Mengenal Jenis-jenis Baju Tradisional Bali
Baju tradisional di negara kepulauan Indonesia sangat beragam, salah satunya ialah pakaian tradisional Bali . Pada zaman kependudukan Belanda di Bali, tahun 1849 hingga 1882, masyarakat Bali telah memakai kebaya sebagai pakaian tradisional Bali. Kala itu, para wanita Bali masih memperlihatkan bagian dada mereka, kecuali saat acara-acara resmi, mereka menggunakan epilog dada dan kemben. Kebaya wanita Bali diadaptasi oleh masyarakat Buleleng, Kabupaten Bali Utara.
Munculnya asumsi pemakaian kebaya Bali sebab sebagai tanda kelas hayati mereka nan disebut kasta. Namun, asumsi itu tak sepenuhnya benar, sebab secara generik pemakaian pakaian tradisional khas Bali seperti kebaya ini justru menandakan kelas ekonomi mereka. Wanita Bali membeli kebaya di pasar dan ada pula nan menenun kainnya sendiri. Bagus atau tak kain kebaya nan mereka gunakan menjadi karakteristik disparitas kekayaan nan dimilikinya.
Mengenal Jenis-jenis Baju Tradisional Bali
Baju tradisional khas Bali buat wanita tidak hanya kebaya, kain kemben, kancrik, kain wastra, anteng, stagen, selendang songket (di bahu), kemben songket juga merupakan pelengkap pakaian tradisional. Jika dipakai secara lengkap, biasanya rambut wanita Bali disanggul dan diberi hiasan kepala berwarna emas serta bunga-bunga.
Kemben ialah kain pembalut tubuh nan digunakan oleh wanita, pria, juga anak-anak dari kasta apa pun. Kancrik ialah selendang epilog tubuh, kadang-kadang digunakan pula sebagai alas penjunjung beban serta melindungi paras dari matahari. Anteng merupakan epilog dada. Kemben, Kancrik, dan Anteng digunakan wanita Bali di kegiatan sehari-hari juga pada kesempatan tertentu. Jenis kain lainnya nan digunakan sebagai pakaian tradisional antara lain batik, endek, sutra, dan perada.
Kain Geringsing
Kain nan paling terkenal akan keunikan dan keindahannya ialah kain geringsing. Proses penenunannya pun memerlukan kesabaran dan ketelitian. Hal nan paling diutamakan yaitu proses pewarnaannya sebab akan menentukan estetika dan kualitas kain tersebut. Rona dasarnya hanya tiga rona yaitu hitam, merah, dan kuning muda.
Kain geringsing ini dibedakan menjadi dua macam yaitu geringsing selem (hitam) dan geringsing barak (merah). Karakteristik khas kain ini terdapat di ujung-ujung kainnya. Tiga rona dasar nan ada muncul di ujung kain. Kain geringsing ini memiliki ukuran-ukuran nan berbeda. Kain geringsing ukuran paling besar dengan pola ragam hias lebar serta proses pengikatannya lebih longgar disebut geringsingan perang dasa. Kain Geringsing ukuran menengah disebut geringsing wayang. Kain Geringsing nan berukuran paling kecil disebut geringsing patlikur.
Motif nan terdapat di kain geringsing ini sangat bervariasi. Umumnya, motif kain ini terinspirasi oleh tanaman kembang dan binatang. Motif-motif tersebut di antaranya patlikur, cemplong, kebo, wayang, dan lubeng. Motif hias pada kain geringsing memperlihatkan pengaruh unsur-unsur Mesir, India, Cina, dengan pengaruh Hindu nan kuat. Semua motif itu berpadu dengan budaya orisinil Indonesia. Apabila diamati secara keseluruhan, kain ini melambangkan nilai seni nan tinggi dan kemewahan.
Baju Pengantin
Umumnya, para pria Bali terbiasa bertelanjang dada. Ini merupakan tradisi pria Bali selama ratusan tahun. Mereka hanya menggunakan kemben, destar, ikat kepala (udeng). Ada tiga jenis pakaian tradisional khas Bali nan dipakai di acara pernikahan masyarakat Bali, yaitu nista, madya, dan utama. Serangkaian pakaian tradisional tersebut disebut juga dengan "payes agung".
