Pria Juga Masak

Pria Juga Masak

Masak merupakan kegiatan mengolah bahan-bahan makanan menjadi sebuah hidangan. Hidangan nan merupakan hasil dari proses memasak atau masak, disebut juga masakan. Klarifikasi ini terdengar sia-sia, sebab toh semua niscaya sudah tahu dan paham betul mengenai apa itu masak. Sangat keterlaluan jika ada manusia nan tak paham betul apa itu masak.

Dalam kehidupannya, manusia melakukan berbagai upaya. Upaya-upaya tersebut tentu saja dilakukan agar kehidupan bisa berjalan semestinya. Salah satu upaya nan dilakukan ialah ya masak ini. Dengan masak, kebutuhan pangan manusia bisa terpenuhi. Bahan-bahan kuliner nan masih mentah dan tak enak dikonsumsi, disulap menjadi aneka kuliner nan lezat.



Masak nan Identik dengan Wanita

Kegiatan nan ada di global ini, sebagian ada nan dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Terkesan diskriminatif sebenarnya. Namun, kenyataannya di lapangan seperti itu. Ada beberapa kegiatan nan pantas dilakukan lelaki tetapi tak pantas dilakukan oleh wanita dan ada juga sebaliknya. Walaupun pada kenyataannya, batasan-batasan tersebut kadang dilanggar oleh masyarakatnya itu sendiri, termasuk ketika membicarakan kegiatan masak ini.

Masak merupakan kegiatan nan lumrahnya, umumnya, dilakukan di dapur dan dapur ialah daerah kekuasaan para wanita, daerah kekuasaan para ibu rumah tangga. Maka dari itu, tidaklah heran jika kemudian, masak selalu identik dengan wanita. Kegiatan mengolah bahan makanan ini ialah bukti diri absolut nan dimiliki oleh kaum hawa.

Pendapat seperti itu semakin “dikuatkan” dengan istilah tiga “ur” buat wanita. Istilah ini cukup akrab bagi beberapa masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Sunda. Istilah tiga “ur” itu antara lain mencakup kegiatan nan ada dapur, sumur, dan kasur. Pandangan itu, semakin menjelaskan bahwa masak-memasak ialah salah satu kewajiban nan dimiliki oleh wanita. Mengingat masak merupakan kegiatan nan kebanyakan dilakukan di dapur.

Keidentikan ini seolah menjadi keharusan nan tabu apabila tak dilakukan. “Jadi wanita ya harus dapat masak”, begitulah kira-kira. Asumsi seperti itu telah terjadi selama berpuluh-puluh tahun. Turun-temurun menghendaki wanita buat menguasai berbagai resep masakan. Hal ini berbanding lurus dengan keidealan wanita sebagai ibu rumah tangga. Bahwa ibu rumah tangga ya salah satu syaratnya ialah dapat masak.

Pandangan-pandangan seperti itu belakangan ini mungkin dianggap kuno. Sejalan dengan segala kepraktisan nan tersaji di depan mata. “Gak dapat masak, ya tenang aja, warung padang juga banyak di pinggir jalan.” Asumsi seperti itulah nan perlahan mengikis habis sebuah (sebut saja) tradisi nan telah dimiliki wanita selama berpuluh-puluh tahun.

Jika tak dengan asumsi seperti itu, banyaknya forum penyaluran tenaga pembantu rumah tangga juga menjadi sesuatu nan dianggap sebagai “jalan keluar” dari kurangnya kemampuan wanita dalam memasak. Bahwa masak tak harus dikuasai selama ada pembantu. Dan nan mereka seolah lupa bahwa pembantu nan mereka bayar buat memasak rata-rata ialah wanita.

Dari sini sangat jelas bisa ditarik kesimpulan, bahwa masak itu ya memang karakteristik khasnya wanita. Masak itu ialah salah satu keahlian nan meskipun tak mahir, tapi paling tidak, seharusnya dapat sedikit-sedikit dikuasai. Ya, setidaknya masak telur ceplok tentu perkara nan sangat mudah, bukan?



Masak sebagai Daya Tarik Wanita

Anda niscaya pernah memergoki seorang wanita, nan syahdan modern, tak dapat masak. Mereka bahkan kesulitan membedakan mana ketumbar dan mana merica atau mana jahe dan mana kencur. Ini sebenarnya sebuah gejala pergeseran peran-peran sosial. Walaupun tak dituliskan secara kodrati, tetap saja, dapat masak akan membuat wanita memiliki daya tarik.

Wanita itu akan terlihat cantik dan berdaya tarik bukan hanya dari fisik. Setidaknya itulah nan banyak diungkapkan oleh para wanita dengan pemikiran terbuka. Masak, nan terkesan sepele dan tak penting, ternyata juga memberikan akibat nan luar biasa. Wanita akan terlihat menarik, seksi, ketika ia mampu menyuguhkan sebuah kuliner nan bercita rasa lezat buat orang-orang nan dikasihinya.

