Cerita Gila Tentang si Pedagang-pedagang Buah dan Satpol PP
Ini cerita gila tentang kelakuan Satpol PP nan memberi sanksi kepada para pedagang. Seperti nan kita tahu, petugas Kesatuan Polisi Pamong Praja tersebut memang memiliki kesan menyeramkan di mata para pedagang.
Cerita Gila, Antara Satpol PP dan Pedagang
Dalam setiap operasinya, petugas Satpol PP ibarat ancaman bagi para pedagang. Seperti melihat hujan badai nan akan turun, pada pedagang sibuk membereskan barang dagangannya. Yang beruntung dapat sempat melakukan itu, membereskan barang dagangannya lalu "menyelamatkan diri".
Ini tentu saja berbeda bagi para pedagang nan kebetulan sedang bernasib sial. Jangankan membereskan barang dagangan, buat menyelamatkan diri sendiri saja, mereka kesulitan. Gempuran dari para petugas Satpol PP nan berlari sekuat tenaga tentu akan dengan mudahnya mengalahkan para pedagang.
Mereka sukses menangkap para pedagang seolah para pedagang tersebut baru saja merampok sebuah bank. Dari situ, sering lahir cerita-cerita gila nan mengesankan bagi siapapun. Cerita nan hadir dapat berupa cerita sedih, haru, bahkan lucu.
Para pedagang itu sudah sarat pengalaman terhadap apa nan dilakukan oleh petugas ketertiban tersebut. Mereka kebal, dan kadang mereka justru sudah memiliki beberapa cara jitu agar terhindar dari kejaran para petugas nan identik dengan sifatnya nan galak dan tegas tersebut. Dan cara jitu itu hanya mereka nan tahu.
Untuk menghadapi petugas Satpol PP, jelas tenaga dan kuasa tak dimiliki oleh para pedagang. Mereka mengandalkan akal. Mengecoh para petugas ketertiban tersebut pada akhirnya seringkali melahirkan cerita-cerita nan gila.
Tapi begitulah dunia. Penuh perjuangan. Kita sangat dapat belajar dari perjuangan para pedagang dengan cerita-ceritanya nan mengesankan. Bahwa menjadi pedagang nan tak memiliki loka nan tetap ialah penuh perjuangan.
Perjuangan mereka bukan hanya perihal mendapatkan pelanggan, tapi juga bertahan dari ancaman para petugas nan dapat datang sewaktu-waktu buat menertibkan. Permasalahan ini memang menawarkan dua sisi.
Sisi pertama menyiratkan bahwa para pedagang tersebut memang harus ditertibkan sebab mereka berdagang tanpa memerhatikan pilihan tempat. Dan terkadang, keberadaan mereka mengganggu kenyamanan. Petugas pun datang menertibkan. Di sisi lainnya, kasihan dan iba ialah perasaan dominan nan muncul ketika melihat para petugas Satpol PP menertibkan mereka.
Postus para pedagang nan cenderung lebih kecil dibandingkan para anggota Satpol PP tersebut jelas menyiratkan ketidakseimbangan. Para pedagang itu susah payah menyelamatkan dagangannya. Sementara Satpol PP juga sibuk menertibkan nan tidak sporadis malah jadi memberantakkan barang-barang dagangan. Dan itulah nan menjadi masalah.
Cerita gila antara para pedagang dan petugas Satpol PP memang tak pernah berhenti. Selalu saja ada cerita baru nan "bagusnya" hal itu selalu mendapat ekspos dari media, sehingga semua masyarakat tahu betapa beringasnya Satpol PP dan betapa tertindasnya para pedagang tersebut.
Cerita Gila Tentang si Pedagang-pedagang Buah dan Satpol PP
Lupakan, cerita-cerita nan konkret terjadi. Biarkan tetap dengan kepedihannya. Bagaimana jika sekarang kita liarkan khayalan dan mulai mengarang cerita? Bukan bermaksud menyepelekan salah satu pihak, tapi di global ini selain perjuangan kita juga butuh sebuah keliaran. Keliaran berimajinasi dan hiburan. Anggap saja seperti itu.
Cerita gila ini terjadi di sebuah pasar tradisional, loka segala barang dari mulai sayur-mayur, buah-buahan, pakaian, sendal jepit, celana dalam bercampur baur, tumplek blek jadi satu dengan gunungan sampah dan jalanan becek...cek...cek....
Ada tiga orang pedagang pikul nan tidak punya loka menetap buat jualan. Tak punya lapak sewaan sebab berat di ongkos. Mereka ialah pedagang pisang, pedagang salak, dan pedagang buah durian. Biasanya mereka berdagang di mana saja di areal pasar, asal dapat menyimpan pikulan.
Mereka telah bertahun-tahun main petak umpet dengan petugas Satpol PP. Tapi apa pun nan terjadi, mereka bertiga kompak luar biasa. Kalau nan seorang kena razia, nan berdua siap sedia menyerahkan diri hanya buat menunjukkan solidaritas sesama pedagang nan tidak punya lapak.