Tata rias pengantinnya tidak begitu menyolok, namun bahan kain pengantin sangat khas dengan bahan prada. Perhiasan nan dipakai oleh pengantin memiliki strata dan terlihat latif melambangkan kekhusuan. Strata perhiasan nan tinggi itu terlihat dari hiasan sanggul. Pembuatan sanggul pengantin wanita ini dikenal dengan nama "mapusungan". Sanggul biasanya dihiasi dengan kembang mawar, kenanga, cempaka kuning dan putih.
Hiasan kepala ( petitis ) sang pengantin menggunakan hiasan bunga-bunga terbuat dari emas. Pelengkap perhiasan emas lainnya yaitu gelang kana dipakai di lengan atas, badong dipakai di bagian leher, subeng cerorot, cincin, dan sepasang gelang naga satru.
Kain Tenun
Masyarakat Bali juga memakai kain tenunan tradisional di upacara pangkas gigi seperti kain songket dan kain peperadan. Para pria memakai udeng (ikat kepala), kain wastra, dan kapuh . Biasanya kain umpal geringsing dipakai juga sebagai penahan kapuh dengan cara diikatkan di ujungnya seperti selendang. Umpal ini menjadi hal nan paling dibanggakan. Para wanita Bali pun memakai kain kemben, kain songket, dan selendang songket.
Kain tenun ikat khas Bali telah dipamerkan di beberapa pagelaran seni dan busana tradisional. Kain "endek" menjadi salah satu kain tenun istimewa sebab pada abad 18, hanya golongan bangsawan Bali saja nan memakainya. Corak kain "endek" ini melambangkan status sosial ekonomi.
Kain tenun ini biasa dipakai masyarakat Bali saat melakukan ritual di pura. Pemakaian kain ini telah tersebar hingga ke seluruh penjuru pulau Dewata. Kain ini memiliki nilai jual sangat tinggi dan bernilai seni tinggi pula. Kain tradisional Bali dapat didapatkan di beberapa loka penjualan busana tradisional di Bali.
Tempat lain nan menjual kain-kain khas Bali biasanya pasar seni di even tertentu. Biasanya, turis asing maupun domestik memiliki minat nan luar biasa terhadap cinderamata khas Bali. Beberapa website menyediakan jasa penjualan online kain khas Bali dan busana, salah satu situsnya ialah www.busanabali.com
Harga kain tradisional "endek tenun" Bali ialah Rp225.000, sedangkan kemben nan telah dimodifikasi menjadi dress dihargai Rp50.500. Kain kebaya dengan beberapa variasi pilihan harganya berkisar antara Rp85.000 - Rp285.000. Tersedia juga kain sarung motif kotak-kotak (kain poleng) khas Bali dengan harga Rp40.000.
Pada masyarakat Bali, kain sarung ini digunakan oleh petugas keamanan desa nan disebut pecalang. Para pecalang memakai kain ini sebagai simbol bahwa mereka dipercaya menjadi "pengaman" terhadap hal-hal nan baik atau jelek nan terjadi di masyarakat adat Bali.
Makna motif kotak-kotak di kain ini menggambarkan taraf pemikiran manusia nan sederhana menuju taraf perkembangan nan lebih sempurna. Rona hitam-putih di motif kotak-kotak itu menjadi penanda bahwa pemahaman ajaran Hindu memperlihatkan adanya hal nan antagonis dalam kehidupan masyarakatnya seperti utara-selatan, tinggi-rendah, baik-buruk, dan sebagainya.
Batik
Bali juga memiliki batik nan khas dengan corak nan menampilkan gambar binatang seperti rusa, burung bagau, kura-kura, dan naga. Semua ditampilkan dengan warna-warna alami, kreatif, serta unik. Setiap simbol nan ditorehkan di corak batik Bali memiliki nilai filosofi agama dan nenek moyang nan agung. Motif-motif dan corak nan ada di batik juga diaplikasikan pada bordir kebaya dan pakaian adat Bali lainnya.
Setelah mengenal pakaian tradisional Bali, kita sebagai pelaku budaya dan pemakai pakaian tradisional dari daerah manapun di Indonesia, khususnya Bali, harus tetap menjaga kelestariannya. Walaupun kemungkinan mengalami perubahan modifikasi tetap ada, semoga nilai-nilai seni dan kemewahannya tidak pudar oleh jaman. Bagaimana pun, nilai-nilai luhur adat nan terkandung di dalam pakaian adat ialah warisan estetika nan mampu mengangkat harkat dan prestise bangsa Indonesia di mata negara-negara asing.