Irfan sebagai Ikon Persema

Irfan sebagai Ikon Persema

Persema atau kependekan dari Persatuan Sepakbola Malang ialah salah satu klub sepakbola nan ada di Indonesia. Saat ini, membicarakan klub nan memiliki kostum kandang berwarna merah dan kostum lawatan berwarna putih ini tampaknya tidak dapat lepas dari sosok pemuda blasteran Belanda, Irfan Haarys Bachdim. Persema sekarang sepertinya identik dengan sosok pemuda tampan nan besar di Amsterdam, Belanda, ini.



Perjalanan Persema

Persema berdiri pada 20 Juni 1953. Dari namanya saja, kita sudah dapat memastikan kalau klub sepakbola ini berasal dari Malang, Jawa Timur. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang merupakan pemilik klub ini.

Persema nan berjuluk "Laskar Ken Arok" ini merupakan saudara tua dari klub Arema Indonesia. Jika Arema Indonesia bermarkas di Stadion Kanjuruhan, Persema bermain lawatan di Stadion Gajayana nan memiliki kapasitas 23.000 loka duduk. Suporter fanatik Persema bernama "Ngalamania".

Dilihat dari prestasinya di kancah sepakbola nasional, Persema masih kalah dibandingkan Arema Indonesia. Namun, jika ditilik dari sisi historisnya, Persema tidak kalah dari Arema Indonesia. Sebab, memang Persema lebih dulu merasakan kerasnya kompetisi sepakbola di Indonesia dibandingkan saudara mudanya, Arema Indonesia nan baru berdiri pada 11 Agustus 1987.

Dari awal bergulirnya kompetisi Perserikatan Indonesia pada 1994, Persema tidak pernah sekalipun mengangkat piala liga. Jangankan mencapai gelar juara, berada di papan atas pun tampaknya sesuatu nan sulit bagi Persema.

Data dan fakta menunjukkan, selama musim kompetisi Perserikatan Indonesia nan dimulai pada 1994, peringkat paling tinggi Persema terjadi pada musim 1998/1999, yakni bertengger di peringkat ke-4 Divisi Primer Grup D. Selebihnya, klub mantan liga ini harus terus berkutat di papan tengah dan bawah. Bahkan, Persema pernah mengalami degradasi ke Divisi I.

Hasil jelek ini terjadi pada musim kompetisi Perserikatan Indonesia pada 2003. Saat itu, Persema harus indolen terduduk di peringkat ke-10 Divisi Primer Wilayah Timur. Dua musim Persema menghuni Divisi I. Hingga akhirnya, pada 2004, Persema sukses promosi ke Divisi Primer setelah berada di peringkat ke-6 Divisi I. Pada musim kompetisi 2008/2009, Persema sukses menjadi runner-up Divisi Utama. Itu artinya, Persema sukses promosi ke Perserikatan Super Indonesia (LSI).

Namun, di Perserikatan Super Indonesia, prestasi Persema pun kurang baik. Berhadapan dengan klub-klub nomor wahid negeri ini, Persema hanya berada di posisi ke-10 pada musim 2009/2010. Baru pada musim kompetisi 2010/2011, prestasi Persema sedikit terdongkrak. Persema sukses berada di peringkat kedua klasemen sementara wilayah II, dengan 40 poin.

Dari 18 laga nan dimainkan, Persema membukukan 13 kali kemenangan. Namun, di babak 16 besar, Persema dihadang oleh tim kuat, Persipura Jayapura. Karena dihajar tim "Mutiara Hitam" ini, impian Persema buat terus melaju harus terkubur.

Kesuksesan Persema di musim ini tak lepas dari beberapa pemain nan direkrut. Di lini tengah, Persema diperkuat oleh pemain berpengalaman macam Bima Sakti, Kasan Soleh, Robby Gaspar, dan Muhammad Kamri. Di belakang, ada nama-nama seperti Suroso, Semme Pierre, dan Kim Jeffrey Kurniawan.

Sedangkan, di posisi striker, Persema mempercayakannya pada pemain muda, seperti Irfan Bachdim, Jaya Teguh Angga, dan Ngon Mamoun. Dapat dibilang, Persema ialah kombinasi pemain muda dan pemain berpengalaman.

Kekompakan lini tengah nan dikomandoi oleh veteran tim nasional, Bima Sakti, menjadi kekuatan Persema. Racikan taktik instruktur berkebangsaan Jerman nan lahir di Kediri, Timo Scheunemann, menjadi salah satu kekuatannya juga. Timo, nan mendapatkan lisensi kepelatihan UEFA A dari Koeln, Jerman, pada 2007 ini, mampu memotivasi para pemain dan disiplin dalam menerapkan peraturan. Tapi, Persema ternyata lemah pada persediaan stock penyerang.

