Artis Ibu Kota Bukan Orang Ibu Kota
Jakarta dengan sengala hingar bingar kehidupan metropolitan selalu jadi loka nan menggiurkan buat menyandarkan hidup. Semua orang mendatangi Jakarta dengan asa dapat memperbaiki nasib. Dengan asa itulah, orang-orang tetap bertekat mengadu nasip di Jakarta meski tanpa ada agunan dapat mendapat kehidupan nan layak.
Jakarta mendatangkan sejuta kenikmatan duniawi. Apa saja ada di kota nan dipenuhi gedung-gedung tinggi ini. Jakarta ialah surga. Jakarta ialah loka berlangsungnya roda kehidupan nan serba ada. Mungkin hal-hal itulah nan dipahami setiap orang ketika memutuskan menginjakkan kaki di Jakarta.
Selain dikenal dengan kemacetannya, Jakarta memang dipenuhi orang-orang berkantong tebal secara kasat mata. Padahal, di Jakarta banyak juga orang-orang nan menggantungkan hayati pada sehelai kardus dan loka sampah. Banyak gembel berkeliaran di Jakarta.
Sayangnya, masyarakat tak dapat melihat kondsisi sulit nan menimpa sebagian penghuni pelataran ibukota. Orang kampung berduyun-duyun mendatangi Jakarta sebab di Jakarta banyak pekerjaan, banyak jalan menjadi sukses. Bahkan, mereka nan tak memiliki keahlian apapun berani mendatangi Jakarta dengan kapital nekad.
Minimnya keahlian nan dimiliki pendatang berdampak pada meningkatnya kriminalitas. Mereka nan hayati di Jakarta tanpa keahlian tak memiliki cara lain buat menyambung hidup, kecuali jadi copet, penodong, dan sebagainya. Faktanya, Jakarta ialah ibukota negara Indonesia. Jakarta ialah loka berlangsungnya roda pemerintahan. Jakarta tak menjanjikan apa-apa pada masyarakatnya, kecuali Istana Negara nan megah loka bernaungnya pemimpin republik.
Ada ungkapan bahwa ibukota lebih kejam daripada ibu tiri. Dan itu benar. Hayati di Jakarta ialah soal bagaimana kita bertahan hidup. Tidak ada tawar-menawar di sini. Sporadis pula orang nan beramah-ramah di Jakarta. Semua ialah soal uang. Tidak ada nan perdeo di sini. Sebagai ibukota nan dipadati jutaan jiwa, Jakarta merupakan loka berlangsungnya global hiburan dan keartisan.
Segala hal berbau pertelevisian dengan segala unsur pendukungnya ada di Jakarta sehingga setiap orang berlomba-lomba buat menjadi seniman ibukota. Setiap orang dengan talenta beragam, takjarang pula nan pas-pasan, mencoba peruntungan buat menjadi seniman ibukota .
Persaingan Seniman Ibu Kota
Untuk memasuki global entertainment nan sarat dengan predikat kehura-huraan tidaklah mudah. Banyak nan harus dikorbankan buat mendapatkan predikat artis, baik model iklan, pemain sinetron atau film, maupun penyanyi. Mental buat menghadapi global public figurepun harus disiapkan agar mampu menjalani profesi ini tanpa kata menyerah.
Setiap orang beradu bakat. Saling mengungguli satu sama lain. Tidak sporadis pula nan melakukan berbagai cara, misalnya membuat sesuatu nan menghebohkan seluruh kalangan masyarakat, buat mendapatkan sebutan seniman ibukota. Tidak semua orang mengalami kesulitan buat mendapatkan predikat artis. Banyak seniman nan mengaku terjun ke global hiburan sebab tak sengaja.
Misalnya, ketika sedang jalan-jalan di mall tiba-tida ada produser atau pencari talenta nan menawarinya bermain film atau menjadi model iklan. Dari niat iseng-iseng, ternyata menghasilkan. Selain nan tak sengaja, adapula seniman nan memang berniat menjadi artis, namun mendapat kemudahan sebab orang tua atau saudaranya seorang artis. Dengan demikian, secara tak langsung terah keartisan turun pada anak atau keluarga lainnya.
Besarnya keinginan buat menjadi seorang seniman ibukota berpengaruh pada tingginya antusiasme masyarakat ketika mengikuti ajang pencarian bakat. Misalnya, Indonesian Idol, KDI, Indonesia Mencari Bakat, Indonesias Got Tallent, dan sebagainya.
Dengan mengikuti ajang tersebut–jika sampai lolos menjadi finalis- mereka secara hukum alam akan memiliki penggemar nan jumlahnya ribuan, bahkan lebih. Dengan demikian, predikat keartisan pun di tangan. Tinggal bagaimana meracik ulang dan mempertahankan.
