Budaya Badut

Budaya Badut



Keistimewaan Tanaman Venus (Dionaea muscipula)

Di film Batman, Venus ialah salah satu musuhnya nan paling licin, sebab penampilannya nan cantik, menarik dan selalu menebar pesona. Sama halnya venus di film Batman, venus di global tumbuhan juga menarik dan mempesona serangga sebab bentuk dan warnanya.

Venus (Dionaea muscipula) ialah tumbuhan hewan pemakan daging sebab memakan serangga nan terperangkat ke dalam bunganya. Ia memiliki dua daun nan nan dipenuhi oleh bulu sensitif sehingga bisa mendeteksi keberadaan serangga. Perangkapnya akan segera menutup dengan cepat bila ada nan menyentuh bulunya.



Apa interaksi Tanaman Venus dengan Badut?

Ada benang merah antara kedua venus di atas, yaitu bila kita cenderung tertarik dengan tampilan luar saja maka akan berpotensi mendatangkan bahaya.

Mudah terpengaruh sebab hanya melihat penampilan luar, itulah kesalahan nan seringkali dilakukan kita. Ada banyak karena nan membuat kita begitu konfiden dengan seseorang, sampai akhirnya kita tahu kualitas sebenarnya dari orang tersebut.

Pandai bicara, mengumbar janji, memotivasi dan menasehati itulah sederet kemampuan nan kerap digunakan sebagai senjata buat membuat kita konfiden dengan kemampuan dirinya.

"Kemiskinan seperti apa nan akan saudara perjuangkan bila anda sendiri tidak pernah mengenal kemiskinan dan tidak pernah menginjak tanah sebab selalu memakai alas kaki ke mana pun anda pergi?" tanya pembawa acara TV kepada seorang politisi nan memiliki seekor kuda seharga 3 milyar di saat pilpres beberapa waktu lalu.

"Anda bisa! Anda luar biasa! jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, If better is possible, good is not enough ". Itulah sederet kalimat ucapan khas para motivator nan biasa kita dengar. Sama sekali tidak ada nan salah dengan kalimat tersebut, namun apakah mereka sendiri sudah dapat menjadi model bagi setiap kata nan diucapkannya?

Ironi, sama ironinya dengan seorang badut nan menghibur dan membuat orang tertawa, namun hatinya sendiri sedih menghadapi hayati nan perih.

Di global ini memang banyak badut, yaitu orang-orang nan sama sekali berbeda antara nan terlihat dari luar dengan fenomena nan sebenarnya. Mengapa orang dapat menjadi badut? Kebanyakan sebab mereka nyaman dengan gambaran nan terbentuk oleh orang-orang di lingkungannya.

Merasa lucu, merasa dibutuhkan dan selalu merasa sahih walau apa pun nan dilakukannya. Sehingga mereka kehilangan perspektif nan sebenarnya.

Bandingkanlah dengan elay Batak kenek metro mini nan sama sekali tak menghibur, apa lagi lucu. Namun, di balik penampilan kumel, suara keras dan sikap kasarnya ia telah jujur menampilkan gambaran dirinya apa adanya kepada orang nan melihatnya.

Tak ada kenek metro mini nan berjas dan berdasi, tidak ada pula nan bersuara lemah lembut penuh kesantunan, dan mereka tak berusaha buat menutup-nutupinya.

Mereka dibentuk oleh jalanan, dan terkadang kehidupan jalanan lebih egaliter dibandingkan kehidupan formal nan penuh tipuan.



Budaya Badut

Sejatinya, cukup banyak badut nan kita temukan. Baik di lingkungan maupun di loka pekerjaan. Karena badut ialah penghibur meski hatinya sendiri terkadang sporadis terhibur. Kita menyaksikan ini di global pekerjaan. Banyak sekali orang nan bekerja bukan pada keinginannya sendiri. Ia kelihatan senang dengan pekerjaannya, tapi batinnya belum tentu.

Apalagi sejak ada facebook. Cukup sering kita menyaksikan betapa banyaknya status para pekerja nan mengeluh ihwal pekerjaan nan dilakoninya. Hingga tanpa sadar ditulisnya segala kekesalannya. Namun, keesokan harinya tetap saja bekerja di situ.

Hatinya memang masih perih, tapi coba saja bersikap santai dan seakan-akan tidak ada masalah. Inilah contoh badut, meski tidak berpenampilan seperti badut sungguhan. Ia rela dihina.

Di keluarga juga demikian ditemukan. Ada anggota keluarga nan terkadang siap menjadi badut. Ia sangat tak suka dengan konduite anggota keluarganya. Tapi agar selalu mendapatkan apa nan diminta, ia tetap mengikuti dan selalu sepakat dengan apa nan dikatakan anggota keluarganya nan salah.

Barangkali, Anda masih bingung. Baiklah penulis jelaskan lebih detail. Misalkan seorang ibu paham bahwa anaknya ialah penjual narkoba. Ia tidak berani melarang lantaran kehidupannya berada di bawah naungan anak tersebut. Ia seakan-akan cuek saja dengan konduite anaknya tersebut.

