Hati-Hati Menunaikan Zakat
Lima Rukun Islam
Syahadat merupakan rukun Islam nan pertama sebab kalimat tersebut merupakan sebuah gerbang atau pintu masuk bagi umat Islam buat menjadi seorang umat Islam nan benar-benar meyakini bahwa Allah Tuhan nan Esa, dan Muhammad ialah nabi nan diutus-Nya buat membawa peringatan dan kabar gembira kepada umat manusia.
Setelah syahadat, umat Islam diperintahkan buat melakukan shalat. Shalat nan memiliki makna secara harfiah ‘doa’ ini ialah kewajiban nan tak boleh kita tinggalkan sebagai seorang muslim.Dengan shalat, kita akan terhindar dari segala sesuatu nan bernilai marabahaya dan malapetaka.
Rukun Islam nan ketiga ialah berpuasa. Dengan puasa, kita tak hanya menahan diri dari keinginan fisik seperti makan dan minum, tapi juga menahan segala sesuatu nan mendatangkan mudarat. Sebagai contoh, kita harus menahan amarah, benci, dan hal-hal negatif lainnya nan berpotensi mendatangkan keburukan terhadap kita dan orang di sekeliling kita.
Rukun Islam selanjutnya, barulah kita wajib menunaikan zakat. Dengan memberikan separuh harta nan kita miliki terhadap orang nan tak mampu, itu berarti kita telah berbagi kebaikan pada sesama.
Oleh sebab itulah, dalam setiap ayat-Nya, Allah selalu memerintahkan kita semua buat menunaikan zakat. Hal ini merupakan syarat keempat nan harus dipenuhi buat menyempurnakan nilai keislaman kita.
Dan nan terakhir ialah beribadah naik haji. Ibadah tersebut wajib dilakukan apabila umat islam memiliki kemampuan, baik secara fisik atau materi maupun secara mental. Namun, apabila kita belum diberi kemampuan buat melakukan ibadah tersebut, kita tak usah was-was kalau-kalau nilai keislaman kita tak sempurna.
Siapa Sajakah Penerima Zakat?
Orang-orang nan berhak menerima zakat disebut mustahiq al-zakah, nan sering disingkat dengan mustahiq saja atau ashnaf. Dalam surah at-Taubah ayat 60 disebutkan bahwa ada delapan golongan orang-orang nan berhak menerima zakat, yaitu sebagai berikut.
1. Fuqara
Fuqara merupakan bentuk jamak dari faqir, nan artinya 'orang-orang nan membutuhkan'. Mereka ialah orang-orang nan sangat menghajatkan donasi orang lain buat kelangsungan hayati sehari-hari sebab tak memiliki pekerjaan atau mata pencaharian layak nan bisa mencukupi kebutuhan diri dan keluarga mereka. Akan tetapi, demi menjaga harga diri, mereka tak mau meminta-minta kepada orang lain.
Orang seperti inilah nan pertama didahulukan saat kita hendak menunaikan ibadah zakat. Karena mereka tak mengemis-ngemis buat mendapatkan haknya sebagai seorang fakir.
2. Masakin
Masakin artinya 'orang-orang miskin'. Arti asal miskin ialah diam, tapi kemudian juga berarti orang nan patut dikasihani. Berbeda dengan fakir, orang miskin tak malu-malu buat mengemis kepada orang lain.
Orang seperti ini ialah orang kedua nan perlu kita berikan zakat agar dia senantiasa berkecukupan, serta tak lagi mengemis-ngemis demi mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
3. Amilin
Amilin ialah orang-orang nan mengurus aplikasi zakat. Mereka ialah orang-orang nan diamanati buat mengumpulkan, menjaga, mengatur penyimpanan, serta membagikan zakat kepada orang-orang nan berhak menerimanya.
Amilin tak harus fakir miskin, tetapi juga orang kaya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
"Shadaqah (zakat) itu tak halal buat orang kaya, kecuali buat lima golongan: orang nan berperang di jalan Allah; orang nan mengurus (pelaksanaan) zakat; orang nan berutang; orang nan membeli barang zakat itu dengan uangnya sendiri; seseorang nan memiliki tetangga miskin kemudian ia bersedekah kepada si miskin, lantas si miskin tersebut menghadiahkannya kepada orang kaya."
(Hadits Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Akan tetapi, apabila pihak amilin tak ingin menerima zakat, hal tersebut tidaklah menjadi masalah. Dengan begitu, justru zakat tersebut dapat diberikan kepada orang-orang nan lebih membutuhkan.
4. Muallafah Qulubuhum
Muallafah qulubuhum artinya 'orang-orang nan hatinya bisa ditaklukkan dan dikukuhkan kepada Islam'. Istilah muallafah qulubuhum sering disingkat dengan sebutan muallaf.
