Sejarah Ladang Migas Indonesia
Melindungi Nyawa
Perminyakan membutuhkan sumber daya manusia nan handal. Tanpa adanya SDM nan mumpuni, tak akan mampu mendapatkan minyak. Lihatlah apa nan terjadi dengan bangsa Indonesia nan sempat menjadi salah satu pengekspor migas terbesar, tetapi kini harus gigit jari dan nan paling banyak menikmati pendapatan dari minyak ialah orang asing. Orang asing ini mempunyai saham nan cukup tinggi di bidang migas ini.
Orang Indonesia nan tak terlalu dianggap berpotensi hanya dapat menjadi operator, mandor aatu supervisor, dan sangat sporadis mampu duduk sama tinggi dengan para direktur atau CEO dari negara asing. Akibatnya, bangsa ini hanya dapat gigit jari melihat kekayaan bangsa sendiri dikeruk oleh bangsa lain. Tidak perlu melihat ke belakang, nan krusial ialah bagaimana ke depannya. Keadaan ini tak dapat hanya ditangani oleh satu atau dua orang.
Semua orang Indonesia harus memikirkan bagaimana agar mampu mengelola kekayaan sendiri agar hasilnya buat bangsa sendiri. Cukup menyedihkan kalau kekayaan negara monoton digerus. Termasuk juga permasalahan keselamatan. Kalau memang ada anak bangsa nan mampu membuat peralatan keselamatan, maka hal ini akan lebih baik lagi. Bukan saja akan ada rasa bangga, tetapi juga akan ada rasa percaya diri nan lebih tinggi sebab bangsa sendiri dapat bersaing dengan bangsa lain.
Sejarah Ladang Migas Indonesia
Akhir abad 19 telah belasan perusahaan kapital asing (PMA) beroperasi di Indonesia. Kemudian tahun 1912 masuk perusahaan asing Amerika nan pertama ke Indonesia, bernama SVPM – atau N.V.Standards Vacuum Petroleum Maatschappij nan kemudian berubah menjadi PT.Stanvac Indonesia. Amerika nan memang telah lebih dahulu mempunyai teknologi yangh bagus dibidang migas serta komunikasi politik nan hebat, dengan mudahnya mendapatkan jatah mengeruk kekayaan bangsa Indonesia.
Tahun 1920 kembali masuk dua perusahaan asing Amerika, nan menjadi cikal bakal dari PT.Caltex Pasific Indonesia – nan kini Anda kenal sebagai PT.Chevron Pasific Indonesia. Mereka melakukan eksplorasi besar-besaran di Sumatera bagian tengah. Terutama di lapangan Sebangga, lapangan Duri dan Minas. Keserakahan manusia terlihat cukup jelas. Bangsa sendiri hanya dapat memandang dan melihat dengan nanar apa nan sedang dilakukan oleh bangsa asing itu. Bangsa ini seolah tidak berdaya.
Setelah revolusi kemerdekaan Indonesia maka seluruh perusahaan kapital asing nan ada di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dileburkan menjadi dua perusahaan nasional yaitu PN. Permina dan PN.Pertamin. Keduanya mengadakan merger pada tahun 1967, dan berubah menjadi PT.Pertamina nan Anda kenal saat ini. Inilah satu langkah nan cukup bagus. Hingga kini, Pertamina tetap menjadi salah satu perusahaan milik negara nan mampu memberikan sumbangsih nan tak sedikit kepada bangsa.
Pimpinan Pertamina pun merupakan anak bangsa sendiri. Walaupun Pertamina pernah sangat jaya dengan bertabur fasilitas, Pertamina tetap sukses menyalurkan minyak ke seluruh negeri. Sekarang pemerintah Indonesia berusaha mendapatkan semakin banyak ladang nan sempat dikuasai oleh asing. Meskipun ladang minyak itu mungkin tak menghasilkan banyak minyak lagi, paling tak bangsa ini masih dapat mencicipi sedikit dari kekayaannya.
Seiring berkembangnya waktu dan peralihan manajemen perusahaan migas tersebut, maka model keselamatan kerja bidang migas pun berkembang sinkron dengan tuntutan dan konsekuensi di area kerja. Berbagai peralatan nan lebih canggih dengan berat nan lebih ringan telah digunakan. Biaya nan dikeluarkan buat peralatan keselamatan ini memang tak murah. Tetapi hal ini memang harus dilakukan agar keselamatan sumber daya manusia tetap terjaga.
Tidak dapat berpikir bahwa keselamatan itu abaikan demi penghematan. Rasanya bangsa ini telah belajar dari bisnis penerbangan nan telah ‘membunug’ begitu banyak orang. Keselamatan nan diabaikan telah membuat pesawat terbang bagaikan peti mati. Kalau kematian hanya dilihat dari angka, mungkin hati tak akan merasakan betapa sangat menyakitkan ditingggal oleh orang nan disayangi. Kematian harusnya dilihat dari setiap individu nan meninggalkan orang-orang tercinta.