Anda nan sudah punya pasangan niscaya dapat merasakan kekuatan dari sebuah kemampuan memasak ini. Ketika keadaan interaksi tengah tak baik dan Anda ingin memberikan sesuatu nan istimewa, memasak makanan kesukaan pasangan dapat menjadi upaya nan cukup baik. Setidaknya, ketika perut pasangan Anda kenyang dan lidahnya termanjakan, ia akan mampu berpikir jernih dan masalah pun dapat dengan cepat selesai.

Terdengar hiperbola memang, tapi coba saja buktikan! Hal nan harus diingat ialah pastikan bahwa apa nan Anda masak benar-benar enak. Jika tidak, alih-alih masalah selesai, hal itu malah akan membuat suasana jadi tambah kacau. Jadi, sebelum nekat menyuguhkan masakan, sebaiknya Anda belajar memasak terlebih dahulu. Setidaknya, pelajari resep kuliner kegemaran pasangan Anda.

Ketika masak, wanita menjadi dirinya sendiri. Ia serius dan tekun buat membuat kuliner menjadi enak. Ketekunan tersebut menyiratkan bahwa wanita ingin memberikan nan terbaik buat orang-orang terdekatnya. Dengan kata lain, masak ialah upaya wanita buat menunjukkan rasa sayangnya terhadap seseorang. Dan sepertinya, hal tersebutlah nan membuat wanita terlihat cantik ketika memasak.

Berupaya buat menyuguhkan kuliner tanpa memedulikan risiko seperti teriris pisau, terciprat minyak nan panas, dan badan serta rambut nan menjadi bau sebab asap masakan, akan membuat si wanita tampak seksi. Sex appeal nan dimiliki seorang wanita akan terpancar. Persis seperti ketika para wanita melihat pria bersedia berberat-berat membawakan barang untuknya.

Jadi, siapa bilang masak itu pekerjaan mudah?! Masak itu sulit. Ada seninya, ada aturannya, dan nan niscaya ada risikonya. Akan tetapi, bagi wanita nan dapat menaklukkan itu, ada sebuah “penghargaan” nan menyenangkan. “Penghargaan” tersebut datang dari orang-orang sekitar. Sebuah penghargaan nan didasari ketulusan dan bukan voting atau penilaian, yaitu pujian.

Jika dilihat secara lebih jauh, masak sebenarnya juga termasuk dalam insting seorang wanita. Mengapa? ya itu tadi, masak ialah upaya dalam menunjukkan rasa sayang terhadap orang-orang di sekitarnya dan afeksi ialah sifat alami nan dimiliki oleh wanita.

Jadi, kalau ada seorang wanita nan tak dapat memasak, sesungguhnya ia ingin belajar memasak, wanita tersebut niscaya ingin dapat memasak. Namun, sebab satu dan lain hal, masak akhirnya menjadi sebuah kegiatan nan tak begitu diprioritaskan.



Pria Juga Masak

Keidentikkan masak dengan kaum hawa perlahan mendapatkan “saingan”, bahwa masak kini juga sudah mulai digeluti oleh para pria. Hal ini bukan lagi menjadi sesuatu nan aneh. Para pria sibuk berjibaku dengan bahan-bahan makanan dan alat masak serta celemek ialah pemandangan nan sudah biasa belakangan ini. Lihat saja koki-koki nan ada di restoran, hampir sebagian besar ialah koki pria.

Dalam hal ini, masak sudah dianggap sebagai sebuah seni. Masak bukan lagi dianggap sebagai pemenuhan kebutuhan terhadap asupan makanan semata. Masak dipelajari sebagai sebuah ilmu nan menarik, bahwa memadupadankan bumbu-bumbu persis dengan memadupadankan warna-warna cat pada kanvas ketika melukis, serta bernilai rasa sama ketika memadupadankan tangga-tangga nada hingga menjadi sebuah lagu.

Bagi mereka nan menggilai makanan, kegiatan masak ini menjadi sebuah kegiatan nan menakjubkan. Maka tak heran jika para pria nan menyukai seni, juga penasaran terhadap masak ini. Bagi mereka, sukses menggabungkan bahan-bahan makanan serta bumbu sepertinya merupakan sebuah prestasi tersendiri.

Jadi, bisa dipastikan bahwa ketika pria menggemari kegiatan masak, alasan primer mengapa hal ini sampai terjadi ialah bukan semata sebab ingin dapat mengenyangkan perut tanpa donasi wanita, tetapi lebih kepada kecintaan terhadap seni, lebih kepada kepuasan mereka ketika sukses menaklukkan bumbu-bumbu.