Senjata Tradisional Dayak Kalimantan - Sumpit

Senjata Tradisional Dayak Kalimantan - Sumpit

Negara kita ialah sebuah negara nan kaya akan budaya . Tidak hanya dilihat dari segi arsitek, seni atau adat istiadat. Hal itu dapat dilihat dari berbagai senjata tradisional nan ada. Berbagai senjata tradisional itu seakan sebagai bukti kejayaan zaman kerajaan dahulu. Biasanya senjata itu memiliki energi nan sangat besar.

Bukan hanya sebab dipercaya memiliki roh penunggu, tapi sebab senjata tradisional biasanya dibuat dengan bahan khusus, proses nan sangat lama, dan cara nan tak biasa. Karena itulah, senjata tradisional seolah memili magnet nan bisa menyerap energi kehidupan di bumi.

Setiap daerah memiliki senjata tradisionalnya sendiri. Senjata tradisional itu selain sebagai konservasi juga merupakan harta dan penanda status sosial seseorang. Di mana tak semua orang memiliki senjata tradisional, tetapi hanya para keturunan ksatria. Salah satu senjata tradisional nan terkenal ialah keris.

Banyak nan menyebutkan bahwa keris merupakan senjata tradisional jawa. Akan tetapi, saat ini keris juga ditemukan di beberapa daerah lain di Nusantara nan pernah mendapat pengaruh dari Kerajaan Majapahit, seperti Nusa Tenggara, Sumatera, pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, serta Filipina Selatan (Mindanao). Pada tiap daerah ini keris memiliki karakteristik khas tersendiri dengan penampilan, fungsi, teknik garapan, serta peristilahan nan berbeda.

Selain keris, masih banyak sejata tradisional daerah lain nan sebenarnya tak kalah populer dan menjadi senjata andalah daerah tersebut. Berikut ini akan kita coba ulas beberapa senjata tradisional nan ada di Nusantara.



Senjata Tradisional Aceh - Rencong

Ini dia senjata tradisional dari tanah aceh nan hampir mirip seperti keris, namun bentuknya lebih menyerupai huruf "L". Senjata tradisional berjenis belati ini memiliki mata pisau nan panjangnya bervariasi, mulai dari 10 cm hingga 15 cm.

Ada mata pisau nan melengkung seperti keris, namun ada juga nan lurus seperti pedang. Sarung rencong sendiri terbuat dari beraneka ragam bahan, seperti gading, kayu, tanduk, logam perak, bahakan ada nan dibuat dari emas.

Pemilik reong ini memiliki strata tersendiri. Itu dapat dilihat dari bahan pembuatannya. Untuk para raja atau sultan, sarung rencong biasanya dibuat dari gading, dan mata pisaunya berasal dari bahan emas, serta memiliki ukiran ayat Al-Quran. Untuk masayarakat umum, biasanya memiliki rencong nan sarungnya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu.

Sedangkan mata pisaunya terbuat dari kuningan atau besi putih.
Sama halnya dengan keris di Jawa, maysarakat Aceh pada zaman dahulu juga memiliki kepercayaan eksklusif terhadap rencong ini. Bahkan berhubungan dengan mistis. Dipercaya bahwa bentuk dari rencong ini mewakili simbol basmalah dari kepercayaan agama Islam.

Saat ini, rencong digunakan sebagai pelengkap atribut busana pada upacara adat di Aceh. Kepopuleran rencong di tengah masyarakat Aceh membuat Aceh memiliki sebutan "Tanah Rencong".



Senjata Tradisional Bugis Makasar - Alamang

Di Bugis-Makasar, terdapat sebuah pedang nan sangat disakralkan bernama Alamang. Senjata tradisional ini berbentuk menyerupai gabungan 3 senjata, yaitu tappi, badik, dan tombak. Alamang mempunyai pisau nan lurus dengan 2 mata. Biasanya, senjata tradisional ini terbuat dari bahan baja biasa. Tapi, ada juga nan terbuat dari baja pamor atau baja damaskus.

Untuk pegangannya terbuat dari tanduk atau kayu, sedangkan sarunya dibuat dengan bahan rotan atau kayu. Secara keseluruhan, antara tubuh dan pegangan memiliki panjang 74 cm, dengan sisi logam sepanjang 58cm.

Secara filosofis tersendiri alamang merupakan simbol buat kemakmuran, kedaulatan,serta kewibawaan suatu kerajaan. Menurut cerita nan berkembagn, seorang Raja ketika meninggalkan kerajaannya harus membawa Alamang. Untuk itu, tak sembarang orang yng bisa memiliki senjata tradisional ini.

Bahkan, para pembuatnya telah memiliki sumpah agar tak membuat duplikat nan sama. Bahkan terdapat anggaran hukum nan melarang para bangsawan serta rakyat jelata buat tak meniru senjata-senjata kerajaan.



