di Baghdad

di Baghdad

Pada masa nan dipimpin oleh khalifah sepeninggal nabi Muhammad SAW, Islam terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Tidak hanya dalam penyebaran agama saja tapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Banyaknya kemunculan pusat-pusat peradaban Islam di berbagai loka membuktikan bahwa Islam telah membawa banyak perubahan pada umat manusia.

Umat Islam banyak mengkaji keilmuan nan diperolehnya berdasarkan pedoman dari kitab kudus Al Qur’an dan Al Hadist. Banyak inovasi dan kejadian nan terkandung di dalam Al Qur’an nan akhirnya membuka cakrawala pengetahuan dunia. Di pusat-pusat peradaban Islam inilah banyak tertinggal sejarah peradaban Islam nan kokoh dan berkembang pesat.

Banyak pengetahuan tentang ilmu perbintangan, Science dan masih banyak lagi bidang keilmuan serta inovasi krusial nan berguna bagi manusia juga dihasilkan di pusat-pusat peradaban Islam ini. Tidak heran, umat Islam mencapai puncak kejayaan pada masanya.

Berikut ini beberapa loka pusat-pusat peradaban Islam nan mengalami perkembangan dan kejayaan pada masanya, yaitu:



Pusat-pusat Peradaban Islam di Turki

Pada masanya, Turki mengalami puncak kejayaan sebagai satu dari pusat pusat peradaban Islam di dunia. Turki nan dipimpin oleh kekhalihfan Ustmani ini sukses menyatukan dan mendirikan sebuah kerajaan Islam nan sangat terkenal dan disegani baik oleh mitra maupun lawan.

Turki menjadi pusat dari semua jenis kegiatan dan pengetahuan seperti pengembangan kebudayaan dan teknik arsitektur. Salah satu bentuk tingginya peradaban Islam kontemporer ialah pengembangan teknik arsitektur terutama bangunan masjid nan sangat latif dan megah.



Pusat-pusat Peradaban Islam di Spanyol

Pusat pusat peradaban Islam nan terkenal lainnya ialah berpusat di Cordova, yaitu sebuah kerajaan Islam nan juga besar dan megah kerajaan Andalusia di Spanyol. Pada masanya, kerajaan Andalusia ini sukses membawa kesejahteraan dan pengembangan keilmuan nan sangat mengagumkan.

Sejarah mencatat banyak ilmuwan nan menciptakan kemajuan dalam berbagai bidang nan berguna bagi kepentingan manusia di dunia. Bidang-bidang keilmuan ini antara lain bidang ilmu filsafat yaitu terkenal dengan seorang Ibnu Bajjah, lalu bidang obat-obatan yaitu Ahmad bin Ibas, dan masih banyak ilmuwan lainnya nan menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam ini.

Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi nan mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan nan lebih kompleks.



1. Kemajuan Intelektual

Spanyol ialah negeri nan subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi nan tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.

Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat beragam nan terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al - Muwalladun (orang-orang Spanyol nan masuk Islam), Tidak beradab (umat Islam nan berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria nan menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam buat dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb nan berbudaya Arab dan Kristen nan masih menentang kehadiran Islam.

Semua komunitas itu, kecuali nan terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus nan melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.



2. Kemegahan Pembangunan Fisik

Aspek-aspek pembangunan fisik nan mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga.

Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol nan tak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat nan tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.

Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik buat tujuan irigasi. Kalau dam digunakan buat mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat buat perlindungan (penyimpanan air).

Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air ( water wheel ) asal Persia nan dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.

Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya ialah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.

Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik nan paling menonjol ialah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan nan megah ialah mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.



3. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan

Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa nan kuat dan berwibawa, nan mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al-Kahman Al-Nashir.

Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya nan mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah nan terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini ialah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).

Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim spesifik nan menangani masalah sinkron dengan ajaran agama mereka masing-masing.

Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu bisa bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.

