Kesederhanaan Sajak Sapardi Djoko Damono
Manusia ialah makhluk. Makhluk ialah sesuatu nan bisa tumbuh dan berkembang. Namun, manusia tak dapat disamakan dengan makhluk lain, spesies lain. Perbedaannya terletak pada keadaan manusia nan memiliki akal budi dan perasaan.
Akal budi merupakan alat buat menangkap global dengan pikiran. Akal budi tersebut membuat manusia bisa mengambil cerminan dirinya dalam relasinya dengan manusia nan lain. Kecenderungan tujuan, kecenderungan pemikiran, kecenderungan penderitaan, membuat sebuah keterikatan sosial dan satu ‘benang merah’ nan tidak pernah dapat dilepaskan dari hakikat setiap manusia.
Pada saat akal budi dan khayalan bersama-sama terbentuk, manusia menjadi sadar akan kesendiriannya dan ketidaktahuannya. Kondisi krisis eksistensi ini mendorong manusia buat menghubungkan dirinya dengan manusia lain.
Menurut Fromm juga, kebutuhan ini dikatakan sebagai kebutuhan nan berada di belakang semua kenyataan nan berbentuk holistik interaksi manusia nan intim, holistik hasrat nan disebut cinta atau perasaan ( feeling ) dalam arti kata nan seluas-luasnya.
Sajak Sapardi Djoko Damono dalam Bingkai Psikoanalisis
Dalam perkembangannya sendiri, pertumbuhan manusia secara individu, umumnya mengalami beberapa masa.
Sigmund Freud, salah satu ahli psikologi terkemuka di global membagi tahap-tahap perkembangan manusia ke dalam empat bagian. Argumen ini ia utarakan berdasarkan strata usia pada umumnya. Dalam tahapan tersebut, kepribadian seseorang akan berkembang pada umumnya.
- Tahap Infantil. Masa kelahiran bayi hingga berumur 4-5 tahun.
- Tahap Laten. Perkembangan seseorang dari umur 4-5 tahun hingga masa pubertas.
- Tahap Genital. Termin dari masa pubertas dan berlansung sepanjang hayati seseorang.
- Tahap Kematangan. Termin pencapaian.
Tahap Infantil, ialah saat masa di mana seseorang belajar akan sesuatu nan terjadi dalam lingkungnnya, seperti halnya bicara, berjalan, mengenal orang nan di sekitarnya, dan sebagainya.
Tahap Laten merupakan masa kanak-kanak mulai berteman dengan lingkungannya, dengan teman-teman sebayanya dan kadang dalam masa inilah bisa dilihat bagaimana dasar pembentukkan ego atau pribadinya.
Tahap Genital, ialah masa dimana seseorang telah mengalami masa pubertas. Termin ini bisa dilihat dari adanya perubahan fisik pada beberapa bagian tubuh, wanita dan pria. Dari segi mental, seseorang akan mulai merasakan ketertarikkan pada seseorang atau sesuatu nan di sebut Freud sebagai pemenuhan Id (gejala buat memenuhi kepuasan dalam diri manusia nan tak disadari oleh manusia itu sendiri).
Tahap terakhir ialah termin kematangan. Termin ini sendiri, menurut Freud cukup sulit membedakannya dari termin sebelumnya, sebab lebih bersifat kematangan mental seseorang dalam menghadapi problema nan dihadapi seseorang.
Perjalanan kehidupan manusia ini, diungkapkan oleh Sapardi Djoko Damono lewat sebuah karyanya, Catatan Masa Kecil nan ia tulis di tahun 1971. Puisi ini termasuk dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni .
Catatan Masa Kecil sendiri terbagi dalam tiga bagian. Sedikit catatan tentang pembagian ini, mungkin hal ini dilakukan Sapardi atas ketidakpuasannya terhadap hasil karyanya sendiri.
Karya nan ia rasa belum lengkap dari segi makna ia tulis kembali lanjutannya sebagai pelengkap puisi nan telah ada. Ada beberapa puisi nan terbagi dalam beberapa bagian, selain puisi Catatan Masa Kecil. Misalnya, Bunga1 dan Bunga 2, Sonet : X dan Sonet : Y.