Masa-Masa Inovasi Ladang Minyak dan Gas
Penemuan pertama ladang dan lapangan minyak dan gas di Indonesia pada pertengahan abad ke 19. Saat Corps of The Mining Engineers, yakni suatu institusi Belanda – seperti Dinas Pertambangan kita sekarang; nan melaporkan adanya inovasi lapangan minyak di Karawang pada tahun 1850. Inovasi ini tentu saja membuat banyak orang bersemangat mengeksplorasi dan mengeksploitasinya.
Apalagi pada saat itu global sedang dilanda semangat mengembangkan teknologi dan perang antarnegara pun masih terjadi. Masing-masing negara nan telah empunyai teknologi itu berusaha mencari sumber daya alam berupa minyak ke seluruh global termasuk ke Indonesia.
Kemudian berturut-turut setelah itu juga ditemukan ladang atau lapangan minyak di Semarang (1853), di Palembang, Rembang dan Bojonegoro, Surabaya dan Lamongan pada tahun nan sama yaitu 1858. Inovasi ladang dan lapangan minyak terus berlanjut pada era berikutnya, yakni di Demak (1862), di Muara Enim dan Purbalingga (1864), serta Madura (1866), dan di Kalimantan Barat (1957).
Puncaknya ialah keberhasilan PT.Pertamina membangun LNG, dan sukses mengapalkan pertama kalinya ke Jepang sebanyak 124.000m³ dan dibongkar di terminal Semboku II milik Psaka Gas Co. Sebenarnya inovasi gas oleh LNG sudah terendus sejak tahun 1950, namun mulai tahun 1970 saja baru dikembangkan secara serius oleh Pertamina setelah harga gas mulai tinggi.
Konsekuensi dari inovasi nan beruntun ini mengharuskan penyeimbangan antara produksi dengan peningkatan keselamatan kerja bidang migas. Maka para pakar kesehatan dan keselamatan kerja bidang industri pertambangan bekerja keras buat membuat ragam model keselamatan kerja migas.
Keseimbangan antara Manpower dengan Keselamatan Kerja Migas
Dari tahun ke tahun peningkatan kerja anak bangsa sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri sendiri makin meningkat. Seiring dengan penurunan jumlah tenaga kerja asing nan bekerja di sektor pertambangan Indonesia. Tenaga kerja Indonesia di perusahaan pertambangan nasional Negara lebih banyak melakukan pembelajaran secara belajar sendiri – bukan hanya sekedar bekerja biasa.
Dalam perkembangan bidang usaha pertambangan migas, semakin banyak mengembangkan taktik dalam memaksimalkan penerimaan Negara, nan pada akhirnya melibatkan banyak sektor lainnya. Seperti sektor transportasi serta bidang ekspor dan impor. Yang banyak memanfaatkan komponen lokal dan luar negeri. Semakin banyak sektor nan terlibat, maka semakin banyak pula faktor keselamatan kerja nan harus dipikirkan.
Seperti keselamatan kerja transportasi laut, keselamatan kerja transportasi udara, keselamatan kerja pembongkaran di darat, dan lain sebagainya. Sudah menjadi misteri umum, bahwa semakin banyak personal nan dilibatkan maka semakin besar resiko kecelakaan kerja nan mungkin terjadi. UNtuk itulah semua hal nan mungkin dapat diambil sebagai langkah penyelamatan, harus dilakukan. Pencegahan itu jauh lebih primer daripada mengobati atau bahkan memperbaiki. Untuk itulah hal-hal nan mungkin akan membuat keselamatan itu bermasalah, harus segera ditindaklanjuti.
Beberapa Ragam Model Keselamatan Kerja Migas
Lapangan kerja migas secara generik terbagi dua, yakni kegiatan offshore dan kegiatan onshore. Jenis keselamatan kerja migas offshore atau kegiatan pertambangan migas di atas laut, ialah :
1. Keselamatan kerja transportasi laut.
2. Keselamatan kerja discharge (pembongkaran) material di atas laut.
3. Keselamatan kerja lifting (pengangkatan) material.
4. Keselamatan kerja di atas ketinggian (working at height).
5. Keselamatan kerja di area terbatas (confine space).
6. Keselamatan kerja perform welding (pengelasan).
7. Keselamatan kerja penyelamatan di laut.
8. Keselamatan kerja pendaratan chopper (helicopter) di atas pad (titik pendaratan).
9. Keselamatan kerja pengapalan material di atas laut.
10. Keselamatan kerja antisipasi kebakaran di laut
Kemudian keselamatan kerja migas onshore atau kegiatan pertambangan migas di darat, ialah sebagai berikut:
1. Keselamatan kerja blasting (peledakan sumber minyak) of source mining.
2. Keselamatan kerja drilling (pengeboran).
3. Keselamatan kerja discharge material di darat.
4. Keselamatan kerja pengoperasian forklift.
5. Keselamatan kerja pengoperasian crane truck/boom truck.
6. Keselamatan pencegahan/penanganan kebakaran.
7. Keselematan kerja di ketinggian/scaffolding.
8. Keselamatan kerja area terbatas.
9. Keselamatan kerja di lifting material.
10. Keselamatan kerja mechanical.
11. Keselamatan kerja di kantor.