Pengaruh Teori Sosial Dasar dan Kesalahan Kognisi Sosial
[kwd]Sosial Dasar[/kwd] ialah ilmu pengetahuan nan mengupas tentang kehidupan sosial masyarakat. Baik nan berupa teori, falsafah, fakta, maupun berupa suatu konsep. Ilmu pengetahuan ini didapatkan dari berbagai sumber ilmu nan membahas tentang Ilmu Pengetahuan Sosial, Ekonomi, Psikologi Sosial, Antropologi, Sejarah.
Bentuknya bisa berupa budaya, konflik sosial, hubungan sosial, problematika organisasi dan kenyataan lain nan menyangkut keragaman masyarakat. Ilmu pengetahuan ini semacam pondasi nan mendasari aspek kehidupan masyarakat. Tanpa adannya sosial dasar , kesenjangan perilaku, dan hubungan budaya akan terjadi.
Rendahnya nilai sosial dasar nan membentuk kepribadian, memicu meningkatnya pelanggaran sosial. Bentuk pelanggaran sosial berupa persaingan, kontravensi, dan konflik. Persaingan pada masyarakat biasanya disebabkan oleh kompetisi dari lawan. Persaingan bersifat membangun, sebab di dalam persaingan tak menimbulkan perasaan dendam, maupun benci dari pihak lawan. Persaingan ini lebih bersifat kooperatif. Berbeda dengan kontraversi.
Kontravensi merupakan proses nan berada di antara persaingan dan konflik. Kontravensi ini berupa perasaan tak senang, tetapi tak sampai terjadi perkelahian secara fisik. Sebaliknya, proses sosial dan hubungan sosial nan disertai konfrontasi disebut sebagai konflik. Konflik ini timbul dikarenakan terjadinya disparitas pemahaman, prinsip, visi misi dan adannya gap antar lawan.
Terjadinya kesenjangan interaksi sosial mampu memengaruhi komunikasi sosial masyarakat. Baik kesenjangan kognitif dan hubungan sosial. Hubungan merupakan komunikasi antara satu orang dengan orang nan lain. Tujuan dari komunikasi ialah adanya pertukaran informasi. Hubungan nan salah akan memberikan rasa ketidaknyamanan terhadap orang lain.
Pengaruh Teori Sosial Dasar dan Kesalahan Kognisi Sosial
1. Bias Negativitas
Manusia mempunyai kemampuan berpikir nan luar biasa. Proses berpikir terjadi sebab kinerja otak. Otak bisa mengontrol segala perilaku. Di dalam otak terdapat 100-200 milyar sel neuron. Setiap sel neuron tersebut siap ditumbuhkembangkan buat memproses beberapa triliyun informasi. Otak nan mendapatkan konduite berupa stimulus setiap waktu mengalami perubahan. Stimulus ini bisa masuk dan merangsang kinerja otak.
Tidak luput dari teori sosial dasar. Proses berpikir seringkali membuat kinerja otak kita mengalami kesalahan berpikir, nan disebut kesalahan kognisi sosial . Beberapa kesalahan kognisi sosial ini cukup adaptif, kemampuan adaptif bisa mengurangi usaha nan dibutuhkan dalam global sosial.
Kesalahan kognisi sosial dasar bisa menguntungkan, sebab kesalahan-kesalahan itu mampu mengarahkan pada fokus informasi nan berguna, sehingga mengurangi usaha nan dibutuhkan buat memahami global sosial. Di sisi lain mempunyai kerugian nan esensial.
Banyak karena nan mendorong terjadinya pengeseran kognisi sosial pada masyarakat, berupa aspek sosial dasar nan dipengaruhi bias negativitas. Bias negativitas merupakan dua informasi nan datang bersamaan. Berupa bentuk informasi nan positif dan negatif.
Misalnya, tanpa disengaja di suatu loka pameran komputer, Anda berjumpa dengan teman lama anda. Teman Anda bercerita banyak hal informasi. Informasi tersebut berupa informasi positif, dan negatif. Maka alam bawah sadar Anda lebih mengingat informasi negatif, atau disebut sebagai sensitivitas.
Sosial dasar seperti sensitivitas inilah mengapa informasi negatif lebih berkesan. Karena informasi negatif mampu merefleksikan hal-hal nan ada di sekitar kita. Dalam pikiran, ada kewaspadaan nan mungkin mengancam keselamatan dan kesejahteraan. Alasan ini menjadikan informasi negatif itu sangat krusial dibandingkan informasi nan positif.
