Tahapan Perkembangan Kognitif Anak
Teori kognitif ialah sebuah teori nan berusaha menjelaskan tentang konduite manusia melalui proses berpikir. Teori kognitif ini melibatkan proses berpikir, mengetahui, mengingat, berkomunikasi dan bagaimana seluruh proses itu bekerja bersama. Teori ini fokus pada proses berpikir individu nan membentuk emosi, kemudian perilaku, hingga menjadi suatu kepribadian.
Dalam teori kognitif , pikiran manusia dipandang sebagai komputer dimana hardware dan software saling berinteraksi hingga membentuk kepribadian. Pandangan ini juga berarti bahwa faktor primer pembentuk kepribadaian lebih kepada proses pembelajaran daripada pengalaman individu.
Namun lebih jauh lagi, teori kognitif merupakan satu-satunya teori nan dengan jelas menyatakan bahwa pembentukan konduite manusia niscaya dipengaruhi oleh lingkungan, bukan hanya faktor internal. Konduite seseorang nan dikelilingi oleh teman-teman akan berbeda dengan konduite seseorang nan hayati dalam lingkungan ‘aneh’.
Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif ialah teori belajar yang, menurut Sugihartono .dkk, menekankan pada arti krusial proses internal mental manusia. Melihat tingkah laku manusia nan terlihat tidak mampu diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental manusia.
Teori belajar ini lebih banyak kita temui penerapannya pada pelatihan nan mengacu pada pemecahan bersama. Pada penggagas teori ini, seperti Mex Wertheimer berpendapat bahwa setiap siswa dalam kondisi belajar, tak memahami suatu persoalan dalam bagian nan terpisah.
Mereka akan melihat suatu permasalahan secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan faktor nan mempengaruhi permasalahan. Kemudian, lingkungan hingga akhirnya memahami cara buat mengatasinya.
Teori jenis ini juga lebih dikenal sebagai psikologi Gestalt, nan menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan. Menurut teori kognitif, semua kegiatan belajar membutuhkan beberapa hal, di antaranya:
- Insight : atau dikenal juga sebagai pemahaman. Cara ini membuat murid berupaya buat memahami pelajaran dibandingkan dengan menghafalnya.
- Equilibrium-diseqilibrium : suatu kondisi di mana warga belajar bisa mencapai pemahaman terbaiknya tentang materi nan dipelajari. Kondisi ini tercipta bergantung pada rasa antusias siswa sebab mengetahui adanya materi baru nan akan dipelajarinya.
- Act of Discover : merupakan konsep belajar nan dikembangkan agar siswa merasa terkait dan memiliki pemahaman berdasarkan pengalaman belajar nan mereka rasakan sendiri. Dalam teori ini, biasanya guru menyesuaikan materi belajar dengan suatu kegiatan nan menyenangkan.
Semua bentuk konduite termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Menurut hal ini proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran nan baru beradaptasi atau berkesinambungan dengan tepat dan harmonis dengan struktur pengetahuan nan telah dimiliki oleh peserta didik. Konklusi sementara bahwa ilmu pengetahuan dikonstruksi dalam diri seseorang melalui pengalaman-pengalaman nan berkesinambungan dengan lingkungan.
Proses ini berjalan secara bersamaan, tak sepotong-sepotong atau pun terpisah, melalui proses nan mengalir , menyambung-nyambung dan menyeluruh. Misalnya: Ketika seorang peserta didik membaca satu bacaan, maka nan dibacanya bukanlah huruf-huruf melainkan kata, kalimat, atau paragraf nan semuanya seolah menjadi satu, mengalir dan menyerbu secara total (Sugihartono .dkk, 2007: 105).
Terkait dengan penyerbuan secara total bisa dikatakan sebagai petanda-petanda nan bermunculan dan membentuk satu pengertian generik dari petanda-petanda nan banyak sebelumnya.
Terkait dengan teori belajar kognitif, kasus di atas bisa kita kaitkan dengan bagaimana maraknya penggalakkan pendidikan karakter dalam pendidikan nasional.
Pendidikan karakter seharusnya dibangun secara bertahap pada peserta didik. Melalui pengalaman-pengalaman nan berasal dari iklim sekolah peserta didik kemudian membangun mindset baru setelah lulus dari sekolahnya.
Persoalan ini akan dapat dinilai dari bagaimana kemudian output dari pengalaman-pengalaman nan dibangun oleh sekolah itu dan memaknai pengalaman tersebut bukan secara partikular, tetapi secara holistik peserta didik dapat mengetahui mana sikap nan baik dan tak baik.
Setiap peserta didik telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Ada konstruksi gagasan-gagasan nan telah dikonsensus oleh diri peserta didik sebagai objek penerima pengetahuan dari sekitar sekaligus sebagai subjek nan mengolah pengetahuan nan ada dalam diri peserta didik itu sendiri. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Perkembangan teori kognitif terjadi semenjak lahirnya teori Gestalt. Teori Gestalt mempuyai konsep krusial nan berupa insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha (Sugihartono .dkk, 2007; 105). Teori Gestalt ini ditemukan oleh Max Wertheimer (1880- 1943) nan meneliti tentang pengamatan dan pemecahan masalah nan sebelumnya belum dibatasi pada teori belajar kognitif awal.
Esensi dari teori psikologi Gestalt sebagai perkembangan dari teori belajar kognitif ialah bahwa pikiran (mind) ialah usaha-usaha buat menginterprestasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman nan masuk sebagai holistik nan terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu, dan bukan sebagai kumpulan unit data terpisah-pisah.
