Kincir Angin di Indonesia

Kincir Angin di Indonesia

Kincir angin tentu bukan sesuatu nan asing bagi Anda. Kincir angin merupakan suatu benda nan menjadi karakteristik khas sebuah negara di Eropa yaitu Belanda. Di setiap rumah di Belanda selalu terdapat benda ini, tentu saja bukan hanya sekedar buat penghias tapi lebih kepada fungsi utamanya. Apakah hanya Belanda nan memiliki kincir ? Apakah fungsi primer dari kincir? Apakah Anda mengetahui sejarah tentang kincir?

Sejarah kincir angin ternyata bermula pada abad ke tujuh masehi. Namun tak banyak orang nan mengetahui hal ini. Orang awam hanya tahu bahwa kincir berasal dari Belanda dan tak tahu kapan ditemukannya benda ini. Oleh sebab itu berikut ini akan dioaparkan mengenai jenis-jenis kincir, yaitu

  1. Kincir Angin Horizontal

Kincir pertama ternyata bukan ditemukan di Eropa, akan tetapi di Persia pada abad ke tujuh masehi. Kita dapat melacak tulisan tentang benda ini di kitab nan ditulis oleh Banu Musa bersaudara. Cara kerja kincir ini nisbi sederhana akan tetapi telah dipergunakan secara luas pada masa itu.

  1. Kincir Angin Verrtikal

Kincir jenis ini tersebar dari Iran dan Afganistan kemudian tersebar ke Timur Tengah dan Asia Tengah, kemudian menyebar ke China dan India. Dan pada saat perang salib membawanya ke Eropa. Kincir ini pun kemudian menjamur di Eropa, terutama Belanda.

Fungsi kincir di wilayah Eropa pada umumnya digunakan buat membelah kayu, menggerus batu kapur, hingga menggiling jagung, selain tentunya mengangkut air. Sayangnya, dampak revolusi industri, keberadaan kincir terancam. Terbukti bahwa pada saat ini keberadaan kincir di Belanda hanya tersisa sekitar 1.040 unit kincir dan itupun sebagian besar hanya berfungsi sebagai museum.

Pemerintah Belanda kemudian secara monoton melakukan berbagai upaya restorasi. Pada Tahun 2007 lalu mereka mengucurkan dana senilai 60 juta euro buat membuat dan memperbaiki sekitar 120 kincir. Hal ini ditujukan agar kelestarian benda ini nan sudah menjadi karakteristik khas dan bahkan simbole negara tetap lestari.



Kincir Angin di Belanda.

Banyaknya kincir di Belanda tidak lepas dari kondisi geografis negara tersebut. Belanda terletak antara 500 LU-530 LU dan 30 BT-70 BT. Dari luas wilayah 41.160 KM2, Kebanyakan wilayahnya berada di bawah permukaan laut.

Fungsi kincir salah satunya ialah mengeringkan wilayah di bawah permukaan bahari tersebut. Tanggul (Dam) dibangun, kemudian air dipompa keluar menggunakan kincir sebab itulah banyak daerah di Belanda menggunakan kata “Dam” (Rotterdam, Amsterdam,dll).

Di Belanda, kincir dibagi menjadi dua jenis yaitu kincir buat kepentingan industri dan kincir buat penyaluran air. Banyak jenis kincir buat kepentingan industri dan mereka diberi nama sinkron dengan kegunaannya, contohnya kincir buat menggiling jagung (cornmill) atau kincir buat menggergaji (sawmill).

Hingga beberapa abad lalu di Belanda ada sekitar 10.000 kincir sekarang tinggal 1000 kincir dan berfungsi sebagai obyek wisata. Ada dua loka obyek wisata kincir nan terpopuler di Belanda yaitu Zaanse Schans di Provinsi Belanda Utara (Province North Holland) dan Kinderdijk di Provinsi Belanda Selatan (Province South Holland).

Kincir nan berada di Zaanse Schans ini membantu proses pengalihan air di daerah Belanda Utara (Noord-Holland, red.). Di sini pengunjung dapat melihat cara kerja kincir dalam mengalihkan air dan juga dapat melihat objek wisata lain yaitu pembuatan keju, pembuatan sepatu kayu (klompen red) dengan tiket masuk lokasi gratis.



