Produksi Gas Indonesia Berlimpah Tapi Makin Mahal
Seperti apa produksi gas Indonesia ? Produksi gas Indonesia dikabarkan cukup tinggi. Tetapi, harganya pun selangit hingga pada era Dahlan Iskan memimpin PT. PLN, Indonesia terpaksa membeli gas dari Iran. Kalau dikatakan Indonesia merupakan pemasok gas cukup besar ke Jepang, artinya ada pemasukan nan cukup besar pula dari perdagangan gas ini. Mengapa malah harga gas tak dapat semakin turun? Banyak kebingungan nan timbul. Entah logika apa nan digunakan oleh pemerintah hingga tak mampu membuat gas menjadi lebih bersahabat dengan rakyat.
Produksi Gas Indonesia Berlimpah Tapi Makin Mahal
Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro, baru-baru ini mengatakan bahwa Indonesia tengah mengembangkan gas konvensional dan non-konvensional semisal gas metana batubara (CBM) dan shale gas. Kedua jenis gas ini akan memberikan pendapatan nan cukup tinggi ke cadangan devisa negara. Bahkan masa menurut A. Edy Hermantoro, Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 buat cadangan dan pengembangan gas non-konvensional seperti CBM.
Ekspor gas Indonesia sendiri hampir seimbang dengan prosentasi pemakaian dalam negeri (45,4% buat dalam negeri dan 46,2% buat ekspor). Artinya, ada pemasukan nan cukup tinggi dari sektor gas. Lalu mengapa harga gas buat rumah tangga semakin hari semakin naik. Awalnya, harga LPG 3kg itu hanya 13 ribu. Sekarang, harganya sudah mencapai hingga 20 ribu. Bahkan buat LPG 12kg, harganya lebih gila lagi. Malah ada nan menjual lebih dari 90 ribu per tabung. Itu pun terkadang isi tabung tak penuh.
Pembangunan SPBG di beberapa daerah belum juga terlihat dikebut demi menunjang ketersediaan gas bagi mobil-mobil nan telah mengubah bahan bakarnya dari solar atau bensin ke gas. Tidak heran kalau banyak taksi dan mobil angkutan perkotaan kini menggunakan bahan bakar solar atau bensin lagi. Padahal konverternya sendiri tak murah.
Sepertinya pemerintah ini masih setengah hati dalam memberikan solusi penggunaan gas. Masyarakat sendiri bukannya tak mau menggunakan gas. Di beberapa daerah dengan cadangan gas cukup banyak seperti di Sumatera Selatan dan sekitarnya, penggunaan gas buat rumah tangga telah diterima dengan baik. Di beberapa perumahan, meteran nan ada di rumah-rumah ada tiga. Satu meteran PAM, satu meteran listrik, dan satunya meteran gas.
Per bulan pemakaian gas rumah tangga ini masih dikategorikan murah bagi rumah tangga nan sangat aktif memasak. Kalau dibanyak kota ada fasilitas seperti ini, sepertinya kelangkaan gas tabung dapat teratasi. Permainan pedagang terkadang memang membuat pusing. Mereka dengan seenaknya membuat harga-harga menjadi tak karuan.
Pertamina sendiri dikatakan mengalami banyak hambatan dalam memproduksi gas buat rumah tangga. Bahkan ada kabar bahwa sebentar lagi, harga gas akan ikut naik seiring dengan harga bahan bakar minyak nan akan dinaikan. Ongkos produksi dan ongkos kirim menjadikan gas tabung ini membutuhkan biaya produksi nan lebih tinggi.
Upaya Meningkatkan Produksi
Mungkin masyarakat pada umumnya hanya tahu bahwa harga elpiji semakin mahal. Mereka tak tahu betapa orang-orang nan berkepentingan dengan penyediaan gas buat rakyat ini terus berupaya mendapatkan cadangan gas dengan jumlah nan banyak. Misalnya, adanya pembangunan kilang mini LPG di daerah Banyuasin, Sumatera Selatan. Pembangunan kilang mini ini menghabiskan dana tak kurang dari 100 miliar rupiah.
