Hukum Onani dalam Agama Kristen
Onani ialah konduite seksual nan dilakukan tanpa adanya persenggamaan ( coitus ). Hukum onani dalam agama Islam maupun Kristen sama-sama diharamkan. Meskipun, sejumlah ulama Islam mebolehkannya dengan syarat tertentu.
Kata onani syahdan muncul pertama kali dalam sejarah Kristen. Dalam Kitab Kejadian, 38: (6 – 10), diceritakan tentang seorang Ayah bernama Yehuda, nan menikahkan anak sulungnya, Er, dengan seorang perempuan bernama Tamar.
Lalu, Er nan bertabiat kasar, terbunuh. Kemudian Yehuda meminta anak keduanya nan bernama Onan buat menikahi Er nan menjanda. "Lalu berkatalah Yehuda kepada Onan: 'Hampirilah isteri kakakmu itu, kawinlah dengan dia sebagai ganti kakakmu dan bangkitkanlah keturunan bagi kakakmu'." ( 38:8)
Tetapi, Onan tahu bahwa bukan ia nan mempunyai keturunannya nanti. Sebab, setiap kali menghampiri isteri kakaknya, ia membiarkan maninya terbuang. Semata agar ia tak memberi keturunan kepada kakaknya. (38:9). Tetapi nan dilakukannya itu ialah dursila di mata Tuha, maka Tuhan membunuh dia juga.(38:10).
Dari Kejadian itulah syahdan istilah Onani bermula sebagai sebutan buat masturbasi, atau konduite seksual nan dilakukan di luar persenggamaan. Menariknya, dalam sejarah Islam pun dikenal sebuah kisah tentang sahabat Nabi Muhammad SAW, nan syahdan melakukan hal serupa dengan nan dilakukan Onan dalam Kitab Kejadian tersebut.
Bedanya, dalam Islam, konduite Onan tersebut dinamakan 'azl. Sedangkan masturbasi atau onani nan dikenal saat ini, yakni mengeluarkan sperma dengan tangan sendiri, tanpa donasi istri dinamakan istimna. Tentang 'azl, ada hadis nan bercerita tentang sahabat nabi nan mengeluarkan sperma di luar kemaluan istrinya, tetapi sperma tersebut dikeluarkan dengan jalan saling merangsang antara suami istri. Hal ini sama dengan bersenggama dengan kondom.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah berkata, "Kami dahulu melakukan 'azl pada masa Rasulullah Saw. Lalu, warta ini sampai kepada Rasulullah Saw, namun Beliau tidaklah melarang kami." Bukhori (250) dan Muslim (160).
Meski tidak dilarang, namun 'azl terkategorikan makruh nan kuat berdasarkan apa nan diriwayatkan oleh Muslim (1442) bahwa Nabi Saw pernah ditanya tentang 'azl maka dia bersabda, "Itu ('azl) ialah (penguburan bayi hidup-hidup) secara tersembunyi."
Mengenai onani dalam artian memuaskan hasrat seksual tanpa istri, atau nan dikenal dengan istimna', tidak ditemukan dalam Hadis Benar ataupun Kitab Al-Qur'an.
Istilah Istimna' hanya ditemukan dalam Kitab Fiqih. Seperti I'anatu Tholibin . Kitab Fiqh karangan Al-'Allamah Asy-Syekh Al-Imam Abi Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathiy Asy-Syafi'i, nan merupakan syarah dari kitab Fathul Mu'in itu membahas makna istimna' sebagai tindakan mengeluarkan mani dengan cara selain jima' (senggama), baik dilakukan dengan cara nan haram melalui tangan, atau dengan cara nan mubah melalui tangan pasangannya.
Onani dapat dilakukan dengan tangan, dengan cara bercumbu, atau rangsangan seksual lainnya seperti pandangan, menonton, melihat gambar seronok atau sekadar imajinasi (membaca cerita porno). Lalu, bagaimana hukum onani menurut dua agama samawi tersebut?
Para ulama Islam, secara jumhur (pada umumnya) menetapkan hukum onani (istimna') sebagai hal nan diharamkan. Bahkan dalam sejumlah kitab tasawuf, onani dihukumi sebagai zina kecil (zina besar dalam fikih Islam ialah bersenggama dengan orang nan tidak dihalalkan, atau bersenggama di luar pernikahan).
Sejumlah ulama juga mengharamkan perbuatan mengeluarkan sperma di luar vagina istri ('azl), meskipun hal itu dilakukan dalam persenggamaan. Di antara nan mengharamkan ialah Imam Nawawi, nan mengatakan bahwa 'azl ialah seseorang nan melakukan jima' (persetubuhan) nan ketika air maninya akan tertumpahkan maka ia mengeluarkan (kemaluannya) lalu menumpahkannya di luar kemaluan (istri)-nya.
