Kasih Sayang Florence - Pelopor Perawat Modern

Kasih Sayang Florence - Pelopor Perawat Modern

Bicara tentang kasih , hal nan terlintas pastilah perasaan menenangkan dan menyenangkan. Sebuah perasaan nan lumrah dirasakan oleh makhluk hidup. Sebagai makhluk Tuhan paling sempurna, manusia memiliki kemampuan buat menunjukkan kasih sayangnya dengan cara nan lebih nyata. Lalu, bagaimana dengan tumbuh-tumbuhan. Pohon pisang misalnya? Bisakah pohon pisang memperlihatkan afeksi nan dimilikinya?



Pohon Pisang dan Kasih Sayang

Ya, pohon pisang. Kasih sayang nan diperlihatkan pohon pisang memang tak berbentuk seperti afeksi nan ditujukan manusia. Pohon pisang memiliki caranya sendiri. Pohon pisang, siapa nan tak kenal, mudah ditemukan, dan ada di mana-mana. Namun, tahukah anda bahwa ada keunikan pohon pisang nan tak dimiliki pohon lainnya, yaitu; pohon pisang tak akan wafat sebelum menghasilkan buah dan tunas nan baru.

Jadi, walaupun batangnya ditebang berkali kali, ia tidak akan mati, selalu dan niscaya tumbuh lagi. Sampai akhirnya pohon pisang telah menghasilkan buah, dan telah menyiapkan tunasnya nan baru sebagai penerus keturunan. Barulah ia siap mati. Hal itu, memang siklus hayati dari pohon pisang. Tapi jika dikonversikan ke dalam hal lain, hal tersebut merupakan bentuk afeksi sang pohon pisang. Ia rela mati, tetapi setelah menghasilkan buah buat dapat dinikmati oleh manusia.

Luar biasa! Sungguh pembelajaran hayati tentang kasih sayang nan sarat makna. Setidaknya ada tiga pelajaran nan dapat kita ambil dari keunikan pohon pisang ini.



Pelajaran Kasih Sayang dari Pohon Pisang - Semangat Bertahan Hayati ( survival spirit )

Selain kasih sayang, pelajaran lain nan disiratkan oleh pohon pisang ialah semangat. Untuk bisa bertahan dan menjadi pemenang di kehidupan, amat sangat dibutuhkan kemampuan ini. Hanya pecundang sejati sajalah nan sekali tebang langsung tumbang dan tidak mau lagi tumbuh dan berkembang. Bandingkan dengan pohon pisang nan selalu tumbuh lagi walau berkali-kali ditebang. Pelajaran kedua ialah semangat buat selalu memberikan manfaat.



Pelajaran Kasih Sayang dari Pohon Pisang - Semangat buat Selalu Memberikan Manfaat ( contribution spirit )

Sesungguhnya motivasi nan membuat pohon pisang bisa terus bertahan hayati ialah keinginan buat menghasilkan buahnya nan belum tercapai. Ia menargetkan hidupnya buat menghasikan manfaat, selama itu belum tercapai pantang baginya buat berhenti di tengah jalan. Keinginannya buat bermanfaat bagi manusia juga merupakan salah satu bentuk afeksi nan tersiratkan oleh pohon pisang.



Pelajaran Kasih Sayang dari Pohon Pisang - Semangat Untuk Terus Melakukan Regenerasi ( regeneration spirit )

Setelah memberikan kegunaan dalam hidupnya, tidak lupa ia buat menyiapkan generasi berikutnya nan dikemudian hari juga akan memberikan manfaat. Pohon pisang akan wafat setelah regenerasi tercapai. Bahwa ini juga bentuk afeksi nan diperlihatkan pohon pisang. Ia tak akan wafat sebelum pohon pisang meyakini bahwa ada tunas nan tumbuh setelahnya.



Kasih Sayang Pohon Pisang dan Florance Nightingale

Kasih sayang nan ditunjukkan oleh pohon pisang dengan cara nan berbeda, seharusnya dapat dijadikan pelajaran hayati bagi manusia nan secara alami jauh lebih sempurna. Manusia nan dapat berpikir, memahami dan menginterpretasikan sesuatu idealnya dapat mengambil hikmah dan berperilaku jauh lebih baik.

Sayangnya, manusia terlahir dengan kekerasan hati dan kepala nan berbeda-beda. Tidak semua manusia rela "menjadi" pohon pisang. Tidak semua orang rela menerapkan "ilmu pohon pisang" dalam kehidupannya. Di antara sedikit manusia nan rela, ia salah satunya ialah Florence Nightingale.

Wanita dengan afeksi di hatinya ini dilahirkan di Italia tepatnya di daerah Firenze, dari keluarga tuan tanah nan kaya pada tanggal 12 Mei 1820. Terlahir dari keluarga kaya bukan jadi alasannya buat bermanja-manja dan bertindak sesuka hati. Wanita kaya ini berbeda.

Walau dibesarkan di keluarga bangsawan, Florence remaja memiliki jiwa sosial nan sangat besar. Di masanya hampir tidak ada anak gadis nan mau menjadi perawat karena identik dengan pekerjaan nan rendah dan memalukan, apalagi bagi seorang wanita ningrat. Di hatinya sudah terlanjur tersimpan kasih nan besar buat dibagikan kepada sesama.

Namun, Florence tidak peduli. Dengan jiwa sosial nan diliputi kasih sesama manusia, dia menetapkan hati buat pergi menjadi sukarelawan menolong korban perang di berbagai medan pertempuran, salah satunya ialah di Krimea, Turki (sekarang wilayah Ukraina). Walau ia ditentang seluruh keluarga dan dilecehkan masyarakat, semangat pengabdiannya kepada humanisme lebih besar dari segalanya.

Di Krimea, Florence manghadapi kondisi nan tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Banyaknya para prajurit nan terluka dan diamputasi dengan persiapan dan perlengkapan seadanya, sehingga mereka dengan mudahnya kehilangan tangan, kaki dan potongan tubuh lainnya. Hal itu benar-benar menguji keberadaan rasa kasih nan berada di hatinya.

Melihat keadaan nan seperti itu, Florance justru merasa tertantang. Sikap perikemanusiaan nan ada di dirinya benar-benar diuji. Bukannya mundur dan menikmati segala fasilitas nan ada, Florance justru mengikhlaskan dirinya buat menolong para prajurit nan terluka. Ia maju berbekal rasa afeksi dan tekad kuat buat menolong sesama tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya sikap higienis nan diperlihatkan oleh para dokter dan perawat di sana, mereka membuang dan menumpuk begitu saja potongan tubuh hasil operasi dan amputasi di luar ventilasi sehingga mengeluarkan bau busuk luar biasa. Hal menjijikan tersebut sama sekali tak mengurangi kadar afeksi nan ada di dalam hati Florance. Ia tak memedulikan hal tersebut. Sungguh wanita hebat nan sangat sporadis ditemui.

Semangat Florence sama sekali tak mengendur. Hampir setiap malam dengan berbekal lampu lentera dia menyisir setiap jengkal medan laga mencari korban perang nan mungkin masih dapat diselamatkan dan membawanya ke rumah sakit buat diberikan pertolongan. Ia "menawarkan" kasih sayangnya kepada prajurit tanpa melihat latar belakang prajurit tersebut.

Dia tidak mempedulikan suku bangsa, negara, dan agama prajurit nan ditolongnya. Sejak saat itulah ia terkenal sebagai “bidadari berlampu di malam gelap gulita”. Rasa kasih nan dimilikinya menembus apapun dan berlaku buat siapapun nan membutuhkan pertolongan.

Kasih sayang nan dimiliki dan diperlihatkan Florence mengingatkan kita akan "semangat" nan dimiliki oleh pohon pisang. Bahwa dalam hidupnya, ia harus bermanfaat sebelum akhirnya mati.



Kasih Sayang Florence - Pelopor Perawat Modern

Pengalaman buruknya sebagai perawat di rumah sakit korban perang memotivasi Florence buat mendirikan sekolah perawat modern nan pertama. Berdirinya sekolah perawat tersebut telah mengubah drastis gambaran jelek pelayanan kesehatan di masa sebelumnya dan dimulailah global keperawatan nan modern. Afeksi nan dimilikinya ternyata tak habis sampai di situ. Florence ingin berbuat lebih dan lebih buat orang sekitar.

Kini, orang mengenal sekolah perawat dan kebidanan tersebut dengan nama Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery . Afeksi nan dimiliki Florence ialah cerita di balik berdirinya sekolah tersebut.

Florence Nightingale telah membuktikan, bahwa nilai humanisme di atas segalanya, kemanusiaan itu lintas batas, lintas kelas, lintas ras, dan lintas agama. Ia telah menginspirasi banyak orang buat melihat sisi lain dari arti kata peperangan. Bahwa selain kejujuran, afeksi juga ialah mata uang nan dapat membahagiakan semuanya.

Seperti itulah seharusnya kita, seperti pohon pisang bagi kehidupan nan gersang. Memiliki semangat perjuangan hayati nan tinggi, selalu ingin berarti dan mengabdi, wafat meninggalkan generasi nan terinspirasi, dan kasih sayang nan selalu ada dalam hati.