Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia
Secara sederhana, hukum ekonomi dapat kita artikan sebagai ketentuan-ketentuan nan berlaku dalam sistem atau kegiatan ekonomi. Hukum ekonomi ini biasanya berpusat pada empat kegiatan dasar ekonomi, antara lain produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi.
Sebagai contoh, permintaan tinggi berdampak pada harga nan tinggi, merupakan salah satu hukum ekonomi. Atau ketika persebaran uang dalam jumlah banyak akan berdampak pada penurunan nilai mata uang, juga termasuk hukum ekonomi.
Hukum Ekonomi Liberal
Gagasar mengenai hukum ekonomi atau lebih tepatnya ekonomi liberal pertama kali dipopulerkan oleh Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nation . Gagasan ekonomi liberal nan paling kuat ialah slogan "laissez faire laissez passer, le monde va de lui-meme" nan dapat diartikan "jangan campur tangan, biarkan saja, alam dapat berjalan sendiri".
Gagasan ini digunakan kaum liberal buat mengatasi campur tangan negara atau kekuatan-kekuatan lain dalam mempengaruhi ekonomi serta pasar. Singkat kata, kaum liberal dalam sistem ekonominya tak menghendaki adanya campur tangan siapa pun. Mereka mempercayai bahwa dalam ekonomi terdapat kekuatan nan disebut the invisible hand .
Negara tak perlu campur tangan ketika harga kebutuhan pokok di pasar naik, atau ketika pengangguran dalam penduduk bertambah. Mereka mempercayai bahwa kekuatan nan tak terlihat itu akan membawa perekonomian dalam kondisi nan kembali stabil.
Ketika pengangguran merebak, kekuatan itu akan mengendalikannya dengan menyerap tenaga kerja dengan upah kecil. Artinya, solusi upah kecil tersebut ialah jalan nan muncul dari kekuatan nan tak terlihat itu.
Ekonomi liberal sukses menyebarkan pengaruhnya dalam sistem kapitalisme nan sekarang sedang berjalan. Dengan prinsip semangat persaingan, masyarakat dibawa menuju apa nan sekarang disebut pasar bebas. Setiap kegiatan ekonomi tak hanya bisa dilakukan di wilayah negara masing-masing, tetapi bisa menembus batas-batas negara.
Begitu pula pasar bebas ini membuka peluang bagi setiap orang buat bekerja di negara mana pun. Persaingan bukan hanya terjadi dalam persaingan ekonomi semata, tetapi terjadi pula dalam persaingan memperoleh pekerjaan.
Dengan semangat persaingan tersebut, setiap perusahaan mengefisienkan produksi mereka agar bisa menghasilkan laba nan berlimpah ruah. Di sinilah, hukum akumulai modal (pertambahan modal) menjadi tak bisa dihindarkan. Setiap orang atau perusahaan secara terus menerus mengakumulasikan modal mereka.
Bisnis dan usaha tak bisa lagi dijalankan dalam satu bidang. Mereka harus mengepakan sayap ke bidang-bidang nan nan lain. Makanya tak heran, satu perusahaan memiliki cabang-cabang usaha nan begitu beragam.
Hukum ekonomi liberal membuka kemungkinan nan sangat besar terhadap kesenjangan sosial. Mereka nan memiliki kekuatan kapital besar bisa menjalankan usahanya hingga pada akhinya melakukan monopoli. Sementara itu, mereka nan hanya memiliki kapital seadanya tergerus oleh derasnya arus persaingan.
Di sisi lain, ekonomi liberal menyisakan problem di mana negara berkembang semakin miskin dan negara maju semakin kaya dengan diluncurkannya program donasi utang, baik nan dimotori oleh IMF maupun World Bank.
Hukum Ekonomi Merkantilis
Dari kondisi tersebut, hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa peningkatan jumlah kekayaan suatu negara bukanlah hasil dari usaha "halal" nan mereka peroleh. Hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa jumlah kekayaan global itu tetap dalam perkembangan dan keadaannya. Oleh sebab itu, kekayaan berlebih nan dimiliki suatu negara merupakan rampasan dari kekayaan negara lain.
Kita dapat lihat bagaimana kekayaan alam negara seperti Indonesia diambil alih oleh perusahaan-perusahaan asing di dunia. Negara nan mendukung program eksplorasi alam semakin bertambah kekayaannya, sementara negara pemilik kekayaan tersebut masih tetap dalam kondisi nan miskin. Di sini kita dapat melihat logisnya hukum ekonomi nan dikemukakan oleh kaum merkantilis.