Hal nan terpenting dari sebuah persaingan di global hiburan ialah persaingan sehat nan tak merugikan masyarakat sebagai penontonnya. Persaingan nan sehat ialah persaingan nan berusaha mengungguli versus dengan mempertontonkan sesuatu nan menghibur sekaligus mendidik.
Kualitas Seniman Ibu Kota
Kualitas seorang seniman ibu kota ditentukan dari pihak nan merekrutnya menjadi artis. Kemampuan setiap calon seniman niscaya berkembang tergantung dari tuntutan nan selama itu harus ia kuasai. Seperti pada audisi-audisi nan berpusat di Jakarta, niscaya bekerjasama dengan seniman papan atas professional buat menilai kelayakan performa calon seniman tersebut.
Namun, munculnya kenyataan seniman dadakan, mulai nan terkenal lewat youtube, hingga terkenal sebab kehebohannya membuat kualitas seniman dipertanyakan. Atau bagi artis-artis nan terkenal dampak gaya performa atau penampilannya meniru negara atau seniman asing. Tentu, kualitas juga berhubungan dengan keaslian gaya, busana, serta karakter nan dimiliki. Penemuan juga penting, asalkan tak merusak kualitas.
Baru-baru ini, global dihebohkan dengan boy band dan girl band Korea. Indonesia juga tidak kalah hebohnya dengan seniman Korea versi mereka. Penjiplakan menjadi hal nan diagung-agungkan, mulai dari gaya busana hingga konsep performa. Inikah nan disebut dengan kualitas artis? Kualitas juga perlu dipertanyakan pada maraknya penggunaan konsep lips sing. Pendengar dapat jadi merasa tertipu dengan suara rekaman nan menggema di atas anjung live.
Menjadi seniman ibu kota berarti juga harus siap menjadi seniman Indonesia nan ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi, dengan adanya infotainment nan mengekspose kehidupan seniman menjadi salah satu jalan tersendiri buat terkenal. Seorang seniman nan ingin terkenal bisa menempuh jalan buat membuat gossip agar terkenal melalui infotainment, atau mengembangkan kualitas sinkron dengan bidang nan ia kuasai.
Artis Ibu Kota Bukan Orang Ibu Kota
Artis ibu kota tidak selalu datang dari keluarga nan memang berdarah Jakarta. Justru, kebanyakan seniman dadakan berasal dari daerah lain nan mencoba mengadu nasip. Tak jarang, beberapa dari mereka menjadi bos di kota tempatnya merantau. Selain banyak uang, banyak pula penggemar, dan kemewahan nan dimiliki.
Artis ibu kota nan bukan orang ibu kota tak hanya penyanyi dan seniman sinetron. Beberapa di antara mereka juga merambah global presenter, hingga melakukan bisnis. Meski, saat ini banyak pendatang baru nan merambah global sinetron. Hal ini disebabkan oleh adanya program pencarian talenta acting nan tersebar di berbagai kota besar lain seperti Surabaya, Medan, hingga Palembang.
Masyarakat di kota-kota kecil di seluruh belahan di Indonesia ini memiliki kesempatan nan sama buat menjadi terkenal dengan mangadu nasip di ibu kota. Namun, kemampuan nan dimiliki saja tidak cukup buat menjadi bekal. Selain kemampuan, diperlukan juga rasa percaya diri nan kuat, niat nan kuat, serta pegangan selama hayati di sana. meski ada beberapa seniman nan bonek (bondo nekat) dan nyatanya memang benar-benar berhasil.
Sebut saja seniman Pasuruan nan terkenal di ibu sebab goyang ngebornya. Siapa lagi kalau bukan Inul Daratista. Seniman nan berhasil dengan karakter khasnya tetap dikenal hati masyarakat sebab karakter nan ia miliki. Meski menimbulkan berbagai kontroversi, justru Inul semakin melambung di atas bendera seniman ibu kota nan tegar dengan berbagai terpaan pencekalan dan pembelaan.
Ada pula artis-artis Indonesian Idol nan terkenal melalui suara emas mereka. Karena dipilih langsung oleh penonton, jagoan Indonesian Idol punya banyak penggemar. Perjuangan mereka bukan berarti asal mempesona dan bertampang ganteng atau cantik. Mereka dihadapkan dengan suatu tantangan buat menunjukkan karakter khas dengan membawakan lagu orang lain.
Dengan demikian, memang sahih jika seniman ibu kota nan dipuja-puja fansnya tak selalu orisinil warga Jakarta. Yang terpenting dari sebuah profesi nan dijalani ialah profesionalisme dan kualitas nan dimiliki. Tentu tidak jadi soal dari mana asal seniman nan terkenal di Jakarta, tetapi jangan sampai lupa dengan kampung halaman juga ikut membesarkan namanya.