2. Bias Optimistik
Bias optimistik merupakan poin kedua sosial dasar di dalam teori sosial. Bias optimistik ialah predisposisi buat mengharapkan agar segala sesuatu bisa berakhir baik. Misalnya seorang anak SD kelas 6 sedang menantikan kepulangan Ayahnya dari Jepang. Si anak tersebut berharap Ayah membelikan boneka untuknya. Sesampainya Ayah di rumah, ternyata Ayah tak membelikan boneka kesayangannya itu. Sehingga apa nan disangkanya membuatnya kecewa.
Bias optimistik ini akan menjadi suatu hal nan biasa jika itu berlaku berulang-ulang. Misalnya, ketika Ayah kembali lagi menyelesaikan tugas di Jepang, anak tersebut masih berharap dibelikan boneka dari sana. Sesampainya di rumah, Ayah masih tak membawakan boneka. Hal ini berulang beberapa kali, sehingga anak tersebut sudah terbiasa dan tak begitu mempermasalahkan boneka tersebut.
Sebagai nilai sosialdasar , kesalahan bias optimistik ini disebut sebagai kesalahan perencanaan. Kesalahan perencanaan ialah kesamaan membuat suatu prediksi optimistik nan membutuhkan waktu lama buat mampu menyelesaikan suatu tugas.
Menurut Buehler, Griffin, dan Ross (1994), ada beberapa faktor nan berperan dalam optimisme. Salah satunya adalah, ketika individu membuat estimasi tentang berapa lama waktu nan dibutuhkan buat menyelesaikan suatu tugas.
Mereka mulai merencanakan atau berpikir dengan fokus ke waktu nan akan datang. Tentang bagaimana mereka akan mengerjakan tugas tersebut. Mereka tak lagi terpacu berpikir atau melihat ke belakang. Walaupun kadangkala melihat ke belakang juga perlu, sebagai cara mengevaluasi kesalahan nan lalu sebagai pelajaran. Faktor lain nan memengaruhi kesalahan perencanaan nan lain ialah motivasi menyelesaikan pekerjaan.
Bias optimistik di atas, disebutkan sebagai teori sosial . Dalam kaitannya dengan sosial dasar, bias tersebut bersifat mengharapkan sesuatu lebih baik dari kenyataan. Berbeda dengan teori sosial satu ini. Berbalikan dengan teori bias optimistik.
Misalnya ada seorang mahasiswa melakukan sidang skripsi S1 di salah satu fakultas. Mahasiswa tersebut telah menanamkan dalam pikirannya, bahwa akan ada sesuatu reaksi negatif dari salah satu penguji menyangkut hasil skripsi nan dibuatnya. Mahasiswa itu sudah mempersiapkan hal terburuk, dan menunjukkan sikap dari pola optimistik. Menunjukkan pesimistis, dan meningkatnya kesamaan buat mengantisipasi hal negatif.
Beberapa penelitian nan dilakukan oleh Shepperd dan sejawatnya (Shepperd dkk, 2000) menunjukkan hasil bahwa orang memang bersiap buat menghadapi hal nan terburuk dan menjadi pesimistis jika berada pada kondisi nan memungkinan mereka mendapatkan kabar buruk.
Perlu ditekankan bahwa ini ialah dispensasi terhadap suatu anggaran generik mengenai optmisme. Dalam kebanyakan situasi, kita cenderung menjadi optimis nan hiperbola mengenai kehidupan kita dan peristiwa-peristiwa sosial, namun kita bisa berpindah menjadi pesimis apabila cara ini dapat melindungi kita dari kekagetan warta jelek nan tak diharapkan.
3. Berpikir Kognitif
Bentuk sosial dasar nan lain ialah cara berpikir secara kognitif. Berpikir kognitif dalam teori sosial ini merupakan semacam berpikir secara rasional dan sistematis, meskipun harus membutuhkan waktu dan usaha nan besar.
- Berpikir Konterfaktual
Cara berpikir konterfaktual, dalam psikologi disebut pemikiran konterfaktuan (counterfactual thinking) merupakan kesamaan membayangkan hasil nan lain dari situasi atau keadaan nan sesungguhnya. Cara berpikirnya dengan cara