Makalah Hukum Waris Islam

Makalah Hukum Waris Islam

Dalam makalah hukum waris sebagai tulisan aku kali ini, kita akan membahas mengenai hal tersebut dan secara lebih fokus akan kita kupas mengenai warisan buat bayi tabung . Berikut ini ulasan lengkapnya.



Makalah Hukum Waris Islam

Jika ada warisan, tentu ada pakar waris kan? Nah, Pakar waris adalah orang-orang nan berhak atas harta warisan nan ditinggalkan oleh orang nan meninggal. Yang berhak menjadi pakar waris ialah orang nan mempunyai interaksi kekerabatan atau interaksi perkawinan dengan pewaris. Di samping adanya interaksi kekerabatan dan perkawinan itu, mereka baru berhak mendapat warisan dengan terpenuhinya ketentuan sebagai berikut.

  1. Bahwa mereka telah atau masih hayati pada waktu meninggalnya pewaris.
  2. Bahwa tak ada hal-hal nan menghalangnya menjadi pakar waris.
  3. Bahwa mereka tak tertutup oleh pakar waris nan lebih utama.

Akan kita bahas pula dalam makalah hukum waris ini lebih lanjut mengenai pembagian warisan terhadap bayi tabung menurut hukum Islam , baik bayi tabung sebagai anak kandung dan bayi tabung bukan sebagai anak kandung.



Bayi Tabung sebagai Anak Kandung

Rumah Sakit telah sukses mengembangkan program bayi tabung nan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri nan sah, maka hal ini dianggap sebagai anak nan sah, maka dianggap sebagai anak kandung. Sebagaimana bisa dilihat dalam pasal 42 Undang-Undang No. 1 tahun 1974.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam nan menyatakan;

  1. Anak nan dilahirkan dalam atau dampak perkawinan nan sah.
  2. Hasil pembuahan suami istri nan absah di luar rahim dan dilahirkan istri.

Pada program bayi tabung nan diterapkan oleh rumah sakit pada umumnya di Indonesia menggunakan sperma suami dan ovum istrinya tak menimbulkan masalah apa-apa segala sesuatunya, termasuk hukum warisnya diperlakukan sebagai anak nan lahir secara alamiah, yaitu melalui karena persetubuhan ibu bapaknya.

Segala ketentuan Ilmu Faraid berlaku terhadap anak itu maka seandainya ayahnya meninggal dunia, anak itu berhak atas seluruh harta pusaka, jikalau ia anak laki-laki dan seorang diri. Apabila bersama saudara-saudaranya perempuan, maka ia mendapat bagian dua kali bagian nan diterima saudara-saudara perempuannya, demikian seterusnya, sinkron dengan petunjuk surat An-Nisa’ ayat 11.

Dalam hal ini, sepanjang pengamatan para peneliti tak ada ulama nan mengingkari, nan terlahir secara alamiah. Hal itu disebabkan anak nan terlahir dengan sperma suami hakikatnya memang anaknya sendiri, dan sejauh itu tak didapati hal-hal nan bisa dijadikan alasan buat mengingkari fenomena itu.

Menurut Syekh Hasanudin Muhammad Makhluf (mantan Mufti Mesir), pada prinsipnya apabila sperma (bahan) nan dimasukan ke dalam rahim sang ibu dari sperma suaminya, maka cara seperti ini dibolehkan dan anak nan lahir itu mempunyai ketentuan nasab dari ayahnya, serta menapat hak waris seperti anak nan lahir dalam proses biasa.

Selanjutnya, jika sperma apabila sampai ke rahim seorang ibu tanpa melalui jimak, sama seperti nan dilakukan melalui jimak walaupun ibu tersebut mengambil sperma suaminya dengan sepotong kapas, lalu dimasukkan ke dalam rahimnya. Maka anak tersebut kelak mendapat keturunan dari ayahnya.

Pada dasarnya, program bayi tabung nan dilakukan oleh rumah sakit pada umumnya di Indonesia hanya boleh dilakukan buat program bayi tabung nan berasal dari suami dan istri sah.

Menurut Malik Madani, Ketua Komisi Pengembangan Hukum dan Penetapan Fatwa MUI DIY, mengatakan bahwa proses bayi tabung dibolehkan sepanjang mani dan ovum dari pasangan suami istri nan sah. Jika salah satunya meninggal dunia, baik orang tua atau bayi tabung akan mendapatkan bagian warisan sinkron dengan jenis kelaminnya dan jumlah pakar waris nan ditinggalkannya, maka dalam hal ini bayi tabung dianggap sebagai anak kandungnya sendiri.

Menurut KH. Ashari Abda sebagai Anggota Dewan Syuriah NU DIY, bayi tabung dibolehkan menurut hukum Islam sepanjang cara dan proses pembuatannya dibenarkan menurut hukum Islam. Melakukannya harus dari pasangan suami dan istri nan sah, maka dianggap sebagai anak kandung sendiri, sehingga akan mendapat warisan dan saling mewarisi antara orangtua dengan anaknya.
Anak absah dengan sendirinya berhak buat mewarisi dari orangtuanya (pewaris) Bagian nan harus diterimanya ialah tak sama antara pakar waris laki-laki dan pakar waris perempuan.

