Mengenal Indonesia Melalui Budaya

Mengenal Indonesia Melalui Budaya

Tahukah Anda bagaimana cara mengenali negara ini? Sejauh mana Anda mengenal negara ini? Pertanyaan ini mungkin relevan dengan pertanyaan lanjutan, “Bagaimana caranya mengenal Indonesia?” Setujukah Anda bila aku coba jawab dengan “Pelajari saja melalui budaya-budayanya”? Tertarikkah Anda aku ajak mengenali budaya budaya Indonesia ?
Sejak masa sekolah, para guru selalu menggambarkan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat nan berbudaya. Labelisasi ini kemudian mengarahkan pandangan bahwa masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi budayanya. Setujukah Anda dengan hal ini?



Budaya dan Indonesia

Rasanya kurang gurih jika berbicara Indonesia tanpa menyinggung satu hal bernama budaya. Bagaimana tidak, Indonesia dikenal global dengan keragaman budayanya. Cobalah tengok wilayah nusantara dari pulau paling Barat hingga paling Timur. Tak ada satu wilayah pun nan masyarakatnya tak memiliki budaya.

Keberadaan budaya tidak terlepas dari adanya masyarakat. Budaya merupakan pegangan hayati masyarakatnya. Ia merupakan acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan sosial masyarakat bersangkutan. Maka tidak salah dalam budaya (kebudayan) dikenal apa nan dinamakan tradisi atau kebiasaan. Kroeber secara khusus mendeklarasikan bahwa masyarakat ditentukan oleh budaya. Ia bersifat bergerak maju seiring dengan perkembangan dan perubahan nan dialami manusia (masyarakat). Budayawan Radhar Panca Dahana dalam tulisannya di media cetak nasional mengatakan kebudayaan itu bukan sekadar tradisi, etik, dan estetik, tetapi juga sebuah peranti sosial buat mengatasi berbagai persoalan masa kini.

Beragam budaya budaya Indonesia bisa kita kenali melalui masyarakat pengusungnya. Kita mengenal rumah adat Gadang di Sumatera Barat, sebagai milik masyarakat Minangkabau. Atau tradisi Dalihan Na Tolu sebagai sistem kekerabatan masyarakat Batak. Atau budaya ndaita sebagai panduan hayati masyarakat Kamoro di Papua. Rasanya tak cukup buat membicarakan holistik budaya masyarakat Indonesia secara holistik dalam tulisan ini, mengingat jumlahnya tidak sedikit.

Indonesia dengan keberagaman budaya memiliki nama nan begitu berkilau di mata dunia.

Beberapa budaya negara ini dinobatkan badan dunia, UNESCO, sebagai warisan budaya dunia. Sebut saja, alat musik tradisional angklung, gamelan, dan batik. Tak hanya itu, rumah adat suku Manggarai di Flores, Mbaru Niang pada Agustus 2012 sukses mendapatkan penghargaan UNESCO Asia-Pacifik. Pada bulan Desemeber 2013 mendatang, bahkan NTT melalui alat musik petik, Tatong akan menjadi tamu pada Festival Musik Bambu Dunia. Hal ini seakan makin menguatkan posisi Indonesia di mata global sebagai negara nan kaya akan budaya.

Maka, tidak heran berkaca dari hal ini, dalam waktu dekat Pemerintah Indonesia berencana menyelenggarakan Lembaga Kebudayaan Global (WCF) di Bali. Terlepas apakah hal ini dipandang baik atau tak oleh berbagai kalangan.

Apa nan terlintas dalam benak Anda saat mendengar kata “budaya”? Tarian, alat musik, kerajinan tangan, makanan, atau nan lainnya? Tahukah Anda bahwa hal-hal nan mungkin terlintas dalam benak Anda tersebut berada dalam satu wadah nan dinamakan kebudayaan?

Secara universal, kebudayaan sendiri memiliki tujuh unsur. Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat mengatakan ketujuh unsur itu adalah sistem religi, sistem pengetahuan, sistem peralatan dan perlengkapan hayati (teknologi), sistem mata pencaharian, kesenian, bahasa, serta organisasi sosial dan sistem kekerabatan. Lebih jauh lagi, konsep nan dinamakan kebudayaan berkembang menjadi suatu rincian nan terdiri atas unsur-unsur gagasan nan tertampung dalam satu konsep nan dinamakan sistem budaya.

Oleh sebab itu, bila berbicara budaya kita tak harus mengaitkannya dengan seni saja. Mungkin masih kita bisa temui orang-orang nan berbicara budaya, namun hanya melulu tertuju pada seni. Padahal masih ada unsur lain nan tercakup dalam budaya.

