TKI dan Permasalahannya
kwd]Permasalahan TKI[/kwd] (Tenaga Kerja Indonesia) merupakan bagian dari pekerjaan rumah nan tidak kunjung selesai ditangani oleh para penguasa dan pejabat negeri. Istana negara telah berganti penghuni, tapi persoalan para pahlawan devisa tidak kunjung selesai. Kerumitan penyelesaian tersebut sama runyamnya dengan upaya pemberantasan korupsi para pemimpin nan masih tetap meraja lela. Menjadi orang Indonesia rasanya sungguh malu melihat berbagai kondisi dan permasalahan nan tidak kunjung selesai. Anak-anak negeri ini pergi keluar negeri mencari sesuap nasi, tidak sporadis dianiaya dan berujung pada maut, sementara para pemimpinnya sendiri bergelimang harta hasil curian milik rakyat.
Permasalahan TKI menyisakan beberapa catatan krusial nan perlu kita renungkan dan pahami. Bagaimanapun juga para pahlawan devisa ini telah menyumbang dan mebantu geliat pemasukan ekonomi dalam negeri. Persolan penganiayaan merupakan bentuk ujian harga diri sebuah bangsa Indonesia. Apakah kita dapat tegas membela rakyat sendiri atau justru rela menelantarkan para pahlwan ini lantaran sibuk memikirkan persolan-persolan lain dalam negeri nan tidak kunjung habis.
TKI dan Permasalahannya
Ada beberapa hal nan perlu dipahami terkait permasalah TKI nan setiap saat menyeruak menjadi headline primer media-media nusantara, hal tersebut diantaranya sebagai berikut;
1. Komitmen pemerintah menyediakan lapangan kerja dalam negeri
Benarkah negara Indonesia ini terlampau miskin buat menyediakan lapangan pekerjaan bagi para penduduknya? Lantas kenapa setiap detik, setiap saat kita senantiasa mendengar warta korupsi nan dilakukan para pejabat negara nan jumlahnya milyaran dan trilyunan rupiah. Jadi sebenarnya negara Indonesia ini miskin atau tidak?
Persoalan mendasarnya ialah perihal komitmen. Permasalahan TKI nan terus saja muncul membutuhkan komitmen dari pemerintah buat menyelesaikannya. Jika saja pemerintah berkomitmen memberantas korupsi dan serius menyediakan lapangan pekerjaan, rasanya para TKI nan bekerja di luar negeri akan sedikit mendapat angin segar buat bisa bekerja di rantau sendiri.
Komitmen pemerintah buat memebrantas sebuah budaya korupsi di dalam pemerintahan itus endiri terasa sangatlah berat. Beberapa kasus nan terajadi saat ini sungguh menjadi sebuah bertentangan dengan harapan tragis tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Beberapa partai nan menduduki tampuk kekuasaan paling tinggi dalam pemerintah saat ini malah terbukti dan telah menjadi tersangka sebuah kasus korupsi. Bukankah hal tersebut ialah sebuah bertentangan dengan harapan mengingat mereka begitu gemar menyerukan buat memberantas korupsi tetapi di dalam rumah tangganya sendiri terjerat kasus korupsi.
Jika hal tersebut dilakukan oleh ara bawahan kecil nan baru bergabung mungkin masih dapat ditolerir oleh sebagian masyarakat mengingat begitu membudayannya korupsi di negeri ini. Namun jika kasus korupsi tersebut sudah berada di jalur para pemimpinnya maka hal tersebut dirasakan sangat ganjil.
Jika para petingginya saja sudah berani buat melakukan korupsi maka dapat dijadikan sebagai acuan bagiamana dengan bawahannya? Bukan bermaksud buat mengecilkan mereka atau siapa saja tetapi hal tersebut ialah sebuah fenomena nan getir nan harus diterima oleh negeri ini.
Sampai saat ini mengeneai kasus korupsi masih kecil sekali asa nan diberikan kepada rakyat buat memberantasnya. Rakyat sudah tak percaya lagi dengan pihak pemerintah nan mengiklankan berbagai produk anti korupsi tetapi kenyataannya ialah nihil dan nol besar.
Padahal dari dana nan digunakan buat korupsi tersebut sangatlah cukup buat membuka sebuah lapangan pekerjaan nan baru. Sebuah lapangan pekerjaan nan mampu menahan keinginan seseorang buat bekerja jauh dari tanah kelahirannya.
Untuk apa bekerja di loka lain jika di loka sendiri sudah ada sebuah pekerjaan nan mampu mencukupi kebutuhan hayati sehari-hari. Dengan demikian seseorang tak akan lagi mudah buat tergiur bekerja di loka nan jauh sebab di loka sendiri sudah ada sebuah pekerjaan nan layak buat mereka hayati sehari-hari.
2. Bentuk tanggung jawab terhadap pahlawan devisa
Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan kebijakan pemerintah terkait penanggulangan persoalan lapangan pekerjaan di dalam negeri. Kebijakan ini perlu dipertanggung jawabkan dengan berbagai bentuk konservasi terhadap keberadaan para tenaga kerja tanah air nan bekerja di luar negeri.
