Hikmah dari Rajawali

Hikmah dari Rajawali

Rajawali kerap dijadikan simbol. Burung nan terkenal gagah perkasa ini, menjadi inspirasi tersendiri bagi manusia nan ingin menyerap keperkasaan Rajawali. Sebagai mahluk hayati nan masuk dalam kategori unggas, maka Rajawali memang berbeda dengan unggas lain semisal bebak atau bahkan ayam. Rajawali ialah keperkasaan. Rajawali ialah kekuasaan.

Di sini kita akan membahas lebih detail mengenai si burung bermata tajam ini. Kenapa disebut dengan mata tajam? Pasalnya burung nan satu ini, Rajawali, menurut para peneliti memiliki kemampuan nan tidak dapat dimiliki oleh manusia. Bukan soal terbang, sebab manusia memang kalah dengan burung apapun lantaran manusia sama sekali tidak dapat terbang sendiri jika tidak menggunakan alat semisal pesawat atau apapun nan dapat mengangantarkannya ke angkasa.



Mata dan Kuku ialah Simbol Keperkasaan Rajawali

Konon, simbol nan sering muncul dari anggota tubuh Rajawali ialah kukunya nan tajam. Kuku nan siap menerkam apa saja nan menjadi mangsanya. Akan tetapi, ternyata ada bagian anggota tubuh Rajawali nan sangat menginsipirasi manusia, yakni matanya. Kita sering kali mendengar ada nan berkata bahwa, "tatapan setajam mata Rajawali".

Ini ialah salah satu hal nan memang tak main-main. Pasalnya, oleh global ilmu pengetahuan nan berkaitan dengan mahluk hayati berupa unggas, Rajawali memang memiliki sesuatu nan lebih pada diri matanya. Mata? Ada apa dengan mata Rajawali?

Ada hal istimewa ternyata nan diberikan Tuhan kepada mahluk nan tidak diberikan kepada manusia nan disebut-sebut sebagai mahluk nan paling sempurna. Seperti nan ada pada mata Rajawali ini. Sebagaimana dikabarkan oleh para ahli dan juga berlaku pada kalangan khalayak ramai, bahwa Rajawali adalah burung nan disebut-sebut sebagai burung nan memiliki daya penglihatan maha dahsyat.

Ketajaman penglihatannya ini ternyata dapat mengalahkan tajamnya tatapan nan ada pada mata manusia seperti kita ini. Dalam hal ini Rajawali lebih unggul dari manusia, pasalnya Rajawali memiliki jumlah fotoreseptor pada retina lebih banyak dibandingkan dengan manusia normal sekali pun.

Jika pada manusia fotoreseptor hanya sebanyak 200 ribu/mm, maka pada burung Rajawali nan terkenal ini terdapat sebanyak 1 juta/mm. Sungguh mengagumkan, bukan? Maka tidak heran jika kemudian kita melihat iklan salah satu merek makanan ringan nan menggunakan gambar garuda, maka nan biasa menjadi fokus gambar pada iklan tersebut ialah bagaimana tatapan Rajawali nan sangat tajam mengamati sasaran di depannya.

Nah, hal nan juga tidak kalah santer dari sosok burung Rajawali ini ialah soal usia. Berbeda dengan kebanyakan burung-burung lain, burung Rajawali memiliki keunikan tersendiri dalam hal usia dalam menjalani hidup. Pasalnya burung Rajawali ternyata mampu hayati selama 70 tahun selayaknya manusia, bahkan kadang dapat melebihinya sebab manusia banyak nan wafat di bawah usia tersebut.

Usia 70 tahun ialah usia nan panjang bagi seekor binatang. Akan tetapi, ternyata Rajawali harus memilih apakah hanya akan hayati di usia 40 tahun lalu mati, atau menambah kembali usianya sebanyak 30 tahun lagi dengan catatan harus melewati masa transformasi nan syahdan disebut-sebut sebagai masa nan sangat menyakitkan bagi seekor burung Rajawali.

Dengan kata lain, ketika Rajawali memilih buat hayati 70 tahun, maka dia harus menjalani semacam treatment nan sangat menyakitkan dan dalam bahasa manusia mungkin dikenal dengan istilah hari-hari nan melelahkan dan memerihkan rasa. Pasalnya, saat Rajawali berusia 40 tahun tersebut, maka kondisinya layaknya manusia nan sudah renta. Ini ditandai dengan rupa paruh di mulutnya nan terlihat lebih melengkung. Saking melengkungnya, maka panjangnya dapat mencapai lehernya sendiri.