Saat Perserikatan Utama Indonesia (LPI) nan digagas oleh pengusaha Arifin Panigoro bergulir pada 2011, Persema ikut serta dan memilih buat keluar dari ketatnya persaingan di Perserikatan Super Indonesia (LSI). LPI sendiri merupakan perserikatan tandingan nan dinaungi PSSI, yakni LSI.

Kepindahannya ke kompetisi nan berada di luar Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu disebabkan oleh faktor pendanaan dan konsep nan ditawarkan konsorsium LPI lebih baik buat masa depan sepakbola nasional. Selain itu, Persema menganggap dalam setiap pertandingan nan digelar di kompetisi LSI, selalu "dikerja"; oleh wasit.

Di LPI, pamor Persema terangkat. Bukan cuma penampilannya nan lebih baik, namun sebab ada beberapa pemain nan kerap mencuri perhatian publik, terutama kaum hawa. Mereka ialah Kim Jeffrey Kurniawan, Indonesia blasteran Jerman, dan Irfan Haarys Bachdim, Indonesia turunan Belanda.

Saat Persema memilih keluar dari LSI, kedua pemain indo ini pun kena getahnya. Menurut rumor nan beredar, mereka diancam tidak dapat ikut dalam barisan Pasukan Garuda. Tapi, mereka tetap memilih berada dalam panji Persema sebab konsisten menjalani masa kontrak selama tiga tahun.



Irfan sebagai Ikon Persema

Sebagai sebuah klub, Persema mungkin tidak setenar saudara mudanya, Arema Indonesia, atau Persib Bandung, Persija Jakarta, dan Persipura Jayapura. Namun, nama Persema mulai menjadi perhatian publik ketika ada satu pemain nan "memikat" penonton setiap Persema bertanding. Dia ialah Irfan Haarys Bachdim.

Anak muda nan lahir di Amsterdam, Belanda, pada 11 Agustus 1988 ini dapat dibilang telah jadi semacam magnet bagi penonton sepak bola. Bagaikan seorang artis, setiap Irfan Bachdim menggocek, berlari, menyundul, mengumpan, menjebol gawang lawan, atau melakukan selebrasi , teriakan histeris menggema di stadion. Ketika tim nasional berlatih di Lapangan ABC Senayan, masyarakat jadi ramai menonton. Padahal, dulu jika tim nasional berlatih latihan, lapangan sepi-sepi saja.

Sebelum memperkuat Persema, Irfan bermain di Perserikatan Belanda dan memperkuat buat tim junior Ajax Amsterdam, SV Argon, FC Utrecht, serta HFC Haarlem. Pada 2010, ia membuat instruktur Persema, Timo Scheunemann, terpincut. Penampilan memikatnya dalam laga amal di Stadion Gajayana, Malang, membuat instruktur asal Jerman itu memboyongnya ke Persema.

Irfan direkrut sepaket dengan Kim Jeffrey Kurniawan nan ikut pertandingan laga amal itu juga. Perekrutan Irfan ke Persema sekaligus merupakan verifikasi kualitas dirinya nan sebelumnya ditolak oleh Persib dan Persija.

Entah kebetulan atau tidak, sebenarnya dalam darah Irfan pun mengalir darah Malang. Ayah Irfan, Noval Bachdim, ialah pria keturunan Arab-Indonesia nan lahir di Malang. Ayahnya menetap di Lawang, Malang, sampai 1980-an. Setelah itu, ia menetap di Belanda selama 20 tahun lebih. Di Belanda, ayahnya menikahi Hester van Dijk, nan orang Belanda.

Bakat sepakbola Irfan pun rupanya sudah "warisan". Kakeknya, Ali Bachdim, ialah mantan pemain Persema dan PSAD Jakarta. Sedangkan, ayahnya ialah mantan pemain klub PS Fajar Lawang, anggota kompetisi internal Persekam Malang. Beberapa lama bermain buat Persema, Irfan dipanggil ke tim nasional Piala AFF 2010. Setelah itu, ia langganan masuk skuad tim nasional, seperti masuk tim nasional U-23 Sea Games dan Pra-Olimpiade.

Sekarang, kalau kita berbicara Persema, niscaya pikiran kita langsung mengarah ke Irfan Bachdim. Dapat dibilang, Irfan Bachdim sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari Persema. Irfan Bachdim menjadi ikon baru Persema di musim kompetisi perserikatan 2010/2011.

Bagi Irfan Bachdim sendiri, Persema ialah penyelamat kariernya di Indonesia. "Menurut"Persema merupakan loka terbaik bagi aku buat bermain. Ini merupakan loka aku mengawali karier aku di Indonesia dan aku tak akan pernah melupakan hal itu,” kata Irfan Bachdim pada awal 2011 lalu.