Kerangka Dasar Agama Islam - Syariah
Perkembangan agama Islam di Indonesia saat ini semakin pesat, tapi bukan berarti orang-orangnya mengerti tentang kerangka dasar agama Islam. Banyak nan memeluk agama Islam sebab keturunan atau hanya ikut-ikutan, tanpa diresapi dan dipahami mengapa mereka memilih agama Islam.
Perkembangan zaman nan semakin maju dan adanya teknologi nan semakin canggih, memengaruhi keimanan seorang muslim. Bagaimana dia dapat menerapkan ajaran agama Islam dengan situasi nan seperti ini.
Paham Kerangka Dasar Agama Islam Sejak Dini
Sejak dari kecil, seorang muslim sudah mempelajari tentang agama Islam. Mulai dari belajar mengaji Al Quran, anak-anak diperkenalkan dengan agama Islam. Selain itu, dibantu juga dengan pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah.
Akan tetapi, apakah hal tersebut cukup buat membekali anak tentang kerangka dasar agama Islam? Apabila anak tersebut sudah tumbuh dewasa, apakah keimanannya bertambah atau malah berkurang?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu memang harus dipertanyakan, terutama kepada orang tua nan mendidik anak-anaknya. Banyak kasus nan memprihatinkan pada zaman sekarang ini. Sejak kecil, seorang anak sudah dididik tentang ajaran agama Islam, tapi ketika tumbuh dewasa, anak tersebut menjadi anak nan nakal, seperti mengonsumsi narkoba dan pergaulan bebas. Sangat disayangkan sekali hal tersebut.
Ke mana ajaran agama nan selama dia masih kecil dipelajari. Kemudian, siapa nan harus disalahkan? Apakah anak itu sendiri, orang tuanya, atau lingkungannya? Tanyalah pada diri sendiri dan resapi.
Kita tak bisa menyalahkan seseorang secara penuh. Semua aspek saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Mungkin saja seorang anak seperti itu sebab kurangnya supervisi dari orang tuanya dan ditambah dengan berteman di lingkungan nan buruk, sehingga anak tersebut terpengaruh.
Selain itu, pembelajaran tentang kerangka dasar agama Islam tak cukup di sekolah atau tempat-tempat pengajian, tapi di rumah pun sangat penting. Lingkungan keluarga ialah loka nan paling berpengaruh buat anak belajar.
Di lingkungan keluarga, orang tua bisa mengajarkan ilmu agama dalam kehidupan sehari-hari. Di mulai dengan mencontohkan berprilaku nan baik, seperti mengucapkan salam ketika akan pergi atau pulang ke rumah. Selanjutnya, dengan mengajak anak beribadah, seperti mengajak anak buat solat lima waktu. Ketika bulan puasa tiba, mengajak anak buat ikut puasa.
Hal-hal nan sederhana tersebut, bisa melatih dan membiasakan anak buat beribadah, ketika sudah tumbuh dewasa. Seorang anak banyak belajar dari lingkungan keluarganya, terutama orang tuanya.
Apabila keimanan seorang anak sudah dipupuk sejak dini, ketika dia terjun ke global luar, maka dia sudah punya tameng buat menghalau segala macam pengaruh negatif. Anak tersebut sudah mengerti mana nan baik buat diri dan agamanya, serta mana nan dapat membuatnya hancur.
Apabila, orang tua sudah berusaha mendidik anaknya dengan sepenuh kemampuannya, tapi anak tersebut masih berprilaku buru, maka itu sudah menjadi urusan Allah Swt.
Selain itu, orang tua juga harus mengerti dan memahami kerangka dasar agama Islam itu apa. Karena, buat mendidik seorang anak tentang ajaran Islam, orang tua harus paham dulu tentang ajaran Islam. Jadi, kita pahami dulu apa itu kerangka dasar agama Islam .
Allah Swt telah menjadikan Islam, nan diturunkan melalui lisan Rasul Muhammad Saw, sebagai ajaran nan syamilan wa kamilan , komprehensif, dan sempurna. Keutuhan dan kesempurnaan Islam dapat dipahami secara mudah dari kerangka dasar agama Islam nan meliputi dua konsep, yaitu akidah dan syariah.
Kerangka Dasar Agama Islam - Akidah
Akidah (aqidah) dalam bahasa Arab berarti ma’quudah , yaitu sesuatu nan diikat ( Lisan al Arab , Ibnu Manzur). Sedangkan secara istilah, maknanya ialah sebagai berikut.