Para investor ternyata tak mau menanamkan sahamnya dikilang mini sebab menganggapnya tak menguntungkan. Pemerintah mengambil inisiatif melakukan pembangunan tersebut dengan asa bahwa ada bukti bahwa kilang mini pun mampu memberikan keuntungan. Luas tanah loka kilang mini LPG ini sekira 3,2 hektar saja.
Tanah nan tak terlalu luas ini menjadi satu pertaruhan tersendiri bagi pemerintah bahwa dengan kapital seperti itu, pihak Pertamina nan nantinya diserahi tugas mengeksplorasinya, mampu memberikan laba dalam waktu nan tak lama.
Pemerintah cukup serius buat mengkonversikan minyak ke gas. Tidak heran kalau ada peningkatan penggunaan gas nan tadinya hanya sekira 1,2 juta metrik ton per tahun, pada tahun 2012 saja telah menjadi 5,6 juta metrik ton. Untuk tahun 2013, penggunaan gas ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat.
Kalau perekonomian meningkat, artinya bahan bakar dalam bentuk apa pun dibutuhkan demi menunjang pembangunan itu. Untuk itulah, pemerintah cukup berharap bahwa ada pasokan gas dari swasta. Pada oktober 2013, diharapkan hal itu akan terwujud dengan akan segera beroperasinya kilang Sebuku di lepas pantai Sulawesi. Kilang Sebuku ini dikelola oleh pihak Pearl Oil.
Selain adanya upaya buat terus meningkatkan pasokan gas, pemerintah juga telah membuat program donasi bagi rakyat nan kurang mampu dan usaha kecil atau usaha mikro. Tidak kurang paket sebanyak 1,732 juta LPG 3 kg nan akan dibagikan ke beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi tengah, Gorontalo, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dan Aceh.
Pembagian LPG 3 kg itu tentu saja sebagai upaya mengatasi protes nan mungkin akan dilakukan oleh rakyat nan kurang puas dengan adanya planning penaikan harga bahan bakar minyak. Hati rakyat harus disenangkan dahulu agar mereka tak memberontak. Kalau rakyat lapar, mereka mungkin akan menjadi gelap mata.
Selain itu, demi menangani protes nan mungkin akan terjadi itu, pemerintah juga merencanakan akan memberikan paket donasi berupa dana tunai sebesar 150 ribu per orang bagi nan berada di garis kemiskinan. Paket ini mungkin saja tak banyak membantu namun paling tak mengurangi imbas nan kurang baik dari kenaikan harga BBM tersebut.
BBM Over Kuota, LPG?
Terjadinya kelangkaan BBM di seluruh tanah air dan mengularnya antrian pembelian BBM di berbagai SPBU, disebabkan BBM bersubsidi nan telah melewati batas kuota nan ditetapkan. Inilah salah satu karena akan diberlakukan pengurangan subsidi dengan meningkatkan harga jual BBM. Saat ini LPG 3kg memang belum terlalu bermasalah. Nantinya, bukan tak mungkin bahwa LPG (Liquefied Petroleum Gas) 3kg ini akan ‘over’ kuota.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, akan ada revisi Peraturan Menteri ESDM No 26 tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas. Jadi, rakyat bersiap saja kalau nanti harga LPG 3kg ini semakin meningkat. Bagaimana pun niscaya ada penyalahgunaan LPG 3kg di tengah masyarakat. Harganya nan begitu jauh dibandingkan dengan harga LPG 12 kg dan 50 kg, membuat banyak juga nan mengambil jatah buat rakyat miskin ini.
Belum adanya rasa bersalah dan berdosa kalau mengambil hak orang lain, membuat peningkatan penggunaan LPG 3 kg secara drastis. Seharusnya mungkin para pengguna LPG 3kg harus mempunyai kartu khusus. Kalau hal ini diterapkan, betapa banyaknya dana nan harus dikeluarkan demi mendata siapa saja nan berhak mendapatkan kartu tersebut. Belum lagi biaya pembuatan kartu dan pendataan penyebaran kartu. Duh, Indonesia, negara ini harus terus berjuang menuju keteraturan dan kedisplinan nan tinggi.
Nah, itulah ulasan seputar produksi gas di Indonesia. Semoga bermanfaat!