Percaya pada Kehidupan Bukan pada Ramalan Hidup
Apa nan terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca dua kata tentang ramalan hayati ini? Mungkin sama seperti nan terlintas di dalam pikiran aku atau mungkin juga sangat berbeda. Pikiran nan terlintas di dalam kepala kita itu ialah refleksi kita atau cara pandang kita tentang kehidupan nan sedang kita jalani.
Ada orang nan bergantung pada ramalan hayati sehingga mereka selalu disibukkan dengan berbagai ramalan hidup tersebut. Ada juga orang-orang nan sengaja mencari berbagai ramalan hayati ini dengan mendatangi banyak orang pintar atau pergi ke peramal-peramal terkenal hanya buat melihat masa depan nan ada di dalam ramalan hayati nan diberikan oleh orang tersebut.
Lalu, apa nan akan kita dapatkan setelah kita sudah mengetahui ramalan hayati kita? Adakah khasiatnya buat kita? Adakah seseorang di luar sana nan mampu memberikan citra ramalan hayati nan tepat buat kita? Jawabannya, dapat iya dan dapat juga tidak.
Jika jawaban tersebut iya, yaitu bahwa memang pernah ada seseorang nan dapat memberikan citra ramalan hayati nan sangat tepat kepada kita, maka dapat dikatakan itu ialah kebetulan dari sekian banyak ramalan hayati nan sudah kita cari dan kita kejar. Intinya kehidupan ini ialah milik Sang Pencipta. Mungkin memang ada seseorang nan memiliki kemampuan buat memberikan ramalan hayati pada orang lainnya. Namun, ramalan hayati nan diberikan orang tersebut tak akan selalu benar.
Ramalan hayati itu akan tetap menjadi ramalan. Tetapi, jika pun terjadi, itu hanyalah sugesti. Bala alam nan akan datang, musibah nan akan melanda, semua itu tak perlu diramalkan lagi jika melihat tanda-tanda nan sudah ada. Semua orang niscaya akan bisa melihat ramalan hidupnya sendiri jika ia mau dan mampu membuka mata dan hatinya buat melakukan instropeksi ke dalam dirinya dan melihat keadaan di sekelilingnya.
Contohnya, ketika seseorang bekerja sedemikian kerasnya, bahkan ia bekerja lebih banyak dari orang-orang lain nan ada di sekitarnya. Dan ia tak hanya bekerja ala kadarnya dan mengandalkan kekuatan ototnya, namun ia bekerja menggunakan akal budi nan sudah diberikan kepadanya. Pasti ketika ada seseorang nan datang kepadanya dan memberikan ramalan hayati bahwa ia akan berhasil suatu saat, maka terjadilah kesuksesan itu di depan matanya. Tetapi, nan harus diingat dan disadari ialah kesuksesan nan akhirnya dicapai oleh orang tersebut bukan sebab ramalan hayati nan didapatkannya. Melainkan dari caranya bekerja keras dan caranya menghadapi kehidupan tanpa kenal menyerah.
Atau contoh lain lagi ialah ketika ada seseorang nan sangat malas hidupnya, lalu ia menghidupi dirinya dengan menipu orang-orang nan ada di sekitarnya. Maka tanpa sine qua non seorang peramal pun nan datang kepadanya buat memberikan ramalan hayati kepadanya, kita sendiri sudah tahu akan jadi seperti apakah kehidupan orang nan malas tersebut kelak di kemudian hari.
Tidak akan ada hal baik bagi orang nan menghidupi dirinya dengan menipu orang lain. Tidak juga ada kebaikan hayati kita kehidupan kita isi dengan kebohongan nan satu buat menutupi kebohongan nan lain. Tidak perlu ada ramalan hidup buat mengatakan kepada orang tersebut bahwa kehancuran tinggal selangkah lagi berada di hadapannya jika ia tak segera mengubah dirinya dan mengubah nasibnya sendiri.
Ramalan Hayati - Hayati Adalah Perjuangan
Itulah jargon nan sering kita dengar. Hayati itu ialah perjuangan. Tidak ada orang hayati nan bisa mencapai apa nan diinginkannya tanpa perjuangan. Sejak kecil pun sebenarnya kita sudah diajarkan bahwa buat mendapatkan sesuatu nan sangat kita inginkan ada banyak pengorbanan nan harus kita lakukan. Semua itu sudah ada nan menentukan. Tanpa sine qua non ramalan hayati nan akan memberikan petunjuk pun kita sudah tahu akan jadi apa kita kelak jika kita tak mau berkorban dan berjuang buat mendapatkan apa nan kita inginkan tersebut.