Dalam karyanya The End of History and The Last Man , Francis Fukuyama menilai bahwa abad 20 merupakan kemenangan absolut nan diperoleh kapitalisme dalam menguasai politik, sistem ekonomi, serta kekayaan dunia. Mimpi bahwa global dipimpin oleh satu kekuatan ekonomi tampaknya sudah sangat dekat. Kini maupun nanti hanya akan ada dua golongan dalam hukum ekonomi, mereka nan berkuasa secara mutlak, dan mereka nan dikuasai secara absolut pula.
Karena itulah, banyak orang nan berharap datangnya sistem ekonomi nan lebih adil dari ekonomi liberal. Yang bisa membawa kemakmuran bagi semua manusia, serta bisa meningkatkan kemakmuran dan kemajuan bagi negara-negara miskin di dunia.
Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia
Hukum ekonomi syariah merupakan bagian dari syariah atau hukum Islam nan berkembang pesat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Hukum ekonomi syariah ialah penyatuan antara hukum ekonomi konvensional (yang sudah melewati transformasi proses Islamisasi hukum oleh ahli-ahli ekonomi Islam) dan fiqh mu'amalat konvensional nan memiliki akar panjang di dalam sejarah Islam. Wajar saja jika hukum ekonomi syariah masih dianggap hal baru di beberapa negara nan berpenduduk muslim sebab sedikitnya peraturan perundang-undangan negara nan mendukung serta prektik peradilan.
Pada umumnya, hukum materil ekonomi syariah di Indoensia baru tersedia berbentuk fiqh para fuqaha atau fatwa Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) bersifat khusus. Sebagian fatwanya sudah menjadi bagian dari peraturan BI (Bank Indonesia) lewat upaya positivasi fatwa.
Untuk mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang hukum ekonomi syariah nan krusial bagi penyelesaian konkurensi di pengadilan, Mahkamah Agung RI sudah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No.02 Tahun 2008 mengenai Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) terdiri atas empat buku, yaitu tentang subek hukum dan amwal, akad, zakat dan hibah, serta akuntansi syariah.
Baik pemerintah maupun DPR RI diharapkan memiliki inisiatif di masa nan akan datang buat meningkatkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah lewat produk perundang-undangan.
Tindakan lainnya nan harus dilakasanakan di masa nan akan datang terkait hukum ekonomi syariah yaitu membuat Forum Fatwa Negara dengan cara meningkatkan status DSN MUI menjadi Forum Fatwa Negara berlandaskan undang-uindang dan kedudukannya sejajar. Contohnya di Malayasia dengan adanya kantor Mufti, di mana jika fatwa nan diterbitkan, diumumkan dalam lembaran negara, fatwa tersebut memiliki kekuatan nan sama dengan undang-undang.
Di dalam bidang hukum ekonomi syariah pun sudah lahir perundang-undangan tentang perbankan syariah dan Surat berharga Syariah Negara nan mengindikasikan syariat atau hukum Islam sebagai hukum materiil ekonomi syariah. Sebenarnya, minimnya perundang-undangan dalam bidang hukum ekonomi syariah tak menjadi halangan bagi hakim-hakim buat memutuskan konkurensi eksklusif nan diajukan ke pengadilan.
Para hakim dapat mengembangkan sumber hukum ekonomi syariah nan berupa fatwa dan peraturan perundang-undangan ekonomi syariah dengan cara tarjih dari pendapat-pendapat nan sudah ada. Selain itu, bisa juga dilakukan istinbath dan ijtihad tentunya dengan batas kemampuan nan dimiliki.
Perkembangan hukum ekonomi nan bersifat syariah Islam di Indonesia akhir-akhir ini memperlihatkan syariat atau hukum Islam sebagai hukum nan di terapkan di sini. Hukum ini didukung oleh masyarakat lewat para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, peradilan, keulamaan, dan lain sebagainya.
Peraturan perundang-undangan nan masih minim sesungguhnya bukanlah halangan serius bagi para hakim peradilan agama buat memutuskan konkurensi ekonomi syariah. Hal ini sebab sejak dulu para hakim ini selalu memutuskan sebuah perkara dengan berpedoman pada syariat Islam sebagai ius constitum bagi global Islam. Dengan adanya hukum ekonomi syariah, setidaknya sebagian besar fiqh mu'amalat sudah menjadi hukum Indonesia.