Pertanggung jawaban ini juga sekaligus sebagai bentuk konservasi pemerintah terhadap warga negaranya nan berada di luar negeri. Terhadap warga negara nan berada di luar negeri saja perlu dilindungi, terlebih pada para pahlawan devisa seperti tenaga kerja nan memberi kontribusi besar terhadap pendapatan negara.
Selama ini nan kita lihat bahwa peran dan tanggung jawab dari pemerintah masih sangatlahkurang. Betapa tidak? Masih sering kita dengar warta tentang tenaga kerja Indonesia nan mendapatkan siksaan dan perlakuan tak mengenakan di luar negeri.
Bukankah hal tersebut terjadi sebab masih kurangnnya tanggung jawab dari pemerintah dalam menjaga hak dan keamanan dari para tenga kerja Indonesia tersebut di luar negeri. Berbagai kasus nan sering terjadi ialah adanya pelecehan seksual dan gaji nan tak dibayarkan juga sebab lemahnya pemerintah kita.
Pemerintah baru mau unjuk gigi bahkan hal tersebut masih dapat dibilang ompong ketika media sudah menyorotnya. Sebut saja kasus sanksi wafat nan akan dilakukan terhadap salah satu tenaga kerja Indonesia. Pemerintah langsung singgap sebab ada media nan meliputnya.
Singgapnya pun dapat terbilang kurang kuat atau masih lemah di mata negara nan kita jalin kerja samanya. Padahal kedua negara masing-masing saling membutuhkan antara satu dengan nan lainnya. Satu negara butuh tenaga kerja dan kita sendiri butuh pekerjaan buat kehidupan nan layak.
Tetapi pada kenyaataannya seolah-olah hanya kita saja nan membutuhkan mereka dan mereka tak membutuhkan kita. Padahal tanpa adanya buruh atau tenaga kerja maka pabrik tak akan dapat berjalan. Hal inilah nan kurang disadari oleh kedua belah pihak sehingga rakyat kecil yakni tenaga kerja kitalah nan dirugikan sebab kurang konservasi hukum dari pemerintah itu sendiri.
3. Kasus humanisme dan pelanggaran HAM
Berbagai bentuk penganiayaan fisik nan berujung pada kematian banyak diderita oleh para tenaga kerja Indonesia, terutama tenaga kerja wanita. Penganiayaan nan tidak manusiawi ini merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Persoalan humanisme dan pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut jelas bertentangan dengan amanat konstitusi perundang-undangan nan menyangkut Hak Asasi Manusia. Pemerintah perlu memandang hal ini secara serius.
Berbagai kasus nan sering terjadi memang telah menjadi sorotan publik dan media. Sering kali kita mendengar terjadinya pelecehan seksual dan tenaga kerja nan tak dibaya di luar negeri. Semua itu dapat terjadi sebab lemahnya konservasi nan diberikan oleh pemerintah itu sendiri.
Jika pemerintah kita kuat di luar negeri maka sudah niscaya akan memberikan agunan nan luar biasa ketika ada raknyatnya nan berada di luar negeri. Seperti halnya negara Amerika nan begitu memperhatikan rakyatnya nan berada di luar negeri.
Ketika ada rakyat mereka nan terluka di luar negeri maka dengan sigap pemerintahan negara tersebut langsung mengusutnya. Hal tersebut juga membuat negara nan dituju enggan buat berlama-lama bermasalah dengan negara nan satu ini.
Inilah contoh dan bukti bahwa ketika negara tersebut begitu kuat dalam melindungi rakyatnya maka negara lainnya akan enggan dan sungkan buat mengusiknya. Namun jika negara tersebut terlalu lemah dalam pelrlindungan rakyatnya maka negara lain pun tak sungkan buat bermain.
4. Bentuk perbudakan era modern
Permasalahan TKI nan selalu menyayat hati insting terkadang tidak ubahnya kita lihat sebagai bentuk perbudakan modern nan masih dialami sebagian pekerja tanah air di luar negeri. Penganiayaan fisik nan hiperbola dan tidak sporadis berujung pada kematian sama halnya dengan perlakuan nan diterima oleh seorang tuan terhadap budaknya. Dan di tengah perbudakan modern nan dialami sebagian rakyat negeri ini di luar negeri, hal memalukan malah dipertontonkan para pejabat dan wakil-wakil rakyat nan kerap tak amanah dengan tugas mereka sebagai wakil rakyat.
Kehadiran tenaga kerja di luar negeri memang seperti sebuah budak dan bukanlah seorang asisten rumah tangga. Hal tersebut akan terlihat sekali ketika berada di daerah luar negeri terutama timor tengah nan begitu kental dengan perbudakkan.
Jangankan di sana di negara tetangga kita sendiri yakni Malaysia dan Singapura, kehadiran tenaga kerja indonesia tak ubahnya dengan sebuah barang dagangan. Sungguh sangat miris sekali negeri ini dan sudah sepatutnya di negeri nan kaya ini buat memaksimalkan potensi nan ada demi kepentingan rakyat.
Dengan demikian kejadian TKI nan tak mengenakkan di luar negeri dapat dihilangkan sebab di negeri kita sendiri sudah kaya. Namun sayang sekali sebab pemerintah masih berpihak kepada asing dalam pengelolaan sda nan ada sehingga negeri kita nan sudah miskin ini menjadi semakin miskin.