Laki-laki mendapat 2 bagian dan pakar waris perempuan mendapat 1 bagian. Hal ini di introduksi dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 11. Jika nan menjadi pakar waris hanya 2 anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki (dalam hal ini merupakan contoh nasab bayi tabung nan dilahirkan dalam program bayi tabung) yag lahir bersamaan atau nan disebut dengan kembar siam, maka cara penghitungan warisnya ialah anak laki-laki mendapatkan 2 bagian dan pakar waris anak perempuan mendapatkan 1 bagian.

Jika nan menjadi pakar waris hanya 2 orang anak perempuan, sebagaimana nan sukses lahir dalam keadaan program bayi tabung, maka dua orang anak perempuan tersebut akan mendapatkan bagian 2/3 warisan dari apa nan ditinggalkan oleh bapaknya (QS. An-Nisa ayat 11).

Sedangkan jika nan ditinggalkan hanya 1 orang anak perempuan saja, sebagaimana nan sukses dilahirkan dari program bayi tabung, maka 1 orang anak perempuan tersebut akan mendapatkan ½ bagian dari warisan nan ditinggalkan bapaknya, sebagaimana nan tertuang dalam QS. An–Nisa ayat 11), sedangkan ibu hanya berhak mendapatkan warisan 1/8 dari apa nan ditinggalkan si suami (QS. An-Nisa ayat 11).



Bayi Tabung Bukan sebagai Anak Kandung

Dalam program bayi tabung di rumah sakit pada umumnya di Indonesia hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri nan sah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 73 / MENKES / PER / II / 1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan.

Hukum waris sangat erat hubungannya dengan nasab, bilamana seorang tak diketahui nasabnya, maka akan sulit pula masalah warisnya. Sebaliknya bilamana jelas silsilah dan nasabnya, maka akan mudah pula penyelesaian masalah warisnya. Ini ialah hal nan krusial buat diketahui dalam makalah tentang hukum waris ini.

Sesungguhnya bahwa anak ialah orang nan paling berhak mendapatkan warisan dari ayahnya, menyusul kemudian ayah, ibu, dan saudara-saudara Rosulullah telah memberikan pola dasar pembagian waris, sebagai panduan generik dalam membagi harta peninggalan nan juga berfungsi menjelaskan ayat 11 QS. An-Nisa.

Demikian seharusnya anak itu berhak menerima warisan, bahkan penerima paling utama, karena ia ialah anak nan paling dekat kepada orang tuanya. Tetapi pada bayi tabung dengan sperma donor timbul persoalan, yaitu siapa nan disangka anak sebenarnya bukan anaknya?

Nasabnya tak dihubungkan kepadanya, padahal kunci persoalan waris terletak pada interaksi nasab oleh sebab interaksi nasab antara anak bayi tabung sperma donor dengan suami ibunya tak ada, maka antara keduanya tentu tak saling mewarisi. Jika suami ibunya itu meninnggal si anak inseminasi tak berhak mendapatkan warisan darinya. Demikian pula sebaliknya, jika anak itu nan meninggal global lebih dulu, maka laki-laki suami ibunya itupun tak berhak mendapat bagian warisan darinya.

Pada inseminasi protesis model titipan, permasalahannya akan lebih sulit lagi, karena anak nan proses kejadiannya dengan jalan dititipkan itu, nasabnya sama sekali tak bisa dihubungkan kepada keluarga atau pasangan suami istri nan merasa menitipkan.

Pada Inseminasi protesis model titipan pada dasarnya ada disparitas di kalangan para ulama berkaitan dengan status anaknya, Menurut Malik Madani sebagai ketua Komisi Pengembangan Hukum dan Penetapan Fatwa MUI DIY mengatakan bahwa Bayi Tabung model titipan tak dapat dikategorikan sebagai anak absah dari pasangan suami istri nan telah menyerahkan serma dan ovumnya kepada ibu lain, sedangkan ibu lain nan melahirkan anak hasil inseminasi tersebut ada interaksi nasab dengan anak nan dilahirkan.

Menurut Zain Akaff S. Pog berpendapat bahwa bayi tabung model titipan tak dapat disamakan dengan ibu susuan, sebab pembentukannya dengan proses nan sangat berbeda. Pada ibu bayi tersebut sudah menjadi manusia sempurna, dengan arti pembentukan manusia tak dengan melalui donasi orang lain. Sementara dalam bayi tabung model titipan ialah sebagai anak absah dari suami istri nan menyerahkan sperma dan ovumnya. Ibu nan menitipkan dapat mengupahkan selayaknya ibu susuan, sehingga anak hasil model titipan disebut sebagai anak absah sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 233.

Nah, demikian kupasan singkat berupa makalah hukum waris ini semoga dapat memberi manfaat. Harapannya ialah agar kita mempunyai bekal buat dapat memahami dasar hukum warisan nan berkaitan dengan bayi tabung. Semoga informasi ini berguna buat kita semuanya.