Peningkatan Kebutuhan Besi
Pengolahan bijih besi di Indonesia dirasakan belum maksimal padahal negeri ini tidak kurang melimpahnya bijih besi nan dapat dimanfaatkan buat berbagai industri seperi mobil, pesawat terbang, dan konstruksi gedung. Namun rupanya bangsa kita belum mampu memanfaatkan segala macam sumber daya, khususnya pertambangan bijih besi buat menghasilkan dan menjadi seumber pemasukan tinggi untuk negara.
Sudah lazim negeri ini difahami sebagai negeri pengimpor sekalipun berbagai sumber daya dipunyai. Seperti migas misalnya, mayoritas diekspor secara mentah dan kembali lagi ke Indonesia dalam keadaan siap pakai nan tentunya harganya sudah berbeda jauh. Begitu juga dengan bijih besi, pengolahan bijih besi di loka ini belum maksimal sebab teknologi nan dimiliki masih belum sepenuhnya memadai.
Mengkaji Teknologi Pengolahan
Lembaga nan memiliki dapat dipercaya dan kemampuan buat melakukan penelitian dalam hal pengolahan bijih besi, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mulai melakukan kajian menyoal teknologi tepat guna buat memaksimalkan pengolahan bijih besi.
Menurut forum tersebut, dalam mengolah bijih besi dierlukan teknologi pengolahan nan berbeda antara jenis bijih besi nan satu dengan lainnya. Begitu juga dengan Indonesia nan banyak menghasilkan bahan standar bijih besi jenis laterit.
Pengolahan bijih besi ini membutuhkan teknologi nan tepat berdasarkan teknologi kokas batu bara nan jenis batubaranya antrasit. Namun, sebab di Indonesia banyak menghasilkan jenis batubara nan lebih rendah dari kokas, maka teknologi nan digunakannya pun harus menyesuaikan dengan energi batu bara tersebut. Memang ada batubara jenis antrasit di Indonesia, yakni dihasilkan dari Sumatera Barat nanun jumlahnya sangat minim.
Sebaliknya, mayoritas batu bara nan dihasilkan Indonesia lebih rendah kadarnya dari jenis antrasit. Sebab itu, maka teknologi pengolahannya pun harus disesuaikan dengan ketersediaan batubara, apakah itu pasir besi atau bijih besi laterit.
Dijelaskan oleh pihak dari BPPT bahwa mereka sudah melakukan penelitian intensif mengenai konsentrat bijih besi nan terdapat di Kalimantan Selatan. Bijih besi dikonsentrat, sehingga ketika sudah mencapai bijih besi berkonsentrat eksklusif baru dilakukan pengolahan selanjutnya menjadi besi dan baja.
Peningkatan Kebutuhan Besi
Empirisnya kebutuhan global akan besi dan baja terus mengalami peningkatan signifikan. Banyaknya pembangunan infrastruktur seperti jalan, telekomunikasi, jembatan, dan gedung-gedung mengharuskan pasokan akan kebutuahn besi terus menrus meningkat.
Di Indonesia saja, kebutuhan besi nasional sudah mencapai 7,5 juta ton sementara produksinya baru mencapai 5 juta ton. Berarti kita defisit sangat banyak, yakni 2,5 juta ton dan itu harus segera diatasi dengan meningkatkan pula jumlah produksi besi nasional.
Karena lambannya produksi besi nasional dirasakan sangat lamban maka buat memenuhi kebutuhan nan terus mendesak jalan keluarnya dilakukan dengan impor. Kelambanan produksi besi nasional ini lebih sebab disebabkan ketergantungan lokal terhadap luar negeri baik dari segi saranan penunjang pengolahan, maupun teknologi kita nan masih sederhana.
Namun demikian, semoga dengan konsistennya lembaga-lembaga terkait seperti BPPT dalam usaha buat menemukan teknologi nan sinkron dan tepat guna buat pengolahan bijih besi ini bisa, paling tak mencukupi kebutuhan konsumsi besi nasional.