Vampir dalam Berbagai Budaya

Vampir dalam Berbagai Budaya

Vampir menjadi sebuah legenda nan entah sampai kapan akan tetap ada di masyarakat. Ceritanya memanjang dari zaman dahulu hingga kini ketika semua alat sudah semakin canggih. Dapat jadi, ia ialah satu-satunya sosok legenda nan terkenal luas di masyarakat. Masyarakat nan tahu tentangnya tak hanya berbatas pada sekelompok masyarakat dari satu negara saja.

Sosok legendaris ini memang fenomenal. Posisinya tak dapat digeser oleh apapun. Ia ialah tokoh paling universal dari semua legenda, terutama nan berkaitan dengan legenda beraroma horor. Meskipun tetap jika membicarakannya di Indonesia, vampir masih kalah mengakar dibanding kuntilanak, pocong dan setan-setan khas Indonesia lainnya.

Sosok ini sudah ada bahkan sejak peradaban di Mesopotamia berlangsung. Vampir sudah sejak lama disebut-sebut dalam berbagai literatur. Penelitian terhadap asal mula nama ini sudah dilakukan sejak lama.

Dalam Kitab Mazmur karya seorang pendeta, ia menyebut dirinya sendiri Upir (awal kata vampir). Nama ini dicurigai sebagai paganisme, atau nama nan digunakan sebagai julukan.



Vampir si Makhluk Mitologi

Selama ini, istilah mitologi sepertinya hanya akrab ditempelkan pada para dewa di Yunani. Selain mereka, istilah mitologi menjadi sebuah ilmu nan tak berbobot. Padahal, berdasarkan asal katanya, mitologi artinya kurang lebih ialah ilmu nan memelajari atau mencakup mitos-mitos.

Sederhananya seperti itu. Jadi, apapun nan berhubungan dengan mitos atau berstatus mitos, dalam hal ini sosok, boleh dikatakan sebagai tokoh mitologi. Predikat tokoh mitologi juga pantas disematkan pada makhluk nan satu ini. Makhluk ini memang hayati dalam global mitos.

Paling tak itulah nan selama ini dibangun oleh keadaan dan cerita-cerita nan beredar secara luas di masyarakat. Seperti tokoh-tokoh mitologi lainnya, tokoh ini memang "dipercayai" tak ada. Keberadaannya hanya hayati di cerita-cerita mitos. Tapi, bagusnya, mereka justru hayati abadi di global itu, global mitos. Mereka tak termakan zaman. Terus hayati dari waktu ke waktunya.

Penuturnya berganti, tapi tak dengan mereka dan cerita nan dimiliki. Keberadaan makhluk ini sebagai makhluk mitologi memang memiliki cerita nan berbeda dengan makhluk mitologi lainnya. Dalam legenda atau mitologi, makhluk ini diceritakan mendapat kehidupan dari mengambil kehidupan makhluk lain.

Itu artinya, jika mau bertahan hidup, makhluk ini harus membuat makhluk lainnya mati. Kehidupan makhluk lain nan diambil oleh makhluk ini biasanya berbentuk darah. Anda niscaya sudah tak asing dengan hal nan satu ini, bukan? Bahwa buat memperpanjang masa hidupnya, makhluk ini harus menghisap darah manusia.

Bagian tubuh nan biasanya, menjadi incaran ialah leher. Logikanya, bagian leher memang menjadi salah satu "jalur lintas" darah nan cukup utama. Dengan begitu, dengan menghisap darah pada bagian itu, vampir akan dengan mudah menghisap darah dalam jumlah banyak.

Keberadaan sosok ini sebagai salah satu tokoh mitologi rasa-rasanya juga tak lepas pengaruh dari manusia itu sendiri. Manusia nan hayati di zaman antik telah sejak lama percaya bahwa ada makhluk nan hayati dengan cara menghisap darah manusia lainnya. Kepercayaan itulah nan kemudian mendasari pemikiran banyak orang buat menciptakan tokoh ini menjadi bagian dari mitologi.



Kesan Vampir nan Selalu Rapi

Dalam perjalanannya, kepercayaan tersebut kemudian melahirkan sosok dengan nama vampir ini. Cerita nan bersumber dari kepercayaan tersebut lalu menyebar. Eropa Barat menjadi wilayah pertama nan terkena pengaruh dari kepercayaan antik ini. Pengaruh tersebut menurut cerita didapatkan dari daerah Balkan dan Eropa bagian timur. Di dua wilayah "penyebar" awal cerita kepercayaan tersebut.

Makhluk penghisap darah digambarkan sebagai sosok persis seperti manusia pada umumnya hingga digambarkan seperti zombie. Citra penampilan tersebut seratus persen berubah ketika vampir mulai menyebar ke wilayah Eropa Barat.