Meskipun ada persaingan nan sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, interaksi budaya dari Timur dan Barat tak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat barah nan disebut kesatuan budaya global Islam.

Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan, merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, Kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam.

Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan Iain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawa’if sukses mendirikan pusat-pusat peradaban baru nan di antaranya justru lebih maju.



Pusat-Pusat Peradaban Islam di Baghdad

Ketika Eropa dicengkeram kegelapan, Baghdad justru telah menjelma sebagai pusat peradaban terbesar dan menjadi tanah impian nan begitu memikat.

Di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, kota metropolis intelektual itu mencapai masa keemasannya dan telah mewariskan peradaban bagi dunia.

Kota nan berjuluk 1001 malam itu berada di dataran subur, pusat pertanian Irak nan dilalui Sungai Tigris. Baghdad terletak di sebelah utara Sungai Efrat dan sebelah barat bahari Teluk Persia.

Sebelum mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 M, Baghdad telah dijelajahi dan ditempati manusia pada tahun 4000 SM. Persia, Romawi serta Yunani silih berganti menguasai Baghdad.

Baghdad nan berarti “Hadiah dari Tuhan” itu mulai memasuki babak baru, ketika Islam menaklukkan wilayah Irak. Pada 634 M, atas perintah Khalifah Umar bin Khathab, panglima tentara Islam, Khalid bin Walid menaklukan Persia.

Islam pun disambut penduduk setempat. Awalnya, Baghdad belum begitu diperhitungkan, karena umat Islam justru menjadikan Kufah dan Basrah sebagai basis pertahanan.

Kota Baghdad mulai memegang peranan penting, ketika Dinasti Abbasiyah menggulingkan Dinasti Umayyah nan berpusat di Damaskus. Di bawah kekuasaan Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur, pusat kekuasaan beralih ke Baghdad. Khalifah kedua Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M menyulap perkampungan kecil itu menjadi sebuah kota baru.

Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial serta geografis. Kufah dan Basrah nan lebih dulu berkembang tidak dijadikan pilihan, lantaran kedua kota itu ialah basis versus politik Abbasiyah. Kajian ilmiah pun dilakukan Khalifah Al-Mansur sebelum mendapuk Baghdad sebagai sentral pemerintahan.

Al-Mansur mengirimkan sejumlah pakar buat meneliti Baghdad. Kondisi tanah, udara serta lingkungan benar-benar dipertimbangkan. Setelah dinilai layak, barulah Khalifah mengetuk palu memutuskan Baghdad sebagai Ibukota Dinasti Abbasiyah. Seperti halnya Kota Roma, Baghdad dibangun tidak selesai dalam sehari.

Sebanyak 100 ribu pakar bangunan, mulai dari arsitek, tukang batu, tukang kayu, pemahat, dan sebagainya dikerahkan buat membangun Baghdad. Para pekerja itu didatangkan Khalifah dari berbagai wilayah, seperti Suriah, Mosul, Kufah, Basrah, hingga Iran. Dana nan dihabiskan buat membangun Baghdad mencapai 3,88 juta dirham.

Uniknya, tata kota Baghdad dirancang berbentuk bundar. Sehingga, Baghdad pun dijuluki sebagai Kota Bundar. Bak sebuah benteng pertahanan, sekiling Baghdad dipagari tembok sebanyak dua lapis tembok nan besar dan tingginya mencapai 90 kaki.

Di luar tembok dibangun parit. Seakan terinspirasi dengan Perang Khandaq pada zaman Rasulullah SAW, parit itu digunakan sebagai saluran air dan benteng pertahanan.

Selain itu, di tengah kota bertengger Istana Khalifah yang megah bernama Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas). Estetika dan kemegahannya menunjukkan kehebatan Dinasti Abbasiyah. Untuk mempertegas keislaman, di samping istana berdiri Masjid Jami Al-Mansur seluas 100 x 100 meter. Kubahnya menjulang tinggi ke langit setinggi 130 kaki.