Ciri Haji Mabrur
Haji Mabrur merupakan asa dan do’a nan diinginkan oleh setiap orang. Baik bagi mereka nan sudah menunaikan ibadah haji, atau mereka nan mendoakan orang nan hendak pergi berhaji.
Sebab, menjadi haji mabrur merupakan derajat haji nan paling mulia bagi mereka nan melaksanakan ibadah haji. Karena Allah sudah menjanjikan surga bagi mereka nan sukses menjadi haji nan mabrur.
Dalam perintahnya Allah menjanjikan, bahwa bagi mereka nan menjalankan ibadah haji dengan ikhlas dan hanya sebab Allah semata maka imbalan bagi mereka ialah surga.
Oleh karenanya, banyak orang nan berlomba-lomba berusaha buat melaksanakan ibadah nan menjadi rukun Islam ke lima ini.
Namun tak semua orang mendapat kesempatan buat dapat menunaikan ibadah haji. Ibadah haji hanya diwajibkan bagi mereka nan mampu. Baik mampu secara lahir, maupun secara batin.
Selain itu, kewajiban menunaikan haji bagi seseorang hanya berlaku sekali. Sedangkan ibadah haji nan kedua dan seterusnya, hukumnya ialah sunnah. Hal ini sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, nan hanya sekali melaksanakan ibadah haji nan dikenal sebagai Haji Wada’ atau haji perpisahan.
Ciri Haji Mabrur
Lalu bagaimana seseorang dikatakan sebagai haji nan mabrur? Tidak ada tanda-tanda secara fisik nan menandakan apakah haji seseorang dapat dikatakan sebagai haji nan mabrur atau tidak.
Yang dapat mengetahui apakah haji seseorang itu mabrur atau tak hanyalah Allah semata. Sementara itu, manusia hanya dapat mendoakan dan berdo’a agar digolongkan sebagai haji mabrur.
Namun secara umum, cirri seorang haji mabrur ini dapat dilihat dari sikap dan konduite nan bersangkutan. Khususnya konduite nan menjadi sikap dan perbuatan setelah menunaikan ibadah haji. Jika seseorang memiliki konduite nan lebih positif, terutama dalam hal ibadah agama dan konduite sehari-hari maka dapat dimungkinkan orang nan sudah berhaji tersebut mendapatkan haji mabrur .
Namun jika tak ada perubahan dalam sikap dan ibadah, bahkan justru menjadi lebih jelek, bukan tak mungkin gelar haji nan inheren tak memiliki makna secara vertikal. Dalam arti, haji nan didapat hanyalah sekedar gelar tanpa nilai ibadah.