Artinya melalui teori belajar kognitif, sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur nan lebih sederhana sehingga mudah dipahami.
Tahapan Perkembangan Kognitif Anak
Pada bagian ini, teori belajar kognitif harus memenuhi tujuan pengembangan potensi nan dimiliki oleh tiap anak buat melangkah ke fase selanjutnya. Oleh sebab itu, program belajar berupaya buat mencapai tujuan sebagai berikut:
- Tumbuh mandiri: mereka harus berpikir dapat menjadi individu nan memiliki kemampuan dan bertanggung jawab pada keputusan nan dipilih.
- Belajar memberi, berbagi, dan menerima kasih sayang: program ini biasanya bernuansa self-centered , dengan begitu anak-anak dapat mengapresiasi afeksi serta perhatian nan didapat dari teman sebayanya.
- Mampu berteman dengan anak lain: teknik ini mengajarkan pada anak-anak cara buat berinteraksi pada cakupan nan lebih luas.
- Belajar mengontrol diri: bertujan buat memberikan sosialisasi pada anak-anak pentingnya disiplin diri, serta mengarahkan atau mengatur diri sendiri. Program pedagogi jenis ini diharapkan dapat memberikan sosialisasi pada anak-anak tanggung jawab pada pekerjaan meski dengan minimnya pengawasan.
- Mengenali peran: nan dimaksud dengan hal ini ialah memperkenalkan disparitas gender pada anak-anak serta peran-peran apa saja nan diharapkan oleh masyarakat pada pria maupun wanita.
- Memahami tubuhnya sendiri: sosialisasi pada anak-anak mengenai asupan gizi nan tepat agar mereka bisa mengetahui makanan atau minuman nan dibutuhkan agar tubuhnya sehat.
- Melatih keterampilan motorik: program belajar nan dirancang buat melatih keterampilan mobilitas pada anak-anak, hal ini biasanya dilatih dalam permainan ketangkasan maupun pelajaran olahraga.
- Mempelajari kosa kata baru: sebuah program belajar nan bertujuan buat memperkenalkan pada anak-anak majemuk bahasa serta maknanya.
Dalam perkembangannya, teori kognitif ini biasanya digunakan buat mempelajari proses perkembangan anak. Teoritikus menyatakan bahwa anak-anak belum mampu memahami global hingga mereka mencapai termin spesifik dalam perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif ialah proses dimana pemahaman anak tentang global berubah berdasarkan usia dan pengalaman. Perkembangan kognitif anak ini secara mendalam dipaparkan oleh seorang psikolog asal Swiss, Jean Piaget.
Teori kognitif mengenai perkembangan anak menurut Piaget ialah bahwa anak-anak berkembang melalui empat tahapan, dengan urutan niscaya dan berlaku universal pada semua anak.
Piaget menjelaskan bahwa tahapan-tahapan ini berbeda tak hanya dalam jumlah informasi nan diperoleh, tetapi juga kualitas pengetahuan dan pemahaman dalam tiap tahap.
Menurut Piaget, perpindahan dari satu termin ke termin berikutnya terjadi ketika anak telah mencapai kematangan dan terbuka terhadap pengalaman nan sesuai.
Tanpa pengalaman anak-anak diasumsikan tak mampu mencapai kemampuan kognitif tertinggi. Berikut ini tahap-tahap perkembangan kognitif anak oleh Jean Piaget:
1. Termin Sensorimotor
Tahap ini merupakan termin awal dari empat tahap, dimulai saat anak baru lahir hingga mencapai kisaran usia 2 tahun.
Pada termin ini, anak masih belum memiliki kompeten dalam mengenali lingkungan dengan menggunakan gambar, bahasa, atau simbol. Bayi hanya bisa mengenali benda atau orang nan berada di dekatnya saat itu saja. Jika benda atau orang tersebut telah menghilang, maka bayi tak bisa mengenalinya kembali. Piaget menyebut hal ini dengan kekurangan ke-permanen-an objek.
2. Termin Praoperasional
Terjadi pada kisaran usia 2 – 6 tahun. Perkembangan nan paling krusial pada termin ini ialah bahasa. Anak-anak mengembangkan citra internal akan global nan dapat membuat mereka menggambarkan orang, kejadian, dan perasaan. Pada usia ini, anak-anak mulai menggunakan simbol.
Meskipun pada pada termin ini anak sudah lebih berkembang dibandingkan termin sebelumnya, namun secara kualitas mereka masih dibawah dewasa. Pada termin ini karakter anak, seperti disebut Piaget, ialah pemikiran nan egosentris, penggambaran global hanyalah berdasarkan sudut pandang anak. Anak-anak meyakini bahwa apa nan mereka lihat ialah sama seperti nan orang lain lihat.
3. Termin Operasional Konkrit
Terjadi pada kisaran usia 7 – 11 tahun. Pada termin ini anak sudah mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan objek. Mampu mengutak-atik operasi aritmatika, dan nan krusial ialah proses hilangnya sifat egosentris. Anak sudah mulai dapat memandang suatu permasalahan dari sudut pandang orang lain.
4. Termin Operasional Formal
Tahapan ini merupakan tahapan terkahir dari empat termin dan terjadi pada kisaran usia 12 tahun hingga dewasa.Anak-anak pada termin ini telah memiliki pemikiran nan logis. Mampu berpikir secara abstrak dan dapat menarik konklusi sendiri berdasarkan informasi nan tersedia.
Teori kognitif Piaget ini ialah teori nan paling bisa diterima secara luas. Sebanyak 49% psikolog memiliki cara pandang nan sama terhadap teori ini.