Perlu diketahui bahwa kebudayaan di samping unsur, juga memiliki wujud. Wujud ini digolongkan ke dalam tiga, yakni ide, aktivitas, dan benda-benda hasil karya manusia. Dari ketiganya, budaya dalam wujud benda hasil karya manusia nan paling kita sadari. Ia bisa terlihat jelas, dan kita rasakan. Misalnya, candi, artefak, atau kerajinan tangan.

Dua wujud budaya lain yakni ide dan perilaku. Budaya dalam wujud ide tak bisa dilihat atau diraba. Ia bersifat abstrak nan hayati dalam pikiran sebagian besar masyarakat. Terutama mengenai apa nan harus dianggap krusial dan berharga dalam hidupnya. Misalnya, pandangan hidup dan kepercayaan. Sementara, wujud budaya berupa konduite umumnya bisa kita identifikasi, misalnya sistem sosial.



Mengenal Indonesia Melalui Budaya

Apakah Anda tahu perihal konsep Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak? Dalam konsep ini, masyarakat Batak menempatkan posisi seseorang secara niscaya sejak dilahirkan hingga meninggal ke dalam tiga. Yakni Hula-hula, Dongan Tubu, dan Boru. Konsep ini bukanlah kasta sebab setiap orang Batak memiliki ketiga posisi itu.
Melalui konsep Dalihan Na Tolu, masyarakat Batak tidaklah memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta, atau status seseorang. Konsep ini merupakan tonggak dari kebudayaan masyarakat Batak. Konsep ini sebagai sistem kekerabatan ternyata tak kalah dengan sistem lain nan populer saat ini, yakni demokrasi. Melalui konsep Dalihan Na Tolu kita bisa mengenal masyarakat Batak sebagai masyarakat nan menjunjung tinggi persamaan.

Beralih pada pada hal lain masyarakat di Indonesia, tahukah Anda tradisi Carok di Madura? Beberapa dari kita akan merasa ngeri bila mengingat kejadian berdarah beberapa waktu lalu, tepatnya Agustus 2012 di Sampang, Madura. Kala itu terjadi konflik antara dua kelompok dalam masyarakat, yakni Suni dan Syiah nan berujung pada “perang celurit”. Terlepas dari hal ini, sebenarnya tradisi Carok masyarakat Madura merupakan bentuk pertahanan harga diri. Bila seorang Madura merasa harga dirinya diinjak-injak oleh seorang Madura lain, maka ia absah saja buat melakukan Carok.

Melihat adanya tradisi ini dalam budaya masyarakat Madura, kita bisa memahami betapa pentingnya harga diri bagi masyarakat Madura. Kita pun akan bersikap awas buat tak menodai harga diri seorang Madura.

Kedua contoh ini masih terlalu kecil buat bisa mengenal budaya masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pemahaman akan budaya masyarakat di masing-masing wilayah akan membuat kita tersadar bahwa setiap masyarakat memiliki prinsip hayati nan berbeda. Hal ini akan berujung pada sikap kita buat menghargai dan menghormati budaya masyarakat di luar budaya kita sendiri. Namun, setidaknya hal ini bukan menjadi kendala buat kemudian mengenal Indonesia secara keseluruhan.
Dalam kepustakaan Antropologi, dikenal apa nan dinamakan sebagai relativisme kebudayaan. Hal ini bisa dipahami sebagai suatu pandangan bahwa tak ada satupun kebudayaan nan lebih baik atau lebih buruk.

Bagaimana cara mempelajari budaya Indonesia? Mudah saja, kita bisa membaca karya-karya etnografi mengenai Indonesia, baik cetak maupun digital. Melalui karya etnografi, kita bisa memahami cara-cara hayati suatu komunitas atau bahkan masyarakat. Pemaparan secara detail dalam kaya etnografi memudahkan kita mengenal komunitas atau masyarakat tertentu. Teknologi saat ini memudahkan kita mendapatkan berbagai informasi hanya dengan satu klik. Pun mengenai budaya dalam karya etnografi.

Hanya saja, mungkin banyak dari kita tak tertarik buat membaca karya-karya ini. Maka tidak ada salahnya bila memiliki dana cukup kita dapat mendatangi berbagai loka di Indonesia. Mempelajari budaya masyarakat secara langsung, mungkin menjadi pilihan nan baik.

Maka tidak salah bila muncul pendapat “Bila ingin memahami suatu masyarakat atau bahkan negara, kenali dulu budayanya”.