Berikut ini lampiran puisi Catatan Masa Kecil , karya Sapardi Djoko Damono.
CATATAN MASA KECIL 1
Ia menjenguk ke dalam sumur wafat itu dan nampak garis patah-patah dan berkas rona peruk dan kristal-kristal hitam nan pernah disaksikannya ketika ia sakit dan mengigau memanggil-memanggil ibunya. Mereka bilang ada ular menjaga dasarnya. Ia melemparkan batu ke dalam sumur wafat itu dan mendengar suara nan pernah dikenalnya lama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri nan pertama kali. Mereka bilang sumur wafat itu tidak pernah keluar airnya.
Ia mencoba menerka kenapa ibunya tak pernah mempercayai mereka.
CATATAN MASA KECIL 2
Ia mengambil jalan lintas dan jarum-jarum rumput berguguran oleh langkah-langkahnya. Langit belum berubah juga. Ia membayangkan rahang-rahang bahari dan rahang-rahang kembang lalu berpikir apakah burung nan tersentak dari ranting lamtara itu pernah menyaksikan rahang-rahang bahari dan rahang-rahang kembang terkam-menerkam. Langit belum berubah juga. Angin begitu ringan dan dapat meluncur kemana pun dan dapat menggoda bahari sehabis menggoda kembang tetapi ia bukan kembang angin dan ia kesal lalu menyepak sebutir kerikil. Ada nan terpekik di balik semak. Ia tidak mendengarnya.
Ada nan terpekik di balik semak dan gemanya menyentuh sekuntum kembang lalu tersangkut pada angin dan terbawa sampai ke bahari tetapi ia tak mendengarnya dan ia membayangkan rahang-rahang langit kalau hari hampir hujan. Ia sampai di tanggul sungai tetapi mereka nan berjanji menemuinya ternyata tidak ada. Langit sudah berubah. Ia memperhatikan seekor srigunting nan senantiasa bergerak dan mereka nan berjanji mengajaknya ke seberang sungai belum juga tiba lalu menyaksikan butir-butir hujan jatuh ke air dan ia memperhatikan lingkaran-lingkaran itu melebar dan ia membayangkan mereka tiba-tiba mengepungnya dan melemparkannya ke air.
Ada nan memperhatikannya dari seberang sungai tetapi ia tidak melihatnya. Ada.
CATATAN MASA KECIL 3
Ia turun dari ranjang lalu berjingkat dan membuka ventilasi lalu menatap bintang-bintang seraya bertanya-tanya apa gerangan nan di luar semesta dan apa gerangan nan di luar luar semesta dan terus menunggu karena merasa ada nan akan lewat memberitahukan hal itu padanya dan ia terus bertanya-tanya sampai akhirnya terdengar ayam jantan berkokok tiga kali dan ketika ia menoleh nampak ibunya sudah berdiri di belakangnya dan berkata “biar kututup ventilasi ini kau tidurlah saja setelah semalam suntuk terjaga sedang udara malam dursila sekali perangainya”
Dalam sajak Sapardi Djoko Damono nan berjudul Catatan Masa Kecil tersebut, ada beberapa petanda nan mengarah pada eksistensi kemanusiaan. Eksistensi kemanusian mungkin akan selalu berubah, sebab manusia sendiri merupakan makhluk nan kompleks.
Sebabnya, manusia memiliki pilihan dalam sikap dan perbuatan. Ia tak seperti hewan nan hanya memiliki naluri kehidupan (reproduksi dan mencari makanan). Namun, meski eksistensi humanisme selalu menjadi bahan perbincangan dari zaman ke zaman, ada hal-hal nan tidak dapat dilepaskan dari setiap sosok manusia.
Inilah nan bisa dianggap sebagai hakikat manusia. Hakikat tersebut bersifat individual, dalam artian, ada proses perubahan generik nan selalu terjadi dalam setiap diri individu. Freud sendiri beranggapan bahwa perubahan nan berkaitan dengan individu, sifatnya lebih mengarah kepada perubahan seksualitas, juga pada naluri kematian ( Thanatos ) dan naluri kehidupan ( Eros ).
