Dampak Negatif Pertambangan Nikel
Sejarah dan Sumbangannya Pada Bangsa
Sebagai bagian dari kekuasan Kerajaan Tidore, penduduk pulau ini banyak juga nan beragama Islam. Pulau cantik ini berada di wilayah Provinsi Maluku Utara, tepatnya terletak di Kecamatan Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah. Pulau ini terletak di bagian ujung tenggara dari Pulau Halmahera, berbatasan dengan wilayah Papua Barat, yaitu Kepulauan Raja Ampat. Ketika perang memperebutkan Irian Barat atau Papua, pulau ini menjadi basis pasokan logistik.
Masyarakatnya terutama nan berada di desa Patani, tentu saja dengan bahagia hati dan dengan jiwa nasionalisme nan tinggi ikut membantu Mayor Suharto nan pada saat itu ikut serta dalam perlawanan merebut Papua. Bersama dengan tentara, masyarakat membuat stasiun radio. Radio ini dimaksudkan buat menyiarkan hal-hal nan memprovokasi agar perang dimenangkan oleh bangsa Indonesia. Akhirnya memang Papua sukses diduduki oleh bangsa Indonesia kembali walaupun kini masih menyisakan beberapa orang nan tetap tak puas dengan hasil nan diraih.
Pulau Gede ini mempunyai hasil alam nan cukup luar biasa sehingga masyarakatnya dapat menikmati air higienis dan listrik secara gratis. Semua itu dipasok oleh PT. Aneka Tambang Tbk nan mengeksplorasi kandungan alam pulau ini. Tetapi ada isu nan berkembang bahwa persediaan nikel di pulau ini telah habis sehingga PT. Aneka Tambang Tbk akan hengkang dari pulau nan cukup bersejarah tersebut. Masyarakat tentu saja cukup gelisah. Mereka takut bahwa pasokan listrik dan air higienis nan selama ini gratis, akhirnya harus dibayar dnegan harga cukup mahal.
Mereka semakin risi bahwa surga nan selama ini dapat dinikmati akan terbang bersama dengan perginya perusahaan nan selama ini memanjakan mereka. Sebenarnya pantas saja masyarakat menikmati anugerah nan telah diberikan Tuhan kepada mereka. Mungkin sebab mereka tak tahu harus berbuat apa sehingga ada rasa risi dan kecemasan nan berlebihan. Manusia paling pandai beradaptasi. Masyarakat niscaya dapat mencari solusi dari apa nan akan mereka hadapi ke depannya.
Kekhawatiran itu beralasan. Seperti juga di daerah tambang lain di Indonesia. Perusahaan pertambangan ini benar-benar menggerakan roda perekonomian. Pasar-pasar menjadi ramai dan perputaran uang pun cukup besar. Para pekerja tambang dan keluarganya nan tentunya mempunyai penghasilan nan cukup besar ikut meramaikan pasar. Kalau semuanya pergi, maka bukannya tak mungkin bahwa pasar nan tadinya cukup ramai, lalu menjadi sepi.
Tetapi mungkin pulau ini tak akan menjadi seperti pulau hantu nan ada di Jepang. Pulau hantu nan ada di Jepang ditinggalkan setelah masa pertambangan selesai. Gedung-gedung milik perusahaan tambang nan dahulu diisi oleh begitu banyak orang, kini tinggal saksi bisu. Mereka ada tapi tiada penghuninya lagi. Masyarakat kecamatan Gede nan cukup banyak ini tentunya tak akan meninggalkan pulau tersebut begitu saja.
Fasilitas di pulau dengan luas 40 km persegi ini cukup lengkap. Bahkan ada bandara perintis. Mungkin sebab ada pertambangan maka bandara ini memang dibutuhkan. Apalagi mengingat apa nan telah dilakukan oleh pemerintah ketika akan menyerang Belanda nan bercokol di Papua. Keberadaan bandara ini cukup dimaklumi. Pelabuhannya juga bagus. Pengiriman nikel ke Jepang membutuhkan kapal nan cukup besar.
Rasanya sayang kalau semua fasilitas nan ada di pulau ini tak dimanfaatkan. Niscaya ada banyak hal nan dapat dilakukan walaupun perusahaan pertambangan telah menutup bisnisnya. Masyarakat dapat menggunakan gedung dan peralatan lain nan tak terpakai lagi sebagai wahana pelatihan atau wahana pembelajaran. Masyarakat harus tetap hayati dan berusaha menunjang kehidupan mereka dengan cara nan baik dan benar.
Cara Menggapai Pulau Gebe
Perjalanan menuju Pulau Gebe bisa dilakukan melalui jalur laut, melintasi Selat Jailolo, bisa juga menggunakan pesawat carter. Pulau Gebe tak terlalu luas. Penduduknya pun tak begitu banyak, hanya sekitar empat ribu jiwa. Dahulu, masyarakat Pulau Gebe kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Mereka memang orang-orang sederhana nan mempunyai pandangan hidup kerja nan cukup bagus. Mereka bukan tipe masyarakat nan mau berpangku tangan.