Seakan-akan senang dengan apa nan didapatkannya, padahal hatinya sedih dan teriris melihat anaknya terus menjadi penjual barang haram.Sang ibu tidak bisa menolak dan memarahi anaknya. Akhirnya ia terpaksa menjadi badut.

Contoh lainnya, ada seorang anak kaya raya dan memiliki isteri dari keluarga kaya raya. Suatu hari, isterinya datang berkunjung ke kampung halaman si suami. Keluarga si suami hayati dengan sederhana. Maka sang ibu diminta oleh si anak menuruti apa kemauan isterinya. Termasuk ketika isterinya ingin jalan-jalan hingga melupakan waktu shalat.

Si ibu tidak berani membantah. Ia berpura-pura senang jalan dengan si anak, tapi hatinya sedih sebab meninggalkan perintah Allah Swt. Kondisi si ibu nyaris tidak jauh berbeda dengan badut. Ia tampak ceria dari sisi parasnya, tapi hatinya belum tentu secera parasnya.



Badut Politik

Demikian halnya di dalam global perpolitikan. Kita sering juga menyaksikan aksi politisi badut. Sibuk membela teman, meski hatinya tidak seirama. Lihat saja awal-awal kasus Nazarudin. Hampir semua para petinggi Demokrat membelanya. Dari mulai Sutan Batoegana hingga Ruhut Sitompul.

Namun nyatanya, setelah Nazarudin tertangkap. Tak sedikit pun mereka ikut membelanya. Mereka siap menjadi badut demi rasa sesama anggota partai. Sungguh, tanpa penulis sebutkan satu demi satu, sobat Ahira niscaya paham konduite badut-badut politik di negeri ini.

Bahkan nan jadi badut, bukan hanya anggota partai. Partai sendiri pun ada nan menjadi badut. Ini semua dengan mendapatkan jatah kekuasaan. Lihat saja ketika pemilihan Pilkada Gubernur DKI Jakarta. Hampir semua partai memahami kinerja Fauzi Bowo, namun demi partai penguasa mendukung Fauzi Bowo, maka banyak partai pun ikut mendukungnya.

Partai-partai tersebut siap menjadi badut, asalkan mendapatkan jatah kursi atau jabatan. Inilah global politik. Global para badut. Kelihatan gembira tapi hanya buat menyenangkan satu kubu agar mendapatkan imbalan, meski hati dan perasaan mereka tidak senang.

Agar tak dibilang badut politik, jika partai berasaskan Islam maka ia pun mencoba mencari-cari dalil nan menunjukkan bahwa apa nan mereka lakukan berdasarkan ajaran al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah.

Penafsiran ayat nan sejatinya luas, menjadi dipersempit oleh mereka. Seakan-akan hanya kubu mereka saja nan pintar menafsirkan al-Qur'an dan perkataan Rasulullah Saw. Padahal, semua itu dilakukan mereka demi mendapatkan posisi di dalam kekuasaan.

Inilah potret badut nan tampak dalam dinamikan kehidupan sosial. Mereka tidak perduli dengan kepercayaan orang lain. Hanya demi mendapatkan sesuatu. Mereka lupa, bahwa cukup banyak pononton nan menyaksikan apa nan dilakukannya. Semua itu menjadi catatan bagi orang lain.

Bagi orang idealis, ini menjadi catatan tersendiri. Ia tidak akan mau berkawan dengan badut, sebab dapat mencelakan. Betapa tidak, ia akan rela menjadi penjilat. Bahasa agamanya ialah munafik.

Karena itu, tepat sekali apa nan dikatakan Abraham Lincoln.

"Sekali kau mengkhianati kepercayaan saudara-saudara sebangsamu, kau tidak akan pernah lagi dapat mendapatkan rasa hormat dan rasa percaya mereka. Mungkin kau dapat mendustai semua orang sekali waktu, bahkan mungkin kau dapat mendustai beberapa orang setiap waktu. Tapi, kau tidak dapat mendustai semua orang setiap waktu."

Inilah empiris badut politik nan disaksikan saat ini. Banyaknya para politikus nan membohogi rakyat. Mengaku bekerja buat rakyat. Yakinkah Anda akan hal itu? Perlu dipertanyakan. Pasalnya, mereka menjadi politikus juga menggunakan modal.

Sungguh aneh, bila ada nan menjadi anggota legeslatif ataupun pejabat nan tidak memikirkan berapa laba nan mesti didapatnya. Apalagi jika kapital nan dikeluarkannya sudah cukup banyak.

Namun bukan tak mungkin ada pejabat nan siap terjun buat rakyat. Ini umumnya, mereka nan sudah kaya raya, dan memiliki bisnis nan banyak. Mereka tidak membutuhkan lagi uang. Karena dari bisnis nan dimilikinya saja sudah cukup. Meski bukan lagi, ia menjalaninya. Namun tetap saja laba bisnis tersebut masih didapatnya.

Maka terjunnya dirinya ke global politik absolut sebab ini mengabdi buat rakyat. Ingin benar-benar berjuang buat rakyat. Namun dari sekian banyak para pejabat dan anggota dewan, hanya beberapa orang nan memiliki kepribadian seperti ini. Umumnya, para politisi dan anggota dewan kebanyakan menjadi badut demi buat membuat hidupnya bahagia.