Kalau nasib sedang beruntung, setiap ada penertiban, ketiganya lari pontang-panting sambil memikul barang dagangan. Set... ketiga raib entah bersembunyi dimana.
Tapi ibarat pepatah, sepandai-pandai tumpai melompat akhirnya kepeleset juga. Suatu hari tanpa dapat mengelak ketiganya kena razia. Kena penertiban tanpa sempat mengelak. Ketiganya pasrah ketika dibawa ke kantor Satpol PP. Mereka dapat apa selain pasrah? Daripada sesuatu nan jelek malah menimpa.
Cerita gila pun berlanjut. Ketika sudah dalam keadaan tertangkap, mereka tetap berbincang. "Tapi kita harus tetap kompak. Jangan mau kena gertak !" usul pedagang durian. Kedua temannya mengangguk lesu.
Singkat cerita, ketiga pedagang itu diadili. Awalnya, mereka diminta denda berupa uang. Tapi ketiganya kompak hanya angkat tangan. Baru juga dadasar . Nggak ada uang selain lima ratus perak buat isi dompet. Sahih saja. Ketika diperiksa, tidak ada uang berharga. Dompet ketiga pedagang itu pun dikembalikan diiringi paras cemberut petugas Satpol PP. Ya. Denda memang diberlakukan dalam operasi ini. Entah kebenarannya seperti apa.
Hukuman kedua ialah kurungan selama tiga hari. Ketiganya langsung menangis tersedu, bagaimana nasib anak dan istri di rumah. Tiga hari mereka akan kelaparan. Kalau tiga hari tak dagang, buah-buahan ini akan busuk. Apa bapak mau menggantinya? Para pedagang ini sedang menjalankan cara jitunya, akal digunakan.
Ditantang seperti itu tidak ada seorang pun petugas Satpol PP nan mau. Akhirnya para petugas itu berembuk dan ketemulah ide gila nan akan dijadikan sanksi buat ketiga pedagang buah-buahan tersebut.
"Didenda tak ada uang, sanksi kurungan tak bersedia. Nggak apa-apa, kalian dapat bebas asal mau memenuhi permintaan kami!" begitu kurang lebih ucapan salah seorang Satpol PP dengan paras dibuat segarang mungkin. Hanya sayang, tak ada kumisnya. Jadi sambil bicara tak dapat sambil muril-muril kumis.
"Ya, Pak!" serentak ketiga pedagang buah-buahan. "Apa nan harus kami lakukan?"
"Begini!" jelas petugas. "Ambil satu buah milik masing-masing!"
Dalam cerita gila antara pedagang buah dan Satpol PP diceritakan mereka serentak mengambil barang dagangannya. Tukang pisang ngambil satu buah pisang, tukang salak ngambil buah salak begitu pula tukang durian, memegang durian nan besar dan cucuk-cucuknya tajam.
"Masukan ke lubang dubur masing-masing!" perintah petugas. Perintah petugas ini tentu saja tak benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Ini hanya cerita rekaan.
Disuruh seperti itu, ketiga pedagang buah itu hanya bengong dan saling pandang. Mereka bingung, bagaimana caranya buah-buahan ini dapat masuk?
"Ayo cepat! Masukan!"
Dengan gugup akhirnya tukang pisang membuka celana, dengan terpaksa ia sekuat tenaga memasukan pisang ke dalam lubang duburnya. Masih untung, pisang kan lemas, lebih gampang masuknya.
"Keluar! Kamu bebas!" jelas petugas sambil melirik ke arah tukang salak. Dilirik seperti itu, dengan berat hati ia berdiri, membuka celananya, lalu dengan menahan sakit mulai memasukkan salak. Sakitnya luar biasa. Tapi sambil menahan tangis, ia tetap memasukkan dan berhasil. Cerita gila ini masih berlanjut.
"Bebas!"
Mendengar kata bebas, sambil berurai air mata, tukang salak ngabarakatak tertawa. Tentu saja membuat petugas Satpol PP berang dan merasa heran.
"Kenapa? Sakit?"
"Ya jelas atuh , Pak, sakit pisan !"
"Tapi kenapa ketawa? Ngetawain kami?"
"Ampun, Pak! Saya bukan ngetawain Bapak. Tapi aku ketawa sebab tak dapat membayangkan nasib teman aku tukang duren ini. Memasukkan salak ke lubang dubur, sakitnya luar biasa. Bagaimana rasanya memasukkan durian?"
Petugas Satpol PP pun tersenyum. Keom .
Cerita gila antara pedagang buah-buahan dan petugas Satpol PP ini tentu saja tak benar-benar terjadi. Lelucon kadang tak hanya datang dari cerita-cerita lucu. Tapi juga kesedihan. Kesedihan bagi seseorang, dapat berubah menjadi cerita lucu bagi seorang nan lainnya. Bergantung bagaimana Anda mau melihatnya.