Keunikan Rumah Joglo

Keunikan Rumah Joglo

Rumah ialah istana bagi para penghuninya. Kenyamanan menjadi hal primer nan diinginkan. Berbagai desain rumah pun pada akhirnya menjadi sebuah keharusan nan jangan sampai tak diperhatikan. Karena desain rumah merupakan salah satu elemen krusial penunjang kenyamanan tersebut. Bagaimana dengan desain rumah Joglo ? Pernah terpikir menggunakannya?



Joglo Sebagai Salah Satu Budaya Indonesia

Zamannya syahdan sudah semakin maju. Perubahan desain hunian pun seperti ikut “terseret” arus perubahan tersebut. Hal-hal nan sifatnya tradisional cenderung ditinggalkan. Termasuk ketika membicarakan desain rumah tinggal. Bentuk-bentuk seperti bangunan Joglo, rumah anjung sudah sporadis lagi ditengok.

Alasannya beragam. Ribet, tak praktis, dan mahal ialah tiga alasan primer mengapa desain rumah seperti rumah Joglo tak lagi dipilih. Ribet dan tak praktis sebab kini sudah zamannya minimalis. Mahal sebab ornamen serta bahan standar pembuatan sebagian besar ialah kayu. Material nan satu itu memang cenderung lebih mahal, terutama kayu jati.

Jadilah desain rumah Joglo ini ditinggalkan para penduduknya. Kalaupun ada, jumlahnya sudah sangat sedikit, dan hanya dapat Anda temui di daerah-daerah terpencil di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Itupun sifatnya ialah bangunan tua, rumah tua, nan memang sebab keterbatasan dana, makanya tak kunjung diperbaiki. Hasilnya, rumah Joglo benar-benar tampak lusuh dan kumuh.

Padahal, desain rumah Joglo merupakan salah satu desain nan masih menggambarkan kebudayaan masyarakat Indonesia. Terutama mereka nan tinggal di Provinsi Jawa Tengah atau Jawa Timur. Karena secara tradisi, Joglo merupakan rumah khas dari masyarakat keturunan Majapahit tersebut.

Keistimewaan Joglo tak berbeda dengan keistimewaan rendang, keistimewaan angklung serta keistimewaan berbagai budaya Indonesia lainnya. Desain rumah tradisional itu ialah juga merupakan warisan budaya nan memang sudah seharusnya dilestarikan. Tanpa alasan atau pengalihan apapun.

Bentuk rumah Joglo ialah satu-satunya di dunia, dan itu milik Indonesia. Kekaguman masyarakat luar negeri akan sama dengan kekaguman kita melihat rumah Iglo nan ada di kutub, atau rumah adat negara lain. Mereka niscaya kagum, dapat jadi ingin memiliki rumah dengan desain seperti itu. Lalu, mengapa kita sebagai pewaris tunggal tak bangga akan hal tersebut?

Nasionalisme memang bukan hanya dapat dinilai dari segi itu. Dari segi bangga atau tidaknya kita pada aneka budaya Indonesia salah satunya rumah Joglo. Tapi lebih kepada menjaga hal nan seharusnya kita jaga. Karena budaya Indonesia ini sebenarnya ialah sebuah titipan. Dari Tuhan juga dari manusia sebelum kita.

Kebudayaan Indonesia ialah identitas. Hal ini sudah seringkali disebutkan. Bosan. Tapi faktanya memang demikian. Joglo ialah bagian dari kebudayaan Indonesia nan baik dan harus dilestarikan. Caranya? Realistis. Kalaupun tak mungkin membangun rumah dengan desain Joglo di zaman sekarang ini, paling tak “mengusahakan” buat mengetahui seluk-beluk Joglo juga bukan satu hal nan buruk.

Membaca, mencari tahu informasi tentang budaya Indonesia seperti desain rumah Joglo dari berbagai media pun sudah cukup, daripada blahbloh ketika ditanyai tentang itu. Dengan begitu, kebanggaan kita terhadap ragam budaya Indonesia akan tetap terjaga. Jangka panjangnya ialah kita tak akan merasa kehilangan jatidiri. Masih merasa memiliki pijakan bukti diri kebangsaan nan membanggakan.

Mengikuti perkembangan zaman dengan menggenggam smartphone kemana-mana, asyik chating hingga taksadar keadaan sekitar juga bukan satu hal nan diharamkan. Tetapi akan jauh lebih keren jika pengetahuan mengenai kebudayaan Indonesia seperti rumah Joglo ini juga dikuasai. Pandangan bahwa generasi muda Indonesia masih memedulikan budaya dan memiliki jatidiri juga akan tersemat.



