Ciri-ciri Karyawan Burnt-Out
Jurnal public relations kali ini akan membahas bagaimana menghadapi karyawan nan bosan atau istilah kerennya burnt-out . Public relations memang tak hanya mengurusi hal-hal nan berhubungan dengan publik di luar kantor, tetapi bekerja sama dengan pihak SDM mengamati dan memberikan pemecahan terhadap apa nan ada di internal kantor.
Pengertian Burnt-Out
Kondisi semacam burnt-out ini bisa dialami oleh siapa pun dengan jabatan dan pekerjaan apapun. Keadaan ini sebenarnya manusiawi dan normal-normal saja apabila tak terlalu lama terjadi, dan dibiarkan berlarut-larut. Namun, jika keadaan ini sampai menyebabkan menurunnya kinerja dan efektivitas kerja, baru berubah menjadi masalah.
Karyawan nan sedang dalam 'orbit burnt-out' ini biasanya tak akan peduli dengan apa nan sedang dan akan terjadi pada dirinya. Apalagi, jika dia pun sampai tak peduli dengan apa nan akan terjadi pada orang lain atau perusahaan dampak situasi nan tercipta olehnya. Sebelum hal-hal nan tak diinginkan terjadi, ada baiknya pihak perusahaan mengantisipasi keadaan seperti ini.
Kejelian dari pihak manajemen sangat dituntut sekali, menemukan adanya gejala-gejala burnt-out ini. Terutama dari divisi kepegawaian atau HRD, dan divisi PR atau public relations , nan spesifik menangani kondisi dan masalah karyawan nan seperti ini.
Penyebab Burnt-Out
>Di awal telah disinggung, bahwa gejala burn-out berdasarkan jurnal Public Relation ialah kondisi manusiawi dan normal. Namun memang membutuhkan penanganan selekasnya. Ada beberapa faktor nan menyebabkan kondisi ini.
- Rutinitas pekerjaan nan tak berubah selama bertahun-tahun.
- Penghasilan nan tak meningkat. Padahal, karyawan tahu bahwa perusahaan memperoleh keuntungan nan tak sedikit.
- Tidak adanya promosi jabatan atau promosi nan tertunda.
- Konflik dengan atasan atau sesama rekan kerja nan berlarut-larut.
- Tidak adanya kejelasan antara penghargaan dan hukuman. Semua tampak samar dan tak transparan.
- Serta peraturan nan tak ditegakkan dengan semestinya.
- Atasan nan pilih kasih.
- Atasan nan terlalu arogan.
- Berbagai problem pada atasan, seperti: atasan nan super perfeksionis, atasan nan sangat subyektif, atasan nan banyak menuntut, atasan nan terlalu masa bodoh, atasan nan tak pandai, dan sebagainya.
- Lingkungan kerja nan tak nyaman.
- Lingkungan kerja nan tak aman.
- Pekerjaan nan ada tak membangkitkan motivasi buat lebih maju alias tak ada lagi tantangan.
- Masalah pribadi, keluarga, cinta, orang tua, dan lain-lain.
Ciri-ciri Karyawan Burnt-Out
Di dalam jurnal Public Relations biasanya sering diuraikan tentang karakteristik dan penanda semua problem dan masalah karyawan. Dan ciri-ciri karyawan nan burnt-out adalah sebagai berikut :
- Produktivitas menurun.
- Perhatiannya tak fokus kepada pekerjaan.
- Semakin sering melanggar peraturan, seperti datang telat dan menunda pekerjaan.
- Semakin sering melakukan kesalahan nan tak perlu, tetapi tak berusaha memperbaiki diri.
- Kalau nan sudah ekstrem, kadang melakukan hal-hal nan bisa memancing emosi karyawan lain atau membuat ulah nan tak terpuji.
- Dari waktu ke waktu menjadi semakin emosional, dan tak terkendali.
- Selalu bermasalah dengan teman sejawat.
- Motivasi sangat rendah.
- Berbicara nan tak terarah dan sangat bahagia berdebat kusir.
- Tidak lagi ingin memelihara aset perusahaan. Bahkan pada masa eksklusif justru membuat kerusakan pada aset dan properti perusahaan.
- Memandang negatif kinerja perusahaan secara keseluruhan.
- Menunjukan perasaan tak puas terhadap perusahaan secara terbuka.
- Lebih jauh lagi melakukan hasutan kepada para karyawan lain buat melakukan tindakan nan berprestasi.
Memang tak bisa dipungkiri, bahwa perusahaan mana nan tak ingin memiliki karyawan bermotivasi tinggi, selalu semangat, profesional, mencintai pekerjaannya, dan bisa diandalkan? Namun, kadang kala, rasa bosan menghinggapi diri para karyawan. Dan permasalahannya adalah, kadangkala manajemen perusahaan pun tak menyadari hal tersebut.
Jika sampai terjadi, pihak perusahaan dalam hal ini bidang SDM dan public relations harus cepat-cepat turun tangan. Penerapan employee engagement system nan memberikan peluang bagi karyawan buat lebih berperan dalam kemajuan perusahaan perlu diterapkan secara luas.
Upaya penerapan employee engagement system ini dapat dimulai dari hal nan sederhana saja, misalnya. Contohnya ialah memberi pujian atau appreciate kepada karyawan nan telah memberi dedikasi terbaik, atau mencatat sebuah prestasi.
Dan upaya penerapan employee engagement system nan lebih serius lagi, misalnya, bisa perusahaan lakukan. Seperti membagi sedikit saham perusahaan buat dijual dan diberi kesempatan buat ikut memiliki saham perusahaan. Maka dengan adanya perasaan ikut memiliki perusahaan, tentu saja akan memacu kembali spirit karyawan dan memberi akibat kinerja nan baik buat berikutnya.
