Kebijakan dalam Gejolak
Ali bin Abu Thalib ialah salah seorang sahabat Nabi Muhammad nan paling utama. Ali ialah orang nan pertama mengakui kenabian Muhammad dan pemeluk Islam pertama bersama Khadijah.
Dalam perjuangan dakwah, Ali juga dikenal tidak pernah absen dari laga perang melawan kaum kafir. Kisah Ali bin Abu Thalib penuh dengan semangat menegakkan ajaran Allah tanpa pamrih nan selalu berkobar.
Dibandingkan sahabat-sahabat lainnya, kedekatan Ali dengan Nabi Muhammad juga sebab Ali memiliki interaksi saudara dengan Nabi. Ali ialah sepupu dari keturunan Bani Hasyim. Ayah Ali, yaitu Abu Thalib maupun ibunya, Fatimah binti Asad, ialah keturunan dari Hasyim. Bani Hasyim merupakan salah satu keluarga terpandang di jazirah Arab saat itu.
Kedekatan Ali dengan Rasulullah juga disebabkan sebab sejak kecil Ali telah berada dalam pengasuhan Nabi. Selain sebab kurang mampunya keluarga Abu Thalib, pengasuhan ini juga merupakan balas budi Rasulullah nan pernah diasuh oleh Abu Thalib.
Selain itu, sejak pernikahannya dengan Khadijah, Nabi belum dikaruniai seorang anak laki-laki, sehingga keberadaan Ali dalam keluarga Nabi seakan melengkapi kebahagiaan Rasulullah.
Didikan Langsung
Ali bin Abu Thalib dilahirkan pada tanggal 13 Rajab di Mekkah. Tahun kelahiran Ali memang ada disparitas pendapat dari sejumlah ulama ataupun pakar sejarah. Namun diperkirakan Ali lahir sekitar tahun 600 Masehi, atau 10 tahun sebelum Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul.
Bahkan kisah Ali bin Abu Thalib pun dekat proses turunnya waktu kepada Muhammad. Meskipun masih kecil, Ali bersama Khadijah, istri Nabi, langsung membenarkan dan mengakui saat Muhammad mendapat waktu pertama kali di Gua Hira’.
Kehidupan Ali nan serumah dan memang dekat dengan Nabi merupakan bekal nan sangat berharga dalam proses pembentukan jati dirinya. Bahkan kepribadiannya nan kuat, cerdas, pantang menyerah, namun lembut dan asih terhadap sesama Muslim, merupakan hasil didikan langsung dari Rasullullah. Tak sporadis juga Ali turut mengikuti dan merasakan secara langsung bagaimana beratnya Rasulullah setiap kali menerima wahyu.
Sebagai orang nan paling dekat dengan Rasulullah, baik secara fisik maupun secara psikologis, Ali merupakan orang nan pertama mendapatkan pedagogi tentang ajaran Allah.
Tak mengherankan bila dalam usia nan nisbi sangat muda, Ali telah berkembang dan memperlihatkan kepribadian dan tabiat seorang pemimpin nan berkualitas. Karena itu, Rasulullah pun menikahkan Ali nan telah berusia 25 tahun dengan putri kesayangannya, Fatimah az-Zahra.
Julukan
Saat lahir, Ali sebenarnya memiliki nama asli, yaitu Haydar nan berarti singa, nan merupakan asa Abu Thalib agar anaknya menjadi tokoh nan disegani. Namun oleh Rasulullah dipanggil dengan sebutan Ali nan berarti tinggi derajatnya (dimata Allah), dan sebutan itu pula nan terus digunakan. Setelah Ali menjadi menantunya, Rasulullah juga memberikan julukan Abu Turab, nan berarti debu.
Ketika perintah Allah turun buat memerangi kaum kafir, Ali termasuk salah satu panglima perang nan berada di posisi paling depan. Dari perang Badar, perang Khandaq, hingga perang Khaibar tidak pernah dilewatkannya. Ali dengan pedangnya nan bermata dua, sangat terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya dan salah satu tokoh Muslim nan paling ditakuti kaum kafir.
Meskipun sepeninggal Rasulullah terjadi perseteruan diantara sesama Muslim, namun kisahAli bin Abu Thalib penuh dengan hikmah dan pembelajaran nan sangat berharga tentang kearifan, tentang kebenaran, keadilan, dan juga tentang kehidupan.
Kebijakan dalam Gejolak
Beberapa sahabat seperti Ahnaf bin Qais At-Tamimi memahami kebijakan Ali bin Abi Thalib. Menurutnya, pembunuhan terhadap Utsman jelas perbuatan dursila nan harus ditindak.
Tetapi, suasana eksplosif saat itu sangat tak memungkinkan bagi Khalifah Ali buat mengambil tindakan tegas. Pada saat nan sama, Ahnaf mencium adanya gelagat orang ketiga nan menghendaki terjadinya pertikaian.