Joglo – Rumah Adat Masyarakat Berkebudayaan Jawa

Seperti nan sudah dijelaskan di atas, bahwa Joglo merupakan rumah adat dari masyarakat Jawa. Pada zaman dulu, zamannya kerajaan masih menjadi sistem pemerintahan nan dominan di Pulau Jawa, keberadaan rumah Joglo masih cukup banyak. Layaknya rumah-rumah berdesain modern sekarang ini.

Jika masyarakat Sunda memiliki rumah anjung sebagai rumah tradisionalnya, Betawi dengan rumah seperti desain rumah Si Doel, maka masyarakat Jawa memiliki Joglo sebagai rumah khasnya. Keunikan Joglo tak sama dengan keunikan rumah adat lain. Sungguh khas dan perbedaan makna Jawa terasa ketika melihat bentukan dari rumah Joglo ini.

Nuansa kerajaan zaman dahulu benar-benar kuat tercitra dari bentuk bangunan nan memang khas ini. Seolah menghadirkan kembali sosok Gadjah Mada dan Hayam Wuruk di setiap sudutnya. Sungguh aura nan tak dapat ditukar dengan atap baja ringan atau lantai marmer berharga mahal.



Keunikan Rumah Joglo

Secara fungsi umum, rumah Joglo memiliki fungsi nan tentu saja sama dengan rumah kebanyakan, sebagai loka berteduh saat panas dan hujan. Tetapi secara spesifik, yakni bentuk bangunan, Joglo tentu saja berbeda. Rumah khas masyarakat Jawa ini memiliki dua bagian utama. Pendopo dan rumah bagian dalam.

Pendopo ialah bagian terluar dari rumah Joglo . Bentuknya luas, cenderung tanpa sekat. Jika Anda pernah melihat secara langsung bentuk bangunan Keraton Yogyakarta, pendopo ialah loka dilakukannya berbagai “ritual” nan sifatnya mengundang orang banyak. Pertunjukkan biasanya digelar di pendopo. Fungsi sesungguhnya pendopo ialah digunakan buat menerima tamu atau ruang bercengkrama buat keluarga.

Desain rumah Joglo sangat khas dengan bentuk atapnya nan terdiri dari dua bidang, segitiga serta trapesium. Umumnya terdiri dari 6 buah potongan atap berbentuk trapesium, dan dua buah atap berbentuk segitiga. Hampir semua bagian rumah terbuat dari kayu. Ditambah dengan tiang-tiang penyangga nan juga dari kayu.

Atap pada rumah Joglo selalu berada di tengah. Bentuk nan menjulang itulah nan dimaksud sebagai atap. Atap tersebut kemudian dikelilingi oleh atap serambi. Berdasarkan jenis atap, rumah Joglo dibedakan menjadi dua. Yaitu, atap rumah Joglo Lambang Sari dan Lambang Gantung.

Atap Joglo jenis Lambang Sari memiliki karakteristik atap nan disambung dengan serambi. Sementara atap rumah Joglo jenis Lambang Gantung menyisakan sebuah lubang buat masuknya angin dan cahaya ke dalam ruangan. Disparitas ini tentu saja menjadi pilihan bagi setiap masyarakat Jawa.

Bagaimanapun juga, masyarakat Jawa dulunya akrab dengan pembagian tingkatan sosial. Tingkatan sosial tersebut kemudian memengaruhi penggunaan atau kepemilikan rumah Joglo itu sendiri. Sistem kekerajaan zaman dulu pada akhirnya mewariskan peraturan tentang ini.

Masyarakat biasa, nan tak terlibat dalam kegiatan pemerintahan, umumnya membangun rumah Joglo dengan gaya Joglo Limasan, Joglo Sinom, Joglo Jompongan, Joglo Pangrawit. Sementara mereka nan berkedudukan, seperti bangsawan atau abdi dalem keraton akan tinggal di bangunan Joglo dengan gaya Joglo Semar Tinandhu, Joglo Mangkurat, dan Joglo Hageng.

Selain atap, rumah Joglo juga unik dengan hadirnya tiang-tiang penyangga. Tiang tersebut bertujuan tentu saja sebagai penopang atap. Tiang pada rumah Joglo umumnya berjumlah 16. Masing-masing tiang memiliki nama berdasarkan “tugasnya”.

Untuk tiang nan menyangga atap utama, disebut soko guru . Tiang penyangga nan berada lebih luar dari tiang primer disebut soko rowo . Sementara tiang-tiang nan menyangga atap pada bagian nan paling luar setelah soko rowo disebut soko emper .

Bagi masyarakat Jawa, keunikan rumah Joglo bukan hanya sekadar rumah tinggal biasa. Joglo atau loka tinggal ialah lambang dari kemapanan ekonomi. Pandangan seperti ini rasanya juga bukan hanya milik masyarakat Jawa, bukan? Bahwa kekayaan atau kemampuan ekonomi dilambangkan dengan tegaknya loka tinggal.