Kincir Angin di Denmark

Denmark juga memiliki kincir nan banyak digunakan sebagai sumber tenaga listrik nan ekonomis energi dan ramah lingkungan. Denmark sedang mencoba mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin (PLTAngin) terbesar di dunia. Negara itu membangun 80 turbin kincir dengan tinggi sekitar 110 meter di 20Km dari pantai Denmark nan bisa menghasilkan listrik sebesar 160 MW. Dengan kipas sendiri berukuran panjang 30 meter.



Kincir Angin di Indonesia

Negeri kita tercinta ternyata juga memiliki kincir, kebanyakan merupakan pembangkit listrik tenaga angin. Contohnya, Indonesia memiliki lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kw) nan sudah dibangun.

Pada tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas nan sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit.

Selain itu, pemerintah juga telah membangun proyek energi listrik hibrid terbesar di Indonesia. Tempatnya ialah di kawasan Pantai Pandansimo Baru, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Proyek ini dimungkinkan sebab kecepatan angin bahari dan angin darat di pantai Pandansimo rata-rata 3-4 meter/detik dan intensitas sinar matahari nan besar dan tetap. Proyek ini dipelopori Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Ristek).

Energi listrik hibrid itu menggunakan sistem konversi energi angin dan sistem energi matahari. Pada Pembangkit hibrid ini terdapat 40 kincir. Satu kincir mampu menghasilkan listrik 1 kilowatt. Pembangunan energi listrik hibrid menggunakan dana Rp 3 miliar dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Ada juga dukungan dana oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Pemerintah Kabupaten Bantul, UGM Yogyakarta, Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia. Total dana nan dikucurkan mencapai Rp 5 miliar. Banyak kegunaan nan dapat dihasilkan dari proyek hibrid ini.

Energi listrik hibrid nan dibangun di kampung nelayan Pantai Pandansimo itu dapat dimanfaatkan buat kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, buat memproduksi 1.000 kilogram es balok per hari serta buat memompa air sumur nan dipergunakan buat kebutuhan petani di pesisir pantai, terutama pada musim kemarau. Selain itu, energi listrik nan dihasilkan juga dapat buat penerangan jalan umum.

Selain itu, kincir juga di pasang di jembatan penyebrangan Surabaya- Madura (Suramadu). Sebelumnya penerangan di Suramadu sangat minim dampak tingginya beban biaya nan harus dibayarkan oleh pengelola ke PLN. Akibatnya, kawasan di sekitarnya hingga Bangkalan cenderung gelap pada malam hari. Hal ini tentu membahayakan bagi para pelintas nan akan menuju ke Surabaya maupun sebaliknya.

Oleh sebab itu, badan pengelola jembatan Suramadu kemudian mengeluarkan izin pengembangan wind power dan pembangkit tenaga surya, nan ditenderkan buat investor buat menggantikan listrik PLN. Dengan kekuatan itu, rata-rata setiap titik lampu/tiang membutuhkan daya 500 watt.

Sebanyak 300 watt dari energi angin, sementara 200 watt energi surya. Studi kelayakan buat proyek itu memakan waktu sekitar dua bulan. Dengan adanya kincir ini, penerangan di jembatan Suramadu dapat lebih optimal sehingga dapat lebih kondusif dan nyaman bagi para pengendara nan melintas di sana.

Sejarah kincir memang panjang, meliputi berbagai belahan global mulai dari Persia, Eropa, Hingga Indonesia. Benda ini telah ikut mewarnai perkembangan global ini sejak awal-awal abad masehi hingga jaman modern ini, dengan segala kegunaan melimpah nan dapat dihasilkannya, termasuk di bidang pengairan, pertanian, teknologi, dan lain-lain.

Mengingat begitu banyak kegunaan nan telah diberikan kincir angin buat umat manusia, tentunya kita berharap mudah-mudahan benda ini tetap eksis dan dapat terus dikembangkan lagi. Sehingga anak cucu bangsa-bangsa di global mengetahui keunikan, kehebatan dan estetika dari kincir.