Kemahraman Adik Ipar Menurut Islam
Menurut kamus Bahasa Indonesia , ipar didefinisikan sebagai saudara dari suami atau istri. Kakak ipar merupakan saudara nan lebih tua dari suami atau istri, sedangkan adik ipar ialah sebutan saudara nan lebih muda dari suami atau istri.
Sebagai seorang muslim nan beriman sudah barang tentu kita diharuskan buat terus menggali ilmu agama. Tidak hanya sebatas dalam hal mengkaji tata cara shalat nan sahih atau mempelajari tajwid dengan sahih agar terhindar dari kesalahan dalam pembacaan ayat kudus Al Qur'an (karena hal ini sudah menjadi kewajiban semua muslim), tapi di samping itu, kita juga diharuskan buat mempelajari interaksi kekerabatan di dalam Islam agar tak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai kemahraman.
Mahram menurut Islam, jangan salah mengartikan antara mahram dengan muhrim. Beda loh! Mahram dan muhrim memiliki arti nan berbeda. Mahram dengan muhrim memang terdengar mirip, meskipun asal katanya sama-sama dari haram, tapi makna muhrim lebih pada istilah orang nan sedang melakukan ibadah ihram, bagi mereka diharamkan buat memakai parfum atau wewangian, mencabut rambut, membunuh binatang atau berburu.
Sementara, mahram ialah semua orang nan diharamkan buat dinikahi sebab beberapa hal, baik sebab alasan interaksi sedarah, sepersusuan, dan pernikahan. Inilah pentingnya kenapa islam mengajarkan kita buat terus menggali pengetahuan dalam hal-hal nan berhubungan dengan akidah.
Dengan begitu, diharapkan kita bisa memahami apa nan dibolehkan dan apa nan dilarang dan bagaimana hukumnya di dalam Islam. Begitu juga halnya dengan mempelajari interaksi kekerabatan di dalam Islam, mengenai status seorang saudara kandung, kakak ipar, adik ipar, mertua, paman, bibi, dan sepupu. Apakah mereka semua bagian dari mahram atau bukan? Dan apakah ada pembagian mahram di dalam Islam?
Kemahraman Adik Ipar Menurut Islam
Dari Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Mahram ialah semua orang nan haram buat dinikahi selama-lamanya sebab nasab, persusuan, dan pernikahan.” (Al-Mughni 6/555).
Di dalam ilmu fiqh Islam tentang nikah, mahram berasal dari kata haram nan bermakna tak boleh atau terlarang. Dari sinilah terbentuk istilah mahram, nan berarti wanita atau laki-laki nan haram buat dinikahi. Seperti interaksi anak dengan ibu nan merupakan mahram sehingga tak dibolehkan adanya pernikahan di antaranya.
Sama halnya dengan interaksi sedarah daging antara saudara perempuan dengan saudara laki-laki, maka tak dibolehkan pula interaksi pernikahan di antara mereka sebab mereka merupakan mahram. Berbicara tentang mahram, para ulama memilah interaksi mahram ini menjadi dua, yaitu mahram muabbad dan mahram ghairu.
Mahram muabbad merupakan interaksi kemahraman nan bersifat abadi atau selama-lamanya. Sedangkan mahram ghairu muabbad ialah interaksi kemahraman nan bersifat sementara. Masih bingung membedakan kedua mahram ini? Berikut klarifikasi tentang disparitas antara kedua mahram tersebut;
1. Mahram Muabbad
Mahram Muabbad disebabkan oleh dua alasan, yaitu sebab interaksi sedarah daging (keturunan) dan sebab interaksi persusuan. Lalu siapa saja mahram nan senasab atau satu keturunan itu? Mereka ialah ibu kandung, ayah, kakek, nenek, saudara kandung, bibi (saudara perempuan ayah dan saudara perempuan ibu), keponakan (anak perempuan dari saudara perempuan dan laki-laki).
Sementara mahram nan sepersusuan nan dimaksud ialah ibu nan menyusui, ibu dari wanita nan menyusui (nenek), ibu dari suami nan isterinya menyusuinya (nenek juga), anak wanita dari ibu nan menyusui (saudara wanita sesusuan). Saudara wanita dari suami wanita nan menyusui. Saudara wanita dari ibu nan menyusui. Interaksi kemahroman ini berlaku buat selama-lamanya meskipun terjadi kematian, perceraian ataupun pindah agama.
2. Mahram Mushaharah
Mahram sebab mushaharah, yaitu kemahraman nan bersifat sementara sebab adanya pernikahan, dikenal dengan istilah besanan/ipar. Siapa sajakah mereka? Mereka ialah ibu dari isteri (mertua wanita), anak wanita dari isteri (anak tiri), isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan), dan isteri dari ayah (ibu tiri). Jadi perlu diingat, di sini bahwa saudara ipar, baik kakak ipar atau adik ipar , mereka tak termasuk mahram.
