Jenis Majas dalam Karya Sastra
Majas lebih sering digunakan dalam gaya bahasa karya sastra, baik prosa maupun puisi. Namun, disadari atau tidak, dalam percakapan sehari-hari pun terkadang kita menggunakan majas.
Penggunaan majas dalam karya sastra lebih sering digunakan dalam puisi. Majas menjadi hal krusial dalam sebuah karya. Kehadirannya dapat menghadirkan nila rasa lain pada setiap bait. Pilihan kata nan mengandung majas terkadang lebih manis dan artinya lebih sampai dengan jelas.
Menurut Perrine, majas dinilai lebih efektif dalam menyampaikan apa nan dimaksudkan oleh penyair. Penyair dapat mengatakan hal nan ada di pikirannya dengan lebih lugas dan berseni. Lalu, mengapa majas dapat memberikan nilai rasa nan lain pada sebuah karya?
- Majas dapat memberikan kesenangan nan sifatnya imajinatif kepada para pembaca. Bandingkan dengan sebuah karya sastra nan tak menggunakan majas. Rasanya niscaya akan lebih hambar.
- Majas merupakan jalan lain ketika seseorang ingin menyampaikan sebuah hal nan abstrak menjadi konkret. Khayalan pun menjadi lebih liar ketika menggunakan majas.
- Majas merupakan cara seseorang buat menggambarkan perasaan agar lebih memiliki nilai rasa atau seni.
- Majas merupakan sebuah cara buat menyampaikan gagasan nan panjang menjadi lebih padat dan detail.
Jenis Majas dalam Karya Sastra
Beberapa majas di bawah ini merupakan jenis majas nan dapat jadi paling banyak Anda temui dalam sebuah karya.
1. Jenis Majas dalam Karya Sastra - Majas Perbandingan
a. Majas Perumpamaan (Simile)
Majas Simile ialah majas nan menggunakan dua perbandingan nan jelas-jelas berbeda tetapi justru dianggap sama. Dalam sebuah karya, Majas Simile ini bisa diidentifikasi dengan hadirnya seperti, bagaikan, layaknya dan serupa. Majas perumpamaan ini merupakan majas nan paling sederhana dan paling banyak digunakan dalam karya sastra, seperti puisi.
b. Majas Metafora
Metafora juga merupakan majas nan sering dijumpai dalam berbagai karya sastra. Penggunaanya hampir mirip dengan Simile, tetapi, majas Metafora ini tak menggunakan kata bantu, misalnya, seperti , bagaikan , dll. Contoh dalam puisi. Aku ini binatang jalang/Dari kumpulannya terbuang.
Larik puisi nan digarisbawahi merupakan majas metafora. Sesuatu langsung dibandingkan dengan sesuatu hal lainnya secara tersirat. "Aku lirik" dibandingkan dengan "binatang jalang".
c. Majas Personifikasi
Personifikasi merupakan sebuah majas nan memberikan sifat-sifat benda wafat dengan sifat-sifat nan dimiliki manusia sehingga bisa bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Pokok nan dibandingkan tersebut seolah-olah berwujud manusia, baik dalam tindak-tanduk, maupun peratakan manusia lain.
Contoh penggunaan majas Personifikasi dalam puisi. Hujan turun lagi malam ini/Jalanan gelap dan lampu wafat tiba-tiba/Angin memainkan ranting pohonan/Suaranya seakan nyanyian sang ajal dari negeri jauh .
d. Majas Alegori
Alegori merupakan majas nan mengisahkan kisah lainnya. Berdasarkan kriterianya, Alegori dapat dikatakan sebagai lanjutan dari Majas Metafora. Untuk mengetahui apakah sebuah karya menggunakan Alegori atau tidak, maka Anda harus membacanya hingga selesai.
Dalam fabel, tokoh-tokoh ceritanya ialah binatang. Tokoh-tokoh tersebut menjadi alegori manusia, karena karakter tokoh dan permasalahan nan diceritakan merupakan permasalahan manusia.
2. Majas Kontradiksi
a Majas Hiperbola
Hiperbola ialah majas nan mengandung pernyataan nan berlebih-lebihan terhadap suatu hal atau keadaan. Contoh dalam puisi. Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serakHukum tidak tegak, doyong berderak-derak
b. Majas Litotes
Majas nan ini merupakan sisi lain dari Majas Hiperbola. Jika Berlebihan melebih-lebihkan sesuatu, maka Litotes justru mengurang-ngurangkan sesuatu. Dalam artian merendahkan makna nan sesungguhnya.