Penopang Roda Ekonomi Nasional
Meskipun terbilang tak besar dari sisi ukuran luasnya, Pulau Gebe mampu memberikan kontribusi nan sangat signifikan buat sektor perekonomian Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara, bahkan pada skala nasional. Pulau Gebe mampu menjadi penopang roda perekonomian nasional berkat kekayaan alam nonmigas nan dimilikinya, yaitu nikel. Pertambangan nikel Pulau Gebe dikelola oleh PT Aneka Tambang Tbk.
Nilai produksi nan dihasilkan dari aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gebe ini sangat tinggi, mencapai puluhan juta dolar Amerika per tahunnya. Jepang merupakan salah satu negara pengimpor nikel mentah hasil tambang Pulau Gebe. Karena nilai ekonomi nan sedemikian tinggi nan dihasilkan dari komoditi nikel ini, berbagai wahana pun dibangun di pulau ini demi mendukung produktivitas kegiatan penambangan.
Di Pulau Gebe, dibangun sebuah pelabuhan, yaitu Pelabuhan Kapaleo. Pelabuhan ini memang diprioritaskan sebagai jalur buat mengangkut nikel ke luar pulau. Adanya tambang Nikel juga membuat Pulau Gebe menjadi wilayah nan sangat ramai. Hal ini sebab banyak pendatang nan mendiami pulau ini. Mereka ialah para karyawan penambangan.
Kompleks-kompleks perumahan pun dibangun buat hunian mereka, nan berpuluh tahun kemudian, ketika mereka meninggalkan Pulau Gebe, rumah-rumah ini diwariskan kepada penduduk lokal. Penduduk tentu saja bahagia tetapi bersedih. Mereka bahagia dapat mendapatkan rumah nan cukup representatif dan sangat berbeda dengan rumah-rumah khas rumah nelayan atau rumah petani nan mereka bangun. Mereka sedih sebab pulau loka tinggal mereka menjadi sepi dan kegiatan perekonomian juga tak akan ramai lagi.
Dampak Negatif Pertambangan Nikel
Di satu sisi, keberadaan tambang nikel di Pulau Gebe memang mampu memberikan kontribusi nan sangat besar terhadap bergulirnya roda perekonomian nasional. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa aktivitas penambangan nikel ini juga membawa akibat negatif nan cukup besar, baik terhadap alam maupun kondisi sosial masyarakat setempat.
Aktivitas penambangan nikel di Pulau Gebe nan dikelola PT Aneka Tambang telah dimulai sejak akhir tahun 70-an dan baru ditutup pada tahun 2004. Aktivitas penambangan dalam kurun waktu panjang ini telah mengakibatkan kerusakan lingkungan nan sangat parah. Aktivitas penambangan nikel ini telah merusak hutan, tanah, dan bahari di sekitar lokasi. Tanah di wilayah ini telah berubah menjadi merah dan tak bisa lagi diolah menjadi huma pertanian. Rona merah dampak aktivitas penambangan ini juga terjadi pada laut.
Tak hanya alam nan menjadi korban pendayagunaan tambang nikel di Pulau Gebe. Masyarakat setempat pun tidak luput dari nelangsa. Beroperasinya tambang nikel telah mengubah pola hayati penduduk Pulau Gebe. Masyarakat nan semula menggantungkan hayati sebagai petani dan nelayan, mengalihkan mata pencaharian pada sektor pertambangan.
Ketika kekayaan nikel pulau ini telah habis ditambang dan perusahaan nan mengelolanya tidak lagi beroperasi, mereka pun kehilangan sumber ekonomi. Sedangkan, buat kembali menekuni pekerjaan lama mereka, tak semudah membalikkan telapak tangan. Pasca penambangan, tanah, laut, dan hutan nan telah rusak tidak mampu lagi menjadi sandaran penghidupan.
Pekerjaan Rumah Atas Pulau Gebe
Aktivitas penambangan nikel di Pulau Gebe mamang menyisakan sejumlah persoalan nan mau tidak mau harus dicari solusi terbaiknya. Hal paling mendesak nan mesti dilakukan ialah mengembalikan kesuburan tanah nan telah hilang. Jika tujuan ini telah tercapai, pasti masyarakat bisa kembali mengolahnya menjadi huma pertanian nan produktif.
Penanaman kembali huma bekas lokasi tambang ialah hal pertama nan bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan kesuburan tanah Pulau Gebe seperti semula. Bumi ini telah sedemikian lelah menanggung berbagai kerusakan dampak ulah anak manusia. Jika perusakan alam tak segera dihentikan, manusia sendirilah nan pada akhirnya bakal menuai buah pahitnya.