Bagaimana dengan perampok atau pencuri? Mereka juga berjuang buat mendapatkan keinginan mereka. Ada rasa malu dan harga diri nan mereka korban ketika kejahatan mereka itu terbongkar. Itu dapat juga dikatakan sebagai perjuangan buat mendapatkan nan diinginkan. Namun sekali lagi, ada agama nan seharusnya mampu menyadarkan kita. Bahwa kehidupan nan baik ialah kehidupan nan berjuang tanpa harus merugikan orang lain. Kehidupan nan diperjuangkan tersebut ialah hayati nan penuh dengan nilai-nilai humanisme dan kebaikan. Sehingga tanpa ramalan hayati pun setiap orang nan ada dimuka bumi ini sebenarnya sudah tahu apa nan akan mereka dapatkan dan apa nan akan mereka alami.
Seperti kalimat berikut ini: Siapa nan menabur angin, maka ia akan menabur badai . Entah kalimat ini dicetuskan pertama kali oleh siapa, namun dari kalimat ini kita bisa belajar bahwa ramalan hayati itu sebenarnya sudah dapat terbaca dari apa nan kita lakukan saat ini. Siapa nan menaburkan banyak kebaikan, maka akan mendapatkan lebih banyak lagi kebaikan. Dan siapa nan menaburkan kejahatan, maka akan ada kejahatan pula nan akan dialaminya.
Ramalan Hayati Si Peramal
Ada banyak orang nan berprofesi sebagai peramal nan mampu memberikan ramalan hayati bagi orang lain. Ada banyak peramal nan memang memiliki atau memang dianugerahi kemampuan buat melihat masa depan dan membaca ramalan hayati seseorang. Tapi, berapa banyak orang-orang nan benar-benar memiliki kemampuan buat memberikan ramalan hayati ini?
Tidak akan ada nan tahu apakah si peramal tersebut memang memiliki kemampuan buat memberikan dan membaca ramalan hayati seseorang. Ketika satu ramalan hayati nan kebetulan terjadi dan diakui kebenarannya, maka akan ada lebih banyak orang nan datang kepada peramal tersebut buat meminta ramalan hidupnya. Tapi, pernahkah orang menghitung, berapa banyak ramalan hayati nan diberikan oleh si peramal tersebut ternyata meleset dan sama sekali tak terjadi? Dan apa gunanya bagi kita ketika kita tahu akan ramalan hayati kita nan sebenarnya?
Tidak ada satu orang pun di muka bumi ini nan mampu mengubah nasib seseorang tanpa usaha orang itu sendiri dan tanpa seijin Tuhan. Ramalan hayati sang peramal pun tak akan mampu mengubah nasib kita nan jelek sebab kelakuan kita sendiri. Bahkan, tak ada satu orang peramal pun nan mampu mencegah terjadinya bala alam nan akan menghancurkan bumi ini dalam kondisi bumi ini telah rusak dampak perbuatan manusianya sendiri.
Percaya pada Kehidupan Bukan pada Ramalan Hidup
Karena itulah, sejak kecil, kita sudah diberikan berbagai ilmu agama. Ilmu agama tersebut seharusnya menjadi tameng primer kita dalam menjalani kehidupan kita dengan menjauhi segala laranganNya dan melaksanakan segala perintah-Nya. Ramalan hayati itu ialah misteri alam. Manusia tak akan mampu mengungkap lebih banyak lagi tentang ramalan hayati dirinya masing-masing. Yang ada hanyalah kepasrahan dalam menjalani kehidupan sebaik-baiknya dan bersyukur atas kehidupan nan sudah diberikan kepada kita.
Untuk apa kita mengejar ramalan hayati nan sebenarnya tak diketahui kebenarannya? Untuk apa kita mengotori pikiran dan hati kita ketika ada ramalan hayati nan menyatakan bahwa kita akan wafat terlindas segerombolan gajah nan melintas. Jika memang suratan takdir kita akan mati, mungkin ada baiknya kita tak mendirikan rumah di sebelah kandang gajah agar kemungkinan kita wafat terinjak gerombolan gajah tersebut tak terjadi.