Termasuk dalam golongan ini ialah orang nan baru masuk Islam, orang nan belum masuk Islam tapi hatinya dihidupkan terhadap nilai-nilai Islam, dan orang nan sudah mengenal Islam, namun masih enggan melaksanakan ajaran Islam.
Sama halnya dengan amilin, banyak juga para muallaf nan enggan buat menerima zakat sebab berpikir masih banyak orang nan lebih berhak menerima zakat dibandingkan dengan diri mereka.
5. Riqab
Bentuk jamak kata ini ialah raqabah. Arti asalnya ialah 'leher'. Dalam Al Quran, budak atau hamba sahaya disebut riqab atau raqabah (QS an-Nisa: 92; at-Taubah: 60; al-Mujadilah: 3; al-Balad: 13).
Kata ini merupakan kiasan, yakni seolah-olah leher mereka diikat dengan tali sehingga tak bisa bebas bergerak.
Adapun nan dimaksud dalam surah at-Taubah ayat 60 ialah hamba sahaya nan hendak menebus kemerdekaannya. Oleh sebab itu, zakat tersebut tak diberikan kepada si hamba sahaya, tetapi kepada majikan nan memilikinya.
Konsep hamba sahaya seperti ini sebenarnya sudah tak ada pada zaman sekarang sehingga kita selaku umat islam juga harus pandai-pandai memilih orang nan memang benar-benar berhak buat menerima zakat tersebut.
6. Gharimin
Gharimin artinya 'orang-orang nan berutang'. Adapun nan dimaksud gharimin ialah orang-orang nan memiliki utang dan tak mampu membayarnya.
Selain itu, termasuk dalam kelompok gharimin ialah orang-orang nan meninggal global dan masih memiliki utang, sedangkan harta peninggalan mereka tak mencukupi buat membayar utang tersebut.
7. Fi Sabilillah
Fi sabilillah artinya 'di jalan Allah'. Pada mulanya, pembagian zakat ditujukan kepada orang-orang nan berperang membela agama Allah. Akan tetapi, arti fi sabilillah lebih luas dari sekadar berperang. Oleh sebab itu, saat ini, jalan atau wahana apapun nan dipergunakan buat menegakkan agama Allah disebut fi sabilillah.
Sebagai contoh, kita dapat memberikan zakat kepada guru-guru pengajian nan selama mengajar tak mendapatkan gaji atau upah nan sepadan dengan apa nan mereka kerjakan.
8. Ibnu Sabil
Ibnu sabil artinya 'anak jalan'. Kata ini merupakan kiasan bagi musafir, yakni orang-orang nan dalam perjalanan atau orang-orang nan bepergian bukan buat tujuan maksiat.
Pergi menyusuri bumi Allah sangat dianjurkan dalam Islam, dengan niat buat memperhatikan ayat-ayat Allah, mencari rezeki, beribadah haji, dan sebagainya. Oleh sebab itu, jika kehabisan bekal, mereka berhak menerima zakat.
Hati-Hati Menunaikan Zakat
Bagi sebagian orang, memberikan zakat ialah hal nan sangat mudah buat dilakukan. Apalagi jika orang tersebut memiliki kecukupan harta atau bahkan memiliki harta nan berlimpah.
Akan tetapi, bagi sebagian orang, hal tersebut justru sangat sulit buat dilakukan sebab terkadang ada orang nan harus menyisihkan hartanya nan sedikit buat kepentingan orang lain nan lebih membutuhkan.
Kebesaran hati seperti inilah nan diperlukan buat umat Islam agar senantiasa ikhlas dan ridha saat melakukan ibadah zakat. Tanpa keridhaan, ibadah zakat nan dilakukan tak ada harganya di mata Allah.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menunaikan ibadah zakat. Jangan sampai harta nan kita keluarkan terbuang sia-sia hanya sebab tak ikhlas saat melaksanakannya.
Lantas, kita juga harus berhati-hati dalam memberikan zakat tersebut sebab dewasa ini, kita sering menemukan orang nan mampu menunaikan zakat, namun bersikeras buat menerima zakat tersebut dengan berbagai macam alasan.
Amilin nan bertugas mengurusi zakat juga harus benar-benar memahami siapa saja orang nan berhak menerima zakat, serta bagaimana kriteria nan harusnya dipenuhi dalam hal menerima zakat tersebut sehingga para penunai zakat tak dirugikan dengan memberikan zakat mereka pada orang nan salah.
Terakhir, kehati-hatian juga diperlukan oleh para pengelola zakat atau amilin itu sendiri. Pihak amilin sebisa mungkin harus bersikap jujur saat mengelola zakat tersebut sebab menyelewengkan harta nan bukan milik kita ialah hal nan tak baik dan merupakan dosa.