tanah longsor ataupun iklim nan tak bersahabat.
Penyadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan merupakan kampanye nan harus terus diupayakan oleh pemerintah. Tanpa adanya kampanye nan berkesinambungan, masyarakat akan mudah lupa dan tak menghiraukan pesan moral nan terkandung di dalamnya. Memang membentuk pencerahan masyarakat akan lingkungan sangat efektif dilakukan lewat pengenalan dan pendidikan di sekolah atau organisasi kemasyarakatan di suatu daerah.
4. Tata kota nan buruk
Tata ruang kota nan tak teratur dengan rapi juga bisa menjadi penyebabnya musibah banjir kerap terjadi. Kita lihat bagaimana Jakarta nan tata kotanya tak mengikuti anggaran nan sebenarnya, sehingga akan mengakibatkan air hujan tergenang pada suatu daerah dan kemudian banjir. Baik itu banjir nan selutut kaki hingga menenggelamkan badan ada di Jakarta setiap tahunnya.
Lihatlah pemukiman elit nan jauh dari perbedaan makna banjir, sebab developer mereka telah memperhitungkan kemungkinan banjir. Sehingga tanah nan dibangun di atasnya perumahan akan ditinggikan terlebih dahulu sebelum proyek pembangunan rumah atau gedung dilaksanakan. Ini juga akan menyebabkan resapan air di suatu kota tak seimbang, seharusnya air terserap rata tetapi sebab disparitas ketinggian antara pemukiman elit dan warga biasa nan rendah, maka banjir pun dirasakan oleh mereka nan berekonomi rendah.
Mengatasi banjir bisa dilakukan dengan berbagai usaha nan bisa diupayakan. Dimulai dari keluarga nan ramah dan peduli kepada lingkungan kemudian masyarakat nan sadar akan pentingnya hayati higienis dan bijaksana. Mulailah dengan membangun Norma nan baik dan disiplin di tengah-tengah keluarga. Misalnya seperti membuang sampah pada tempatnya, atau juga dengan mendaur ulang sampah nan bisa dimanfaatkan.
Mengumpulkan sampah serta membakarnya juga bisa menjadi aktivitas nan menyenangkan bagi anak-anak. Dengan dibimbing oleh orang tua, anak-anak akan membersihkan lingkungan rumah dan mengumpulkan sampah pada loka nan direncanakan. Setelah itu ajak mereka buat memisahkan sampah nan bisa dimanfaatkan, dan mana nan akan dibakar.
Semoga ulasan tentang banjir ini meningkatkan pencerahan kita akan pentingnya hayati selaras dengan lingkungan dan alam sekitar.