Solusi Apa nan Dapat Diambil?
- Adakan survei taraf kepuasan karyawan terhadap perusahaan pada umumnya dan taraf emosi karyawan terhadap dirinya sendiri secara berkala.
- Adakan dan bagikan pula kuesioner kepada karyawan, buat mencari titik masalah nan mungkin ada. Misalnya, sasaran kerja, permasalahan nan dimiliki karyawan, ataupun interaksi antar karyawan.
- Diskusikanlah hasil survei tersebut dalam keadaan santai.
- Ajaklah karyawan-karyawan eksklusif buat berdiskusi secara lebih panjang mengenai apa nan sedang dihadapinya.
- Melakukan follow-up secepatnya kepada karyawan nan bisa Anda atau manajemen ketahui dari hasil survey, angket maupun kuesioner nan disebar tadi. Ajaklah dalam pembicaraan serius secara langsung.
- Ajaklah dan tampung semua ide-ide positif dari karyawan buat kebaikan perusahaan.
- Adakan pertandingan antarkaryawan atau family gathering.
- >Berikan hadiah kepada karyawan nan berprestasi.
- Berikan sanksi setimpal bagi karyawan nan melanggar peraturan.
- Ajaklah para tampuk pimpinan perusahaan buat lebih banyak turun dan bercengkrama dengan para karyawan sehingga para karyawan merasa diperhatikan.
Perlu diingat bahwa karyawan membawa 'pesan dan image' perusahaan. Jadi, segala hal menyangkut karyawan harus sangat diperhatikan. Mereka ialah aset dan investasi nan tak ternilai harganya. Semua masalah tersebut meski sporadis disinggung di dalam jurnal Public Relations namun secara konkret tetap ada.
Jurnal Public Relation dalam Manajemen Disiplin
Kasus berikut ini tak sporadis ditemukan dalam perusahaan. Katakanlah ada seorang manajer dari sebuah perusahaan suatu ketika sempat memperhatikan seorang karyawan nan ditempatkan pada posisi menentukan.
Pengamatan pihak manajemen selama ini menunjukkan bahwa karyawan tersebut tak mau bekerja sama pada waktu usaha ekstra diperlukan, segan menjadi sukarelawan buat melakukan pekerjaan lembur, datang terlambat, memperpanjang waktu istirahat, terus menerus mengeluh dan tak mau mematuhi instruksi.
Gejala nan sedang dialami karyawan tersebut tentunya membuat manajemen kecewa. Yang pertama dipertanyakan ialah apa nan akan dilakukan terhadap karyawan nan berperilaku seperti itu. Kalau dilakukan tindakan tegas, misalnya merumahkan, namun manajer akan kesulitan menemukan gantinya. Mengapa demikian? Karena karyawan bersangkutan memiliki keterampilan nan tak banyak orang lain miliki.
Ketrampilannya sangat unik dan keunggulannya sangat potensial di atas stanadar perusahaan. Jadi apakah manajer akan membiarkannya dengan resiko suasana kerja kurang nyaman atau sebaiknya manajer mencari penggantinya. Yakni dengan melatih karyawan lain dan atau mencari karyawan baru dengan persyaratan bonus tertentu. Di sisi lain perlu diupayakan bagaimana caranya agar konduite karyawan nan "bandel tapi trampil" itu tak ditiru oleh karyawan lainnya.
Faktor-faktor nan mempengaruhi ketidakdisiplinan, misalnya, bisa berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik dari nan bersangkutan. Sementara taraf ketrampilan lebih ditentukan oleh faktor intrinsik bersangkutan. Kalau karyawan pada kasus kedua bisa diatasi dengan pelatihan dan pengembangan.
Sedang karyawan pada kasus pertama selain pelatihan tentang kepribadian juga perlu bimbingan-bimbingan kepribadian secara intensif. Intinya ialah bagaimana bakat nan dimiliki karyawan bersangkutan bisa diubah dari kemampuan bekerja sendiri menjadi bakat nan berkemampuan bekerja dalam suatu tim nan kompak dengan taraf kedisiplinan tinggi.
Kompensasi Ideal Karyawan
Tidak sporadis juga kita menemukan jurnal Public Relation nan mengangkat tema tentang kompensasi ideal karyawan. Mengapa di beberapa perusahaan sering terjadi protes dalam bentuk demo para karyawan menuntut kenaikan gaji atau upah? Seolah tak peduli dengan masalah krisis finansial global, para karyawan merasa berhak buat menuntut kompensasi sinkron dengan jasa nan sudah dikeluarkannya.
Faktor nan menyebabkannya antara lain dalam hal ketidak-puasan tentang manajemen kompensasi nan diterapkan perusahaan. Manajemen kompensasi dinilai tak memberikan imbas pada kesejahteraan karyawan. Pada gilirannya motivasi karyawan menurun dan ini akan mengakibatkan produktifitas kerja atau kinerja mereka berada di bawah baku perusahaan.
Keterkaitan kompensasi dengan kinerja karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin tinggi taraf kepuasan kerja karyawan, ceteris paribus . Derajat kepuasan nan semakin tinggi akan semakin meningkatkan motivasi karyawan dalam meraih kinerja nan tinggi.
Jika dikelola dengan baik, kompensasi membantu perusahaan buat mencapai tujuan dalam memperoleh, memelihara, dan menjaga karyawan dengan optimum. Sebaliknya tanpa kompensasi nan cukup, karyawan nan ada tak saja mengekspresikan diri mereka dalam bentuk protes keras dan mogok kerja, tetapi juga sangat mungkin meninggalkan perusahaan.