Contoh penggunaan Majas Litotes: Kawanku hanya rangka saja/Karena dera mengelucak tenaga . Dalam kutipan puisi tersebut muncul pernyataan nan melemahkan kekuatan pernyataan nan sebenarnya. Larik "kawanku hanya rangka saja" belum tentu kurus kering.
c. Majas Ironi
Ironi ialah majas nan menyatakan makna nan bertentangan. Hal ini dimaksudkan buat memberikan sindiran. Bertentangan dengan harapan bisa berubah menjadi sinisme dan sarkasme dengan munculnya kata-kata nan lebih kasar.
3. Majas Pertautan
a. Majas Metonimia
Berdasarkan akar katanya, majas nan satu ini berasal dari bahasa Yunani. Yaitu, meta yang artinya bertukar, dan onym nan artinya nama. Jadi, Majas Metonimia ini artinya ialah sebuah majas nan digunakan buat menyebutkan bentuk lain nan masih satu tautan.
Moeliono mengatakan bahwa metonimia ialah majas nan memakai nama karakteristik atau nama hal nan ditautkan dengan orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya. Contoh dalam kalimat. (a) Siswa kelas X sedang menonton pementasan Shakespeare di gedung teater. (Shakespeare digunakan buat mengganti salah satu karya drama Shakespeare nan dipentaskan). (b). Saya lebih suka Dewa sebab lirik lagunya penuh makna. (Yang dimaksud Dewa dalam kalimat tersebut ialah lagu-lagu nan dinyanyikan oleh kelompok band Dewa.)
b. Majas Sinekdoke
Sinekdoke merupakan majas nan digunakan nan menyebutkan nama bagian buat digunakan perwakilan buat seluruh kejadian atau sebaliknya. Sinekdoke digunakan buat melihat kejadian langsung dari sumber nan menimbulkan peristiwa hingga citra lebih konkret. Ada dua macam sinekdoke, yakni pars pro toto dan totem pro parte.
1) Pars pro toto ialah Majas Sinekdoke nan menyebutkan bagian buat mewakilkan keseluruhan. Misalnya, penggunaan kata "batang hidung" nan mengacu pada satu orang.
2) Totem pro parte merupakan kebalikan dari Pars pro toto. Menyebutkan holistik nan mengacu pada satu bagian saja. Misalnya, penggunaan kata "Bandung" dalam pertandingan Sepak Bola, padahal nan bermain Bola bukan seluruh Bandung, tapi hanya orang-orang nan tergabung dalam klub Sepak Bola Bandung.
c. Majas Eufimisme
Eufimisme digunakan buat menghaluskan ungkapan nan lebih kasar, ungkapan nan dianggap merugikan, atau nan tak menyenangkan diubah menjadi sedikit halus. Eufimisme berkaitan dengan bentuk konotasi positif dari sebuah kata. Contoh eufimisme lain bisa ditemukan dalam penggunaan kata: tunakarya bentuk halus dari pengangguran tunasusila bentuk halus dari pelacur prasejahtera bentuk halus dari sengsara tunarungu bentuk halus dari stigma tuli.
4. Majas Perulangan
Majas nan termasuk kelompok majas iterasi ialah aliterasi dan repetisi. Berikut penjelasannya.
a. Majas Aliterasi
Aliterasi ialah majas nan memanfaatkan kata-kata nan bunyi permulaannya sama (purwakanti). Biasanya, aliterasi bisa ditemukan dalam puisi-puisi nan lahir pada awal kemunculan puisi Indonesia modern. Misalnya, dalam puisi "Perasaan Seni", karya J.E. Tatengkeng berikut ini. mengalir menimbun, mendesak, mengepung memenuhi sukma, menawan tubuh,serasa manis sejuknya embun selagu merdu dersiknya angin.
b Majas Repitisi
Repitisi ialah majas dengan menggunakan metode pengulangan kata. Bentuk repitisi bisa terlihat secara jelas dalam puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri.
JADI.
tidak setiap derita jadi luka
tidak setiap sepi jadi duri
tidak setiap tanda jadi makna
tidak setiap jawab jadi sebab
tidak setiap seru jadi mau
tidak setiap tangan jadi pegang
tidak setiap kabar jadi tahu
tidak setiap luka jadi kaca memandang Kau pada wajahku!
Karya Sutardji Calzoum BachriSumber: O, Amuk, Kapak, 1981
Penggunaan majas dalam menciptakan sebuah karya ibarat penyedap rasa dalam menyajikan sebuah masakan. Citarasa nan dimiliki akan bertambah dalam setiap baitnya ketika majas digunakan sebagai gaya bahasa. Dan setiap penyair, niscaya menggunakan majas buat mewakilkan apa nan ada di pikirannya.