- Akidah ialah iman. Iman ialah pembenaran (keyakinan) nan bulat, nan sinkron dengan empiris (yang diimani), dan bersumber dari dalil.
- Akidah ialah sesuatu nan diyakini oleh kalbu ( wijdân ) dan diterima oleh akal pikiran.
- Akidah ialah pemikiran nan menyeluruh mengenai alam, manusia, kehidupan, serta interaksi semuanya dengan apa nan ada sebelum kehidupan (Pencipta) dan setelah kehidupan (Hari Kiamat), serta mengenai interaksi semuanya tadi dengan apa nan ada sebelum dan setelah kehidupan (syariah dan hisâb ).
Maka, dalam konteks ajaran Islam, akidah Islam dapat didefinisikan sebagai pemikiran tentang adanya Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, Qadha’ dan Qadar di mana baik dan buruknya semata-mata dari Allah, nan diyakini oleh kalbu (wijdân) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) nan bulat, sinkron dengan realitas, dan bersumber dari dalil. Definisi ini kemudian disederhanakan lagi nan lazim dikenal dengan rukun iman.
Kerangka Dasar Agama Islam - Syariah
Islam tak saja mengatur aspek keyakinan (akidah) nan merupakan ‘amaliyyah qalbiyyah (aktivitas kalbu), tetapi juga membahas ‘amal al jawaariih , yaitu aktivitas fisik atau lebih dikenal dengan hukum syara’ (syariah Islam).
Kedudukan syariah dalam Islam ialah sebagai mu’aalajah masyaakil al insaan, yaitu sebagai rangkaian konsep buat menyelesaikan dan memutuskan setiap persoalan manusia ( problem solving ), nan ruang lingkup cakupannya meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut.
- Hubungan manusia dengan dirinya sendiri ( hablum minannas ), yaitu hukum syariah nan mengatur urusan makanan, minuman, pakaian, dan akhlak.
- Hubungan manusia dengan sesamanya, yaitu hukum syariah nan mengatur urusan ekonomi, pemerintahan, sosial, politik, pendidikan, pidana, dan dakwah.
- Hubungan manusia dengan Allah ( hablum minallah ), yaitu hukum syariah nan mengatur urusan ibadah ritual secara vertikal, seperti shalat, zakat, puasa, haji, jihad, dll.
Kedudukan syariah, sebagaimana telah disebutkan, ialah sebagai problem solving atas seluruh masalah kehidupan manusia, nan bila diaplikasikan secara utuh dan sempurna akan membawa rahmat dan kemaslahatan bagi manusia. Demikian nan difirmankan-Nya, yaitu “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan buat (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al Anbiyaa: 107)
Demikian juga sebagaimana nan dikatakan dalam sebuah kaidah ushul, yaitu “Di mana ada hukum syara’, di situ ada maslahat.” (Dirasat fi al Fikri al Islam, Muhammad Hussein Abdullah)
Ulama ushul kemudian merinci lebih jauh tentang kemaslahatan nan dapat diraih manusia atas pengaplikasian syariah tersebut, yaitu sebagai berikut (Ilmu Ushul Fikih, Prof. Dr. Abu Zahrah).
- Muhaafadhah ‘alaa al aqiidah (terpeliharanya akidah)
- Muhaafadhah ‘alaa ad dawlah (terpeliharanya negara)
- Muhaafadhah ‘alaa al amni (terpeliharanya keamanan)
- Muhaafadhah ‘alaa al maal (terpeliharanya kekayaan)
- Muhaafadhah ‘alaa al nasl (terpeliharanya keturunan)
- Muhaafadhah ‘alaa al karaamah (terpeliharanya kemuliaan)
- Muhaafadhah ‘alaa al ’aqli (terpeliharanya akal)
- Muhaafadhah ‘alaa an nafs (terpeliharanya nyawa)
Delapan maslahat inilah nan dalam istilah Muhammad Hussein Abdullâhdisebut al ahdaaf al ulya li shiyaanah al mujtama’, atau tujuan luhur buat menjaga masyarakat.
Demikianlah kerangka dasar agama Islam, nan terdiri atas akidah dan syariah. Kedua aspek tersebut harus diaplikasikan secara utuh, tak boleh parsial, demi tercapainya tujuan primer ajaran Islam itu sendiri, yaitu berupa rahmat dan maslahat di global maupun di akhirat.