Ada juga nan menilai 'azl ialah makruh. Karena perbuatan tersebut ialah jalan memutuskan keturunan. Karena itu di dalam hadis, perbuatan tersebut dinamakan dengan penguburan bayi secara tersembunyi sebab memutus jalan kelahiran sebagaimana seorang anak nan dibunuh dengan cara di kubur hidup-hidup. Sedangkan tentang istimna' atau onani tanpa persenggamaan, mayoritas ulama mengharamkannya.
Hukum Onani, Haram
Imam Malik menetapkan hukum onani sebagai hal nan diharamkan, dengan merujuk pada Al-Qur'an:
"Dan orang-orang nan memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak nan mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tak tercela. Barang siapa nan mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang nan melampaui batas." (Al-Mu'minun: 5-7).
Imam Malik memandang onani, sebagai palampiasan syahwat nan dalam ayat tersebut dinyatakan melampaui batas sebab melampiaskan syahwatya dengan "cara di balik itu". Pendapat serupa disampaikan para Ulama Madzhab Syafi'i.
Dalam kitab I'anatuth Tholibin, Imam Bakr mengungkap dalil serupa di atas. Orang nan melampaui batas ialah orang nan zalim dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami bercumbu selain pada istri. Selain itu diharamkan.
Hukum Onani Makruh
Sejumlah ulama lain dari kalangan Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya dijauhi). Di antara ulama nan berpendapat bahwa onani itu makruh ialah Ibnu Umar dan Atho'. Hal itu dikarenakan bahwa onani bukanlah termasuk dari perbuatan nan terpuji dan bukanlah konduite nan mulia.
Ada cerita bahwa manusia pada saat itu pernah berbincang-bincang tentang onani maka ada sebagian mereka nan memakruhkannya dan sebagian lainnya membolehkannya.
Boleh dengan Syarat
Sebagian ulama lain menetapkan hukum onani boleh dengan syarat
Pertama, sebab takut berbuat zina. Kedua, sebab tak mampu menikah. Imam Imam Ahmad bin Hanbal menganggap bahwa sperma ialah kelebihan sesuatu dari tubuh, sebab itu boleh mengeluarkannya sebagaimana halnya memotong daging nan lebih. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hazm.
Di antara nan membolehkannya ialah Ibnu Abbas, al Hasan, dan sebagian ulama tabi'in nan masyhur. Al Hasan mengatakan bahwa dahulu mereka melakukannya saat dalam peperangan. Mujahid mengatakan bahwa orang-orang terdahulu memerintahkan para pemudanya buat melakukan onani buat menjaga kesuciannya. Begitu pula hukum onani seorang wanita sama dengan hukum onani seorang laki-laki. (Fiqhus Sunnah juz III hal 424 – 426).
Dari pendapat-pendapat para ulama diatas tak ada dari mereka nan secara tegas menyatakan bahwa onani sama dengan zina nan sesungguhnya. Namun, para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut termasuk ke dalam muqoddimah zina (pendahuluan zina), firman Allah swt Artinya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu ialah perbuatan nan keji. Dan suatu jalan nan buruk. " (QS. Al Israa: 32)
Hukum Onani dalam Agama Kristen
Jika merujuk pada cerita pemuda Onan dalam Kitab Kejadian di atas,
maka jelaslah hukum onani dalam agama Kristen sangat terlarang. Bahkan, sejumlah dalil lain dalam kitab-kitab Kristen jelas melarang perbuatan tersebut. Di antara dalil hukum onani nan mengharamkan masturbasi dalam kitab Injil antara lain:
1. Matius 5
5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzina. 5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang nan memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dengan dia di dalam hatinya.
Dalam kitab ini, jangankan onani, memandang perempuan lain, atau mengkhayalkan perempuan lain saja sudah dianggap berzina. Dan, zina sangat dilarang dalam agama apa pun.
2. Roma 13
13:13 Marilah kita hayati dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.
I Korintus 6
6:13 Makanan ialah buat perut dan perut buat makanan: tetapi kedua duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah buat percabulan, melainkan buat Tuhan, dan Tuhan buat tubuh.
I Korintus 6
6:15 Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu ialah anggota Kristus? Akan
kuambilkah anggota Kristus buat menyerahkannya kepada percabulan?
Sekali-kali tidak!
I Korintus 6
6:18 Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain nan dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang nan melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.
I Tesalonika 4
4:3 Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,
Kesimpulan, bukan masturbasi itu sendiri nan menyebabkan dosa, tetapi mengapa seseorang melakukannya:
-
Jika seseorang melakukannya sebab nafsu ereksi nan dibangkitkan dari orang lain nan bukan istri (atau suaminya), melalui gambar-gambar maupun hanya imajinasi, menurut Matius 5:28, ini merupakan perbuatan dosa
-
Jika seseorang melakukannya dengan tujuan mengontrol hawa nafsu, baik sebagai seorang bujang (atau perawan), ataupun sebab si suami atau si istri nan sedang berpergian dalam jangka waktu nan lama, ini menjadi masalah 'kebebasan orang percaya' (Roma 14, 1 Korintus 10:23-33).
Itulah sekelumit tentang hukum onani dari dua agama besar di dunia. Semoga bermanfaat.