Sedangkan secara sosial, secara keterhubungkaitan manusia dengan objek di luar dirinya, dengan manusia lain, alam, dan ruang transenden (sesuatu nan tidak tercapai oleh akal budi juga pengetahuan empirik), Fromm merumuskan hakikat manusia menjadi 5 macam.
Kesederhanaan Sajak Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai penyair nan mampu mengolah kata-kata sederhana menjadi sebuah lirik puisi nan latif dan penuh makna ( dulce et utile ). Berbeda dengan Taufiq Ismail nan banyak menulis puisi dengan tema sosial, sajak Sapardi Djoko Damono lebih banyak menceritakan hal-hal nan mempribadi, nan diungkapkan dalam puisi-puisi liriknya dan pusi-puisi suasananya, nan pada zamannya memberikan pula rona eksklusif bagi perkembangan dan pertumbuhan puisi Indonesia modern.
Soni Farid Maulana (2004) mengungkapkan bahwa puisi Sapardi lebih kepada pengucapan nan subjektif, nan ringkas, sebab mempertahankan keutuhan emosi nan lebih banyak menggunakan imaji-imaji sugestif daripada mengutarakan pernyataan-pernyataan konklusif. Dalam puisi-puisinya, Sapardi telah menyatukan diri dengan lirik. Ia telah membebaskan diri dari desakan pengaruh sajak-sajak perjuangan masa lalu.
Berikut beberapa sajak Sapardi Djoko Damono dengan lirik nan sederhana, namun tetap memiliki makna nan dalam.
PADA SUATU HARI NANTI
pada suatu hari nanti
jasadku tidak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tidak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tidak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
1991
***
DALAM SAKIT
waktu lonceng berbunyi
percakapan merendah, kita kembali menanti-nanti
kau berbisik: siapa lagi akan tiba
siapa lagi menjemputmu berangkat berduka
di ruangan ini kita mistik dalam gema. Di luar malam hari
mengendap, kekal dalam rahasia
kita pun setia memulai percakapan kembali
seakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi
***
KUHENTIKAN HUJAN
Kuhentikan hujan. Kini matahari
merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan--
ada nan berdenyut
dalam diriku:
menembus tanah basah;
dendam nan dihamilkan hujan
dan cahaya matahari
Tak dapat kuhentikan matahari
memaksaku menciptakan bunga- bunga
***
METAMORFOSIS
ada nan sedang menanggalkan pakaianmu satu demi satu
mendudukkanmu di depan cermin, dan membuatmu bertanya-tanya,
"tubuh siapakah gerangan nan kukenakana ini?"
ada nan sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu,
menimbang-nimbang hari lahirmu, mereka-reka sebab-
karena kematianmu --
ada nan sedang diam-diam berubah menjadi dirimu
***
DI TANGAN ANAK-ANAK
Di tangan anak-anak, kertas menjelma bahtera Sinbad
yang tidak takluk kepada gelombang, menjelma burung
yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak kembang di hutan;
di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.
"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."
Puisi-puisi Sapardi tersebut terasa menarik dan memberikan rona baru. Sebab, ia menyimpang dari tema-tema perjuangan dan juga pernyataan-pernyataan konklusif tentang suatu hal, nan biasanya terkait dengan persoalan sosial-politik. Apalagi jika dikaitkan dengan keadaan zaman saat Sapardi memulai berkaya. Saat itu rezim Orde Lama masih berkuasa.
Sejumlah kritikus sastra nan tergabung dalam Forum Kebudayaan Rakyat (Lekra) nan berpayung di bawah Partai Komunis Indonesia sering menilai bahwa jika karya sastra nan ditulis oleh para pengarang tak menyuarakan persoalan-persoalan sosial-politik, semangat perjuangan melawan kapitalisme Amerika, dengan serat-merta dicap sebagai pengarang antirevolusi.
Selain menulis puisi dan esai, penyair nan lahir di Solo, 20 Maret 1940 ini juga menulis cerpen. Dua kumpulan cerita pendeknya nan telah terbit masing-masing berjudul Pengarang Telah Mati (2001), dan Membunuh Orang Gila (2003).