Ramalan kehidupan itu hanya milik Tuhan. Ia akan mampu memberikannya kepada masing-masing manusia nan langsung meminta kepada-Nya. Dan ramalan hayati nan diberikan langsung kepada kita itulah nan konkret dan kebenarannya ada. Sayangnya, siapakah kita hingga Tuhan mau memberikan ramalan hidup itu langsung kepada kita?
Percaya Ramalan Hayati Berdampak Kemalasan
Ramalan merupakan prediksi mengenai nasib atau jalan hayati seseorang di kehidupan kini dan mendatang. Ramalan selalu berada di balik kata peramal, orang pintar, paranormal, dukun, dan pakar nujum (zaman dahulu).
Ramalan selalu dikaitkan dengan kehidupan nan antik dan masih menganut kepercayaan animisme (kepercayaan nenek moyang). Namun, interaksi antara ramalan dan antik tak lagi berlaku kini.
Zaman sekarang, ramalan telah terang-terangan disajikan dalam bentuk nan lebih modern. Salah satu contohnya ialah maraknya layanan ramalan melalui sms dan internet.
1. Mulanya Sakral
Ramalan pada zaman pramodernisasi merupakan sesuatu nan amat sakral. Prosesnya pun dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Pada ritualnya, sering disajikan beberapa sesajian, sesajen.
Namun, di era modern, ramalan bukan lagi sesuatu nan sakral. Praktinya ada di mana-mana, bahkan di pinggir-pinggir jalan pun sering ditemui beberapa orang nan dapat memprediksi nasib.
Kini, setiap orang tak malu lagi buat diramal. Mereka melakukan ramalan secara terang-terangan. Siapa saja boleh. Apa saja boleh. Di mana saja boleh.
2. Upaya dan Doa
Berkenaan dengan nasib di masa sekarang dan masa depan, kita selalu ingin tahu mengenai citra jodoh atau percintaan, rezeki, dan karir. Namun, semua akan kembali bergantung pada upaya dan doa kita buat meraih keberhasilan dan jalan nan lebih baik di hari kemudian.
Kita semua, agama apa pun, memiliki Tuhan. Setiap agama meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan. Tuhan ialah nan Paling Maha. Dia dapat melakukan apa pun nan dikehendaki-Nya.
Sejak lahir, setiap orang sudah ditentukan garis nasibnya hingga dia kembali tak bernyawa. Jadi, nan menentukan pemugaran atau bahkan bala bagi kehidupan manusia bukanlah ramalan, melainkan Tuhan.
Manusia harus percaya dengan Tuhan. Pepatah Sunda mengatakan bahwa jodo, pati, bagja, cilaka geus aya nu ngatur . Ini berarti bahwa segala nan menimpa kita sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Jodoh, kematian, kebahagiaan, dan kesusahan, semuanya sudah ada nan mengatur.
3. Macam Ramalan
Seseorang dapat diprediksi nasibnya berdasarkan hal-hal nan melingkupinya, seperti melalui nama, tanggal lahir, nomor HP, garis tangan, dan rona kesukaan.
Kembali pada definisi awal bahwa ramalan hanya merupakan sebuah prediksi. Prediksi itu sendiri merupakan estimasi nan dapat saja sahih dan dapat juga meleset. Meskipun, ada beberapa ramalan nan benar, kebanyakan prediksinya meleset.
Sebagai makhluk ber-Tuhan, kita jangan terlalu percaya pada ramalan. Karena, ramalan dapat berpengaruh pada peningkatan kemalasan. Misalnya, seseorang diramalkan karirnya akan naik di akhir tahun 2011.
Dengan adanya ramalan seperti itu, orang tersebut akan malas buat bekerja sebab dia berpikir percuma kerja capek dari sekarang. Toh, akhir 2011 karirnya akan naik juga.
Mending kalau ramalan itu benar, kalau tidak? Kalau ramalan itu meleset, akan ada dua kerugian nan dia alami. Pertama, menduakan Tuhan. Kedua, hayati sengsara dampak bermalas-malasan.
Kita sebaiknya berlaku wajar-wajar saja dalam mengapresiasi sebuah ramalan. Ramalan ialah sesuatu nan hanya berupa perkiraan. Sebagai referensi, kita boleh saja melihat ramalan.
Namun, jangan lantas percaya 100% sebab semuanya baru estimasi nan dapat saja sahih maupun sebaliknya. Kita percaya pada Tuhan saja, jangan nan lain-lain!