Nasionalisme dan Berbagai Aspek Kehidupan
Nasionalisme dikenal sebagai paham nan menjunjung tinggi semangat kebangsaan dalam mendapatkan kedaulatan suatu kelompok nan disebut dengan negara, baik secara teritorial maupun secara integritas.
Nasionalisme sendiri pada awalnya dianggap sebagai sebuah panduan buat menjadikan suatu kelompok memiliki integritas nan konkret tanpa dibayang-bayangi oleh kelompok lain nan lebih dominan. Sementara itu, integritas tersebut bisa berkembang menjadi bukti diri budaya nan menjadi karakteristik khas suatu bangsa.
Hampir seluruh pelaku nasionalisme menganggap bahwa kedaulatan suatu kelompok atau negara merupakan hal krusial nan harus didahulukan di atas kepentingan politik lainnya.
Oleh sebab itu, seringkali semangat nasionalisme tumbuh secara spontanitas pada kelompok masyarakat (negara) nan tengah dibayang-bayangi oleh kelompok masyarakat lain sebagai penjajah. Semangat tersebut muncul dari masyarakat kelompok minor sebab berada di dalam suatu teritori nan dianggap wajib dipertahankan secara daulat.
Mempertahankan kedaulatan, bahkan merebut kembali apa nan sudah seharusnya menjadi hak suatu kelompok nan tinggal di wilayah eksklusif menjadi sebuah keharusan nan dilakukan oleh para pemegang paham nasionalisme. Dengan paham tersebut, kekuasaan nan belum didapatkan atau bahkan pernah diambil secara sepihak oleh pihak nan dominan bisa diambil kembali sebab kekuatan nasionalisme melebihi kekuatan politik lainnya.
Hal ini disebabkan oleh paham nasionalisme nan tumbuh di tengah masyarakat memiliki ikatan tak hanya sekadar ikatan politik, tapi juga ikatan emosional nan membuat masyarakat merasakan kebersamaan, penderitaan, dan berbagai hal secara bersama-sama.
Jika ikatan emosional antar masyarakat di dalamnya tergolong rendah, maka kedaulatan suatu wilayah kekuasaan hampir tak dapat ditegakkan sebab ikatan tersebutlah nan lebih krusial dibandingkan ikatan secara politik. Akan tetapi, jika ikatan emosional di dalam semangat nasionalisme tersebut tinggi, maka kemungkinan besar kedaulatan kelompok masyarakat tersebut akan terlaksana.
Kita bisa mengambil contoh semangat nasionalisme nan dimiliki oleh bangsa Indonesia saat masih dijajah dahulu. Semangat nan juga diprakarsai oleh nasionalis Soekarno ini membuahkan hasil nan tak sia-sia. Di saat bangsa penjajah sudah menggunakan teknologi canggih buat memerangi kedaulatan nan Indonesia ingin pertahankan, maka bangsa Indonesia dimotivasi oleh semangat nasionalisme nan tinggi sehingga dapat memenangkan kemerdekaan dengan hanya bermodalkan bambu runcing.
Jika dilihat secara nalar, tidaklah mungkin teknologi canggih nan modern akan kalah hanya dengan bambu runcing. Akan tetapi, ikatan emosional nan terdapat dalam semangat nasionalisme bangsa Indonesia membuktikan bahwa hal tersebut tidaklah mustahil.
Tidak hanya itu, dalam menegakkan semangat nasionalisme pun dibutuhkan pemimpin nan memiliki semangat tinggi buat dapat mempertahankan kedaulatan kelompok masyarakat nan dipimpinnya. Karismatik seorang pemimpin, rasa ikut merasakan pemimpin terhadap rakyat, serta keinginan buat memajukan kelompok nan dipimpinnya menjadikan Soekarno mampu memotivasi semangat tersebut sebagai hal terbesar nan tumbuh dalam diri bangsa Indonesia buat mendapatkan hak tersebut.
Nasionalisme di Era Globalisasi
Jika pada zaman dahulu nasionalisme merupakan semangat kebangsaan nan lebih menekankan ikatan emosional, maka lain halnya dengan zaman modern di era globalisasi ini. Pada zaman modern, segalanya telah berkembang mengikuti perubahan zaman.
Teknologi nan semakin canggih, ilmu pengetahuan nan semakin luas, serta segala aspek kehidupan nan semakin bersifat dunia menuntut manusia buat berubah. Mau tak mau, manusia mengubah pola hayati dan pola pikir mereka menjadi "global". Perubahan terjadi pula pada pokok pemikiran nasionalisme.
Dewasa ini, nasionalisme telah berevolusi dari sebuah ikatan emosional antar kelompok masyarakat menjadi ikatan politik dalam berbagai kepentingan individu. Jika dahulu nasionalisme dianggap sebagai panduan buat mendapatkan kedaulatan secara teritorial dan integritas suatu kelompok, maka pada zaman sekarang nasionalisme telah merujuk pada panduan politik buat mendapatkan kedaulatan individu secara politik.
Masyarakat zaman sekarang tak lagi dilibatkan secara emosional oleh pemimpin negara buat lebih menjunjung tinggi wilayah dan integritasnya, tapi dianggap sebagai pion politik nan harus bisa diatur oleh kebijakan negara nan politis. Nasionalisme pada titik ini telah mengalami perubahan besar nan bahkan tanpa disadari masuk ke dalam ranah kehidupan bermasyarakat.
Nasionalisme di era globalisasi ini semakin menunjukkan "keglobalannya" dengan memunculkan ide-ide perubahan gerakan nan mengatasnamakan negara, namun secara esensial justru lebih mementingkan individu penggerak nasionalisme tersebut. Baik buat kepentingan budaya, agama, maupun ideologi tertentu, nasionalisme dielu-elukan oleh banyak partai politik sehingga dianggap menjadi hal nan memang layak buat dipertimbangkan.
Dengan menggunakan kedaulatan politik, para politisi perlahan-lahan mengubah kerangka berpikir masyarakat mengenai semangat nasionalisme. Masyarakat tak lagi mengenal pemimpin negaranya, tak lagi mengenal konsep budaya bangsanya, bahkan tak lagi mengenal dirinya sebagai bagian dari integritas bangsa.
Para pelaku nasionalisme zaman sekarang membuat masyarakat terpikat oleh berbagai macam mitos saat pemilihan pemimpin berlangsung. "Jika masyarakat senang, berarti nasionalisme telah ditegakkan." Hal tersebut telah membutakan masyarakat Indonesia sehingga tak lagi memahami konsep nasionalisme nan sebenarnya.
Nasionalisme dan Berbagai Aspek Kehidupan
Nasionalisme nan tak hanya merujuk pada kekuatan buat bertahan suatu negara saja, menjadikan banyak kelompok masyarakat berlomba-lomba mendapatkan kedaulatan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dengan perubahan ide mengenai nasionalisme, masyarakat secara sempit digiring buat lebih berani menyerukan keinginan berpendapat mereka sehingga muncullah nasionalisme kewarganegaraan nan menjadikan masyarakat berasumsi bahwa apa nan dilakukan pemerintah haruslah sinkron dengan kehendak rakyat.
Padahal, pemimpin nan baik seyogyanya tak melakukan apa nan tak menjadi maslahat bagi kepentingan bersama. Namun, sebab semangat nasionalisme itu sendiri telah berevolusi, maka tidak ada jalan lain selain mewujudkan kehendak rakyat tersebut. Selain itu, nasionalisme juga menjadi endemi nan justru menyesatkan saat hal tersebut disalahgunakan oleh berbagai pihak demi kepentingan politik individu semata.
Kebodohan masyarakat akan pemahaman nasionalisme menjadikan pihak-pihak eksklusif mengambil kesempatan buat mendapatkan ikut merasakan semu dari rakyatnya. Para calon pemimpin politik berlomba-lomba meraih kursi jabatan dengan menebarkan kebaikan hemat di tengah masyarakat nan serba kekurangan. Berbagai aspek kehidupan lainnya pun terganggu sebab paham nasionalisme nan telah disalahgunakan tersebut.
Aspek bukti diri negara menjadi terganggu sehingga aspek budayanya pun tak berjalan sinkron jalur kultur nan seharusnya dilalui masyarakat Indonesia. Pelencengan integritas budaya juga banyak dipicu oleh pihak-pihak nan telah merabunkan mata masyarakat mengenai gerakan nasionalisme nan seharusnya ditegakkan di Indonesia. Tak hanya itu, kini juga muncul ketegangan antar pemeluk agama sebab dipicu oleh semangat nasionalisme nan salah.
Para pelaku teror nan berkedokkan agama muncul dengan alasan hendak mempertahankan kedaulatan mereka secara agamis. Pemeluk agama nan satu dianggap sebagai rival nan bisa menjatuhkan kedaulatan pemeluk agama lain. Padahal, kemungkinan besar, peristiwa teror tersebut diprakarsai oleh oknum nan sama sekali tak memahami nasionalisme sebagai bentuk ikatan emosional.
Orang-orang tersebut menganggap nasionalisme sebagai kekuatan politik buat mempertahankan atau merebut kedaulatan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti agama, budaya, integritas, ekonomi, dan lain-lain. Dengan demikian, bisa dikatakan kalau masyarakat Indonesia masih perlu belajar banyak buat memahami nasionalisme lebih dalam, serta merealisasikannya ke dalam bentuk perlakuan nan lebih konkret ketimbang hanya demo-demo dan praktik teror nan dewasa ini sering terjadi.
Masyarakat Indonesia harus dapat mengejawantahkan kebenaran nasionalisme masyarakat terdahulu (pejuang kemerdekaan Indonesia) ke dalam bentuk lain di era globalisasi ini sehingga konsep bukti diri dan budaya bangsa Indonesia tak luntur hanya sebab pemahaman nasionalisme nan salah.