Jika ini terjadi, maka secara alamiah Tuhan akan menjadikan wafat sebab ia sendiri akan kesulitan dalam hal melahap makanan. Jika ini dibiarkan, maka lambat laun si Rajawali akan tewas dengan sendirinya. Pada masalah lain, Rajawali tua ini kemudian memiliki ketebalan bulu nan luar biasa. Dari sisi penampilan memang oke, akan tetapi bagi si Rajawali sendiri ini ialah petaka nan sangat menyiksa. Apa alasannya?

Bayangkan saja, bagaimana mungkin si Rajawali ingin terbang bebas sementara bulu nan ada di badannya sudah terasa berat dan sangat membebani? Nah, lho. Dari sini juga dapat dipahami kalau Rajawali tersebut akan tak lagi lihai terbang tinggi. Jika sudah begini, bisa-bisa dia dimangsa oleh binatang lain nan memanfaatkan keringkihannya.



Transformasi Ala Rajawali

Lantas apa nan terjadi pada Rajawali jika ia memutukan diri buat memperpanjang hidupnya dengan cara melakukan "perubahan kembali muda" lagi nan terkenal sangat menyakitkan? Ini tentu sama seperti halnya ular nan harus berusaha keras dan menahan sakit manakala dia harus mengganti kulit agar menjadi muda dan enerjik lagi. Nah, jika memilih memperpanjang umur itu ialah hal nan dipilih, maka sang Rajawali biasanya akan melakukan ritual nan panjang.

Biasanya dimulai, ia harus bersusah payah terbang dengan kondisinya nan sudah renta buat mencari loka atau pegunungan nan tinggi dan jauh dari jangkaun manusia atau juga binatang lainnya. Setelah itu dia juga harus membangun sarang dengan tenaga nan sudah tidak perkasa lagi.

Setelah sarang nan representative telah selesai ia bangun, maka dengan susah payah dan sendiri ia menahan sakit nan maha. Pasalnya si Rajawali akan sibuk dengan kesakitan nan tiada tara manakala ia harus mematuk-matukkan paruhnya sendiri pada bebatuan keras di dekat sarangnya seperti halnya burung nan sedang stress sebab sebuah masalah kehidupan nan tidak tertanggungkan. Sesakit apa pun ia akan menahannya.

Kita sebagai manusia mungkin membayangkan bagaimana airmata si Rajawali terurai sebab menahan sakit melakukan hal nan mengerikan itu. Akan tetapi semua itu dilakukan agar paruh tuanya tersebut terlepas sehingga paruh baru akan muncul selayaknya tunas-tunas pada tanaman di musim hujan.

Saat paruh baru mulut sudah tumbuh dan kekar, maka ritual Rajawali ini pun tidak selesai sampai di sini saja. Ternyata paruh baru tersebut langsung digunakan sebagai alat buat mencopoti kuku-kuku di kakinya. Ini pun bukan hal nan mengasyikkan, sebab silakan kalian wahai manusia membayangkan apa rasanya jika kuku Anda dicabut. Tentu sakitnya akan terasa ke ubun-ubun kepala dan jelas airmata Anda akan terburai. Ini pun membutuhkan waktu lama, dan konfiden tetaplah menyakitkan.

Pun jika kemudian kuku-kuku lama sudah tercabut dan kuku baru bertumbuhan dengan waktu nan tak sedikit, tugas berikutnya ialah mencabuti bulu-bulu nan tebal bermasalah tadi. Akan tetapi ini bukan lagi tugas paruh baru, akan tetapi pekerjaan mencabut bulu ini tidak lain dan tidak bukan ialah dikerjakan oleh kuku-kuku di kaki. Kalau dalam bahasa manusia, antara paruh dan kuku, mereka bergiliran saling membantu.



Hikmah dari Rajawali

Nah, barulah jika sayap tebal dan alot itu dicabut dengan rasa sakit nan juga menyengat, barulah kemudian si Rajawali dapat kembali terbang gagah perkasa, mengangkasa seperti sedia kala, disegani mitra dan ditakuti lawan. Hidupnya akan kembali terasa normal dan dari sinilah ia akan menjalani usia selama 30 tahun ke depan. Itulah sekilas ritual nan biasa dilakukan oleh burung Rajawali nan ingin memperpanjang usainya.

Jika diambil contoh dalam kehidupan manusia, apa nan dilakukan Rajawali ini sejatinya menjadi pelajaran, bahwa buat mencapai keinginan dan kehebatan, dibutuhkan kerja keras dan juga sikap nan pantang menyerah. Sakit di awal, akan tetapi manis di akhir. Semoga saja dari tulisan ini, ada hikmah terpetik. Amin.