Bagi seorang suami, saudara perempuan dari istri tak termasuk mahramnya. Jadi, adik ipar atau kakak ipar tak boleh dinikahi (karena di dalam islam dilarang menikahi perempuan nan bersaudara kandung sekaligus, kecuali sang istri telah meninggal atau dicerai, kemudian ia hendak menikahi adik ipar baru dibolehkan dan halal buat dinikahi).
Dan dilarang pula bagi seorang suami buat melihat aurat adik ipar atau kakak ipar sebab mereka tak halal baginya. Adik ipar laksana maut? Karena saudara ipar ialah kematian bagimu.
Kenapa saudara ipar diibaratkan laksana maut? Dan bagi siapa? Yaitu, bagi mereka saudara perempuan atau laki-laki dari suami atau istri. Kenapa?
Nah, berikut klarifikasi kenapa saudara ipar dianggap seperti maut, di dalam sebuah hadist berdasarkan sabda Rasulullah Saw nan artinya: "Jangan kamu sekalian masuk ke dalam (ruang) wanita. Mereka bertanya, "Ya Rasulullah bagaimana dengan saudara ipar?". Rasulullah menjawab, "Saudara ipar ialah kematian (maut)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadist ini, ada pesan nan ingin disampaikan oleh Rasulullah, yaitu sebuah peringatan bagi kita agar berhati-hati dalam menjalani kedekatan interaksi dengan kakak atau pun adik ipar sebab mereka bukan termasuk mahram.
Berinteraksi dengan kakak ipar atau pun adik ipar dapat menjadi penyebab timbulnya maksiat dan kehancuran jika kedekatan interaksi itu telah berlebihan, tak ada lagi rasa sungkan dalam bercanda dan lainnya, sehingga akan memudahkan mereka buat terjerumus ke dalam zina. Wallahu a'lam bishawab .
Berikut sebuah contoh nan merupakan kisah konkret tentang interaksi saudara ipar, nan menguatkan hadist Rasulullah tersebut. Sebelumnya, apakah kamu termasuk salah seorang nan berlangganan Chiken Soup ? Bukan sop ayam nan untuk dimakan, tapi nan dapat dibaca.
Ya, ada sebuah kisah konkret nan diceritakan dalam Chiken Soup for Muslim tentang dua orang bersaudara nan tinggal satu rumah, mereka ialah Khalid dan Hamd. Ringkasnya, Hamd ingin tinggal bersama dengan kakaknya Khalid nan telah beristri, Khalid tak menyetujui pintanya, tapi sebab adanya desakan dari keluarga agar Khalid memberikan loka tinggal bersama buat Hamd, akhirnya Khalid pun mengalah.
Nah, pertanyaan buat para pembaca, bisakah kamu membayangkan bagaimana jadinya jika seiring berjalannya waktu setan ikut ambil bagian di dalam kehidupan Khalid dan istrinya dengan kehadiran adiknya di dalam satu rumah? Berikut ini kutipan di akhir kisah nan dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.
Khalid menemui dokter buat melakukan inspeksi kesehatan, menjalani check up termasuk mencari tahu tentang masalah kesuburannya. Sang dokter nan ditemui menyampaikan hasil nan diperoleh, ia berkata: "Seringkali, hakekat nan sebenarnya itu begitu menyakitkan, keras dan pahit! Tapi harus diketahui dan dihadapi! Sebab lari dari masalah tak akan menyelesaikannya dan tak akan mengubah keadaan.”
Dokter tersebut terdiam sebentar. Sebelum menyampaikan hasil pemeriksaannya, “Khalid, mohon maaf, sebenarnya Anda itu mandul dan tak dapat punya anak. Ketiga anak itu bukan anak Anda. Mereka ialah anak adik Anda, Hamd.”
Bagi kamu nan penasaran dengan kisah ini, kamu dapat menemukannya di buku Chiken Soup For Muslim . Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua akan pentingnya menggali ilmu agama (yang tak terbatas dalam hal shalat dan mengaji saja), tapi mempelajari hadist-hadist nan disampaikan oleh Rasulullah Saw merupakan petunjuk hayati di dalam segala hal.
Bukankah Allah telah menekankan kepada kita buat berpegang teguh pada Al Qur'an dan hadist sebagai petunjuk hayati selama di dunia? Hadist tersebut menjawab pertanyaan kita kenapa saudara ipar baik itu kakak ipar atau pun adik ipar diibaratkan seperti kematian/maut sebab mereka bukanlah mahram dan dapat menjadi penyebab timbulnya zina.
Status adik ipar atau pun kakak ipar tetap bukan mahram meskipun kita telah menjad istri atau suami nan absah dari saudara mereka. Oleh sebab itu, seorang perempuan tetap diharuskan buat mengenakan hijabnya jika di rumahnya ada saudara laki-laki dari suaminya, baik kakak ipar atau adik ipar. Dilarang membuka hijab dan menampakkan auratnya jika ada saudara ipar, baik itu kakak atau adik ipar, sedekat apa pun interaksi mereka satu sama lain.