Atas dasar itu, ia berusaha mencegah agar tak terjadi pertempuran. Namun usahanya gagal. Di akhir negosiasinya dengan Ali bin Abu Thalib ia sempat memberikan pilihan. “Aku berperang di pihakmu atau saya mencegah 10.000 pedang tertuju padamu?” tanya Ahnaf.
Menghadapi tawaran itu, dengan bijak Khalifah Ali menjawab, “Cegahlah 10.000 pedang terhadapku.”
Dengan jawaban itu, Ahnaf memutuskan buat menjauhkan diri bersama 10.000 pasukannya. Ia tak sampai hati menghadapkan senjata terhadap Ummul Mukminin, Aisyah. Sebaliknya, Aisyah juga tak mungkin mengangkat senjata buat memerangi sepupu Rasulullah Saw, Ali bin Abu Thalib.
Namun sejarah harus mencatat, puncak kemelut itu harus melahirkan tragedi kelam, Perang Jamal (Perang Onta). Dinamakan demikian sebab Aisyah mengendarai onta. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Thalhah bin Ubaidillah nan berada di pihak Aisyah sukses meloloskan diri ke Basrah, tetapi dampak luka parah nan dideritanya, ia pun wafat.
Zubair bin Awwam nan juga berada di pihak Aisyah gugur. Sedangkan Aisyah tertawan, dan hanya satu hari kemudian ia dibebaskan dan dikembalikan ke Makkah dengan diantar langsung oleh saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar.
Sementara itu, ketidakpuasan terhadap Ali nan belum menuntaskan kasus pembunuhan Utsman, melahirkan gejolak baru di daerah Syria (Suriah). Kontradiksi politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin (37 H).
Pasukan Ali nan berjumlah sekitar 95.000 orang melawan 85.000 pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hampir berakhir, pasukan Ali sukses mendesak lawannya. Namun sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf Al-Qur’an menyatakan damai. “Mari kita bertahkim (berhukum) dengan kitab Allah,” seru Amr.
Khalifah Ali tidak dapat berkutik, dan terpaksa menghentikan peperangan. Ali bin Abu Thalib memang seorang militer sejati. Ia sukses memenangkan perang Jamal, juga sukses mengatasi pasukan Muawiyah dalam perang Shiffin.
Namun ia bukanlah seorang negarawan seperti Rasulullah dan para khalifah sebelumnya. Kemampuannya berdiplomasi, kadangkala tidak sebanding dengan apa nan dimiliki Amr bin Ash. Kedigdayaan Muawiyah dalam berpolitik, kadang juga tidak sanggup ia taklukkan.
Akibat tindakan Ali nan menghentikan serangan, pasukannya pecah menjadi tiga bagian. Yaitu kelompok Syiah nan dengan segala resiko dan pemahaman mereka tetap mendukungnya. Kelompok Murji’ah nan menyatakan mengundurkan diri. Dan kelompok Khawarij nan memisahkan diri serta menyatakan tak bahagia dengan tindakan Ali.
Kelompok ketiga inilah nan akhirnya memberontak, dan menyatakan ketidaksetujuannya dengan Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa Syria, dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka berencana membunuh ketiga pemimpin itu secara bersamaan.
Untuk mewujudkan planning itu, mereka menyuruh Abdurrahman bin Muljam buat membunuh Ali bin Abu Thalib di Kufah. Amr bin Bakar bertugas membunuh Amr bin Ash di Mesir.
Hujaj bin Abdillah ditugaskan membunuh Muawiyah di Damaskus. Ketiganya sepakat buat membunuh para sahabat itu pada waktu nan sama, yaitu 17 Ramadhan 40 H.
Hujaj tak sukses membunuh Muawiyah lantaran dijaga ketat oleh pengawal. Bahkan ia sendiri tertangkap dan dihukum mati. Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin Habitat nan dikiranya Amr bin Ash.
Saat itu Amar bin Ash sedang sakit sehingga nan menggantikannya sebagai imam ialah Kharijah. Dampak perbuatannya membunuh Kharijah dan bermaksud menghabisi Amr, orang Khawarij itu dihukum bunuh.
Adapun Abdurrahman bin Muljam tak mendapat kesulitan melaksanakan tugasnya. Sebab, Khalifah Ali tidak pernah mempunyai pengawal pribadi. Ia hayati seperti rakyat biasa.
Pagi itu ketika sedang menuju Masjid Agung di Kufah, ia diserang Abdurrahman bin Muljam. Dampak luka parah nan dideritanya, Khalifah Ali meninggal pada 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abu Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin.
Kata-Kata Bijak Ali bin Abu Thalib
Ali bin Abu Thalib dikenal dengan kepiawaiannya merangkai kata menjadi kata-kata hikmah. Berikut beberapa kata hikmah nan dirangkai oleh Ali bin Abu Thalib:
- Orang nan suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu: Kepercayaan, Cinta dan Rasa Hormat (Ali bin Abu Thalib).
- Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang ialah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka holistik tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak (Ali bin Abu Thalib).
- Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan (Ali bin Abu Thalib).
- Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu ialah juga hakimmu (Ali bin Abu Thalib).