Kejatuhan Presiden Soeharto
Presiden Soeharto , Bapak Pembangunan kita, sudah meninggal pada hari Minggu, tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB. Akan tetapi, kenangan tentang sepak terjang beliau, entah berupa tindakan positif ataupun negatif, mungkin belum dapat dilupakan rakyat Indonesia.
Ada nan berkata bahwa selama masa Orde Baru, meskipun banyak korupsi, rakyat merasa kondusif sebab tak ada kerusuhan (karena siapa pun nan bahkan baru hendak menyerang atau mengulik kekuasaannya, langsung dibungkam Soeharto).
Ada pula nan berkata sebaliknya, selama masa pemerintahan Soeharto, kita ditipu mentah-mentah sebab tak tahu fakta sebenarnya sehingga nan tercitra hanyalah nan baik-baik. Pada kenyataannya, ada beberapa keberhasilan Soeharto nan patut dicatat (tanpa bermaksud mengurangi kesalahannya dalam menekan para penentang).
Perbaikan Ekonomi di Masa Pemerintahan Presiden Soeharto
Pada akhir masa pemerintahan Soekarno (yang disebut Orde Lama oleh Soeharto), Indonesia mengalami inflasi. Akibatnya, harga bahan pokok melesat tinggi. Ekonomi Indonesia berantakan. Untuk menangani Indonesia, Soeharto menunjuk orang-orang nan kelak disebut dengan "mafia Berkeley".
Orang-orang ini cukup berhasil meningkatkan ekonomi Indonesia di satu sisi, menghindari inflasi dan selamat dari keterpurukan. Akan tetapi, sistem mereka nan terlalu "kebarat-baratan" akhirnya berubah petaka ketika banyak orang dekat Soeharto kemudian memanfaatkan dan memonopoli konvoi ekonomi Indonesia.
Akhirnya, jadilah jenjang panjang antara pemodal dan buruh, nan membuat pemodal berkipas-kipas ria sedangkan buruh kegerahan.
Swasembada Pangan di Masa Pemerintahan Presiden Soeharto
Pada awal masa pemerintahan Soeharto, stok produksi beras Indonesia baru mencapai 12,2 juta ton. Jumlah ini sangat kurang buat memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Soeharto nan berpedoman, "yang krusial rakyat dapat makan" (mungkin demikian juga prinsip korupsi, nan krusial rakyat masih dapat makan, jadi tak masalah) kemudian sukses menciptakan rekor nan fantastis.
Barangkali sebab beliau berasal dari keluarga petani sehingga cerdas sekali dalam urusan lumbung makanan penduduk. Tak perlu menunggu 20 tahun, pada 1980an Indonesia sukses berswasembada pangan. Pada 1984, produksi beras Indonesia sukses menembus angka 25,8 juta ton!
Dalam sekejap (rentang waktu nan cukup cepat) Soeharto sukses menyulap Indonesia nan awalnya menjadi salah satu pengimpor beras terbesar di dunia, menjadi negara nan surplus beras. Hal inilah nan membuat Soeharto diberi medali emas oleh FAO, organisasi pangan dan pertanian global di bawah PBB pada 21 Juli 1986.
Lebih hebat lagi, pada masa Soeharto, Indonesia juga pernah mengekspor beras. Hal ini tercatat pada November 1985, Soeharto menyerahkan donasi 1 juta ton gabah buat rakyat Afrika nan kelaparan.
Pengekangan di Masa Pemerintahan Presiden Soeharto
Perkembangan ekonomi nan baik tak didukung dengan kebebasan berpikir, menggagas ide, dan berorganisasi. Pemerintahan di masa orde baru cenderung rasis dan diktator.
1. Tindak rasisme terhadap etnis Tionghoa
Warga Indonesia keturunan Tionghoa sering kali dipojokkan. Mereka tak boleh berkumpul dan mengadakan organisasi Tionghoa sebab dianggap mendukung komunisme, bahasa dan huruf Tionghoa tak boleh dipergunakan secara bebas, dan masyarakat Tionghoa tidak boleh merayakan hari besarnya secara bebas, misalnya tahun baru Tionghoa. Warga etnis Tionghoa juga dilarang menduduki posisi di pemerintahan.