Makhluk mitologi ini naik kasta secara penampilan. Mereka digambarkan sebagai makhluk nan rapi serta luxury. Perubahan image sosok ini nan semula biasanya saja menjadi mewah dan rapi merupakan "tanggung jawab" dari seorang pengarang cerita bernama John Polidori.

Ia mengarang cerita tentang makhluk ini pada 1819 dengan judul The Vampyre. Dalam cerita tersebut, citra makluk ini ia ubah sepenuhnya. Tampilan seperti itulah nan dinilai cukup meng- influence para kreatif lainnya buat menciptakan karya serupa. Tulisan tentang sosok ini seperti Dracula dan Varney the Vampire ialah dua karya nan lahir sebab terinspirasi Polidori.

Bahkan novel Dracula karya Bram Stoker nan terbit pada 1897 menjadi karya nan melahirkan cerita-cerita tentang makhluk ini nan lebih modern. Itulah sebabnya, hingga sekarang, penampilan makhluk ini selalu diidentikkan dengan kerapian.

Anda ingat sosok tampan Edward Cullen dalam Twilight? Sosok tersebut sudah bisa dipastikan lahir dari kegantengan sosok-sosok ini terdahulu.



Vampir dalam Berbagai Budaya

Sebagai sesosok makhluk mitologi, sosok ini menjadi pembicaraan di setiap negara. Berbagai budaya memiliki versi nan berbeda tentang vampir. Mulai dari bagaimana seseorang dapat menjadi vampir, hingga bagaimana membunuh atau mencegah sosok legenda tersebut bangkit dan menggangu manusia.

Menurut budaya masyarakat Rusia, vampir ialah mereka nan ketika hayati berperilaku tak baik, salah satunya menentang kekuasaan gereja. Di Asia sendiri, khususnya China, mayat nan ketika dibaringkan kemudian dilangkahi oleh kucing dipercaya akan menjadi vampir. Mayat tersebut akan menjadi mayat hayati dan menghisap darah.

Cara buat melindungi diri dari agresi sosok ini, setiap budaya pun memiliki versi nan berbeda. Di Eropa dan China, "konsep"-nya sama. Mereka akan sengaja menaruh atau menebar benda-benda berbentuk butiran. Di Eropa, masyarakatnya menaburkan biji opium dan pasir di sekitar pemakaman.

Sementara, masyarakat China sengaja menyimpan sekarung beras di sekitar rumah. Tujuannya dari dua tradisi tersebut sama, agar si sosok ini anteng menghitung butir demi butir hingga matahari terbit. Selain dengan tak-tik mengakali seperti itu, melindungi diri dari agresi sosok ini juga dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan bawang putih.

Selain itu, salib, air kudus dan rosario juga dipercaya ampuh buat melindungi diri dari sosok ini. Anda dapat juga lari dan berlindung ke gereja atau kuil. Sosok ini syahdan tak akan berani menginjakkan kakinya di dua loka kudus ini. Berstatus sebagai tokoh mitologi ternyata tak membuat sosok ini kebal terhadap ancaman kematian.

Cara buat membunuh sosok ini pun berbeda buat setiap budayanya. Tanaman Ash digunakan oleh masyarakat Rusia buat membunuh makhluk ini. Tanaman Hawthorn digunakan oleh masyarakat Serbia. Alat buat membunuh vampir bukan hanya berupa buah-buahan atau tumbuhan, benda tajam nan ditusukkan ke jantung serta perut juga ampuh buat membunuhnya.

Ketika seseorang menjadi vampir, syahdan tubuhnya membengkak. Menyimpan berbagai benda tajam di dekat pekuburannya dipercaya bisa membuat tubuhnya mengempes. Itulah mengapa penusukan ke berbagai anggota tubuh vampir bisa dipercaya membuatnya mati.

Cara lain nan digunakan buat membunuh vampir ialah dengan menembaknya dan menenggelamkannya. Kemudian mengulang proses penguburan setelah sebelumnya diperciki air suci. Masyarakat Gipsi bahkan melakukan hal ekstrem. Mereka memenuhi tubuh mayat dengan beberapa besi. Mulai dari jantung, telinga, mulut, mata hingga jari tangan.

Pada akhirnya, berbagai literatur tentang vampir menyuguhkan cerita nan berbeda. Hal ini menjadi dimaklumkan mengingat sosok ini sendiri ialah sosok nan lahir dari legenda, dari kepercayaan dan mitos nan sifatnya memang cerita. Layaknya sebuah cerita, penambahan atau pengurangan, serta unsur rekayasa merupakan elemen pembangun nan tak dapat dihindarkan.