Senjata Tradisional Dayak Kalimantan - Sumpit

Kalau Anda salah satu penggemar film mengenai suku Indian, niscaya pernah melihat aksi mereka ketika menyumpit musuhnya dari jauh dengan menggunakan senjata tradisional protesis mereka. Misalnya saja dalam salah satu aksi pada film The Last of the Mohicans . Di mana mereka ketika sang putri Jendral diselamatkan oleh 3 orang suku Indian, dengan senjata tradisional dan seadanya.

Nah, senjata tradisional nan serupa juga ternyata dimiliki oleh suku dayak di Kalimantan. Adalah sumpit senjata tradisional suku daya di Kalimantan nan terbuat dari bahan kayu. Sumpit ini bisa digunakan dari jeda nan sangat jauh, bahkan akurasi tembaknya bisa sekitar 200 meter.

Sumpit berbentuk bulat dengan panjang berkisar antara 1,5-2 meter dan diameter sekitar 2-3 sentimeter. Ujung sumpit ini memiliki target bidik menyerupai batok kecil berukuran 3-5 sentimeter. Bagian tengah sumpit memiliki lubang sebagai loka masuknya anak sumpit.

Jenis kayu nan digunakan pun tak sembarangan, seperti kayu plepek, kayu tampang, kayu ulin atau tabalien, serta kayu resak. Digunakan pula tamiang atau lamiang nan merupakan bambu berukuran kecil dengan ruas panjang, keras,serta mengandung racun.

Orang nan membuat sumpit pun tak sembarangan, sebab tak semua orang bisa membuatnya. Bahkan di Pulau Kalimantan sendiri, hanya orang-orang dari suku eksklusif nan bisa membuat sumpit ini, seperti suku Dayak Ot Danum, Punan, Apu Kayan, Bahau, Siang, serta suku Dayak Pasir.

Dalam proses pembuatan sumpit dibutuhkan keterampilan tangan sang pembuat, serta tenaga dari alam. Biasanya mereka memanfaatkan kekuatan dari arus air riam nan kemudian dibuat menjadi semacam kincir penumbuk padi.

Ada pantangan eksklusif dalam menyumpit. Menyumpit hanya boleh dilakukan buat berburu, bukan buat membunuh sesama manusia. Jika pada zaman dahulu, orang-orang suku dayak menggunkana senjata tradisional ini buat saling mengetes ilmu, saat ini menyumpit telah dijadikan olahraga tradisional.

Bahkan, beberapa daerah di kalimantan sering mengadakan lomba menyumpit buat melestarikan kebudayaan mereka. Saat ini senjata tradisional suku dayak ini masih banyak ditemukan di beberapa daerah di kalimantan. Namun harga jualnya telah ditentukan oleh hukum adat, yaitu sebesar jipen ije atau due halamaung taheta .



Senjata Tradisional Tapanuli Utara Batak - Piso Halasan

Senjata tradisional nan berasal dari Tapanuli Utara Batak Sumatera Utara ini berbentuk menyerupai pedang. Tidak semua orang boleh memiliki Piso Halasan, hanya pemimpin batak nan telah mempunyai otoritas hingga pada taraf Bius. Hal itu dikarenakan Piso Halasan merupakan lambang kebesaran bagi Orang Batak hasangapon. Di mana pemimpin ini ialah orang nan sangat bermanfaat bagi masyarakatnya.

Untuk itu, para pemimpin Batak nan memiliki Piso halasan harus mampu menegakkan hukum seadil-adilnya. Selain cerdas, mereka harus mampu membawa kepentingan rakyat tanpa ada ambisi pribadi. Dengan pola pikir nan tajam, pemimpin ini diharapkan bisa memberi solusi buat setiap masalah nan ada.

Secara filosofi, pisau pada senjata tradisional ini melambangkan kecerdasan. Sedangkan sarungnya merupakan hukum nan membatasi seseorang terhadap perbuatan nan akan merugikan masyarakat.

Piso Halasan memiliki mata tunggal,dan bentuknya agak melengkung. Pangkalnya sedikit lebar,namun sempit pada bagian tengahnya. Pada bagian ujung runcing, tapi masih lebih lebar dari bagian tengah. Biasanya gagang dari senjata tradisional ini dibuat memakai bahan dari tanduk rusa, sedangkan sarungnya dari bahan logam nan diberi hiasan. Secara holistik senjata tradisional ini memiliki panjang 76cm dengan panjang mata pisau 50cm.

Senjata tradisional di Nusantara kita ini memiliki bentuk nan cukup unik, dan memiliki makna nan sangat dalam bagi kehidupan masyarakatnya. Itulah sebabnya, walaupun saat ini di Indonesia sudah mengenal aneka senjata modern.

Namun, sebagai salah satu kekayaan bangsa senjata tradisional masih tetap dirawat dan dijaga. Walaupun saat ini hanya sebagai pajangan, dan fungsinya tak secanggih senjata modern, tapi tetap melambangkan kegagahan para ksatria kita dan kegagan negri kita di masa lalu.