Meski terlihat rasis, tetapi rupanya Presiden Soeharto pernah bersahabat baik dengan Lee Kuan Yew, seorang mantan perdana menteri Singapura nan berdarah Tionghoa.
2. Pengekangan konvoi pelajar dan mahasiswa
Organisasi dan konvoi mahasiswa pun dikekang di masa orde baru. Mahasiswa dilarang berkumpul dalam organisasi kemahasiswaan, apalagi nan berbau politik dan pergerakan. Kampus-kampus diimbau buat hanya mengadakan organisasi mahasiswa nan mengusung pengembangan minat dan talenta mahasiswa di bidang olahraga dan seni.
Di tahun 1970, terjadi demonstrasi besar dan meluas oleh para pelajar dan mahasiswa buat melawan korupsi; nan sebenarnya sudah tercium di tahun-tahun tersebut. Respons Soeharto terhadap demonstrasi ialah melarang keras pelajar dan mahasiswa turun ke jalanan.
3. Kontrol akan media dan mengekangan kebebasan pers
Soeharto ialah pemimpin nan sangat diktator. Ia bahkan mengatur media-media massa. Media harus memberikan berita-berita positif nan membuat gambaran pemerintah di masyarakat semakin baik. Media nan menjelek-jelekkan apalagi membeberkan sisi hitam pemerintahan Soeharto segera disikat.
Beberapa media massa bahkan ditutup dan dicabut izin terbitnya sebab meliput warta nan "merusak kestabilan nasional". Beberapa media massa nan pernah dibredeli di antaranya ialah "Tempo", "Editor", "Monitor", dan "deTIK". Wartawan nan menulis warta tentang kebobrokan pemerintah pun akan "hilang" atau ditemukan tewas beberapa hari setelah warta tersebut dimuat.
4. Pelarangan jilbab dan pembantaian umat muslim
Di tahun 1980-an, pencerahan umat muslim Indonesia buat menerapkan kehidupan Islami dalam kegiatan sehari-hari sempat menimbulkan islamophobia di kalangan masyarakat Indonesia. Soeharto menyebarkan paham bahwa Islam bisa merusak pancasila dan mengganggu stabilitas politik.
Lebih jauh lagi, Presiden Soeharto mengeluarkan peraturan nan melarang muslimah mengenakan jilbab. Mereka nan berjilbab dianggap pesakitan, orang aneh, bahkan orang nan berpenyakit dan bisa menularkan penyakitnya.
Bahkan di tahun 1984, sempat terjadi pembantaian umat muslim di kawasan Tanjung Priok, Jakarta. Tragedi ini dinamai Tragedi Tanjung Priok berdarah. Saat itu, pemerintah mengerahkan pasukan militernya buat melawan umat muslim tanpa senjata, nan berusaha mengaplikasikan nilai-nilai Islami dalam kehidupannya. Mereka nan sedang melakukan pengajian ditembaki, perempuan berjilbab dibunuhi. Ini ialah salah satu bentuk genosida terencana nan pernah dilakukan Soeharto di masa pemerintahan otoriternya.
5. Petrus alias penembakan misterius
Di tahun 1980-an, kejahatan marak terjadi. Untuk menanganinya, Soeharto melakukan operasi clurit nan juga dikenal dengan penembakan misterius. Tujuan dari operasi ini ialah menangkap orang-orang nan dianggap "mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat", menyiksanya, membunuhnya, lalu menyimpan mayatnya di dalam karung dan membuangnya ke sembarang tempat, seperti kebun, sungai, pinggir jalan, atau sungai.
Targetnya biasanya ialah partikelir pasar, orang-orang bertato, pihak oposisi (rakyat nan anti-Soeharto atau dianggap komunis), wartawan, dan sebagainya. Di tahun-tahun tersebut, 532 orang tewas dampak operasi penembakan misterius ini. Disebut misterius sebab pelakunya tidak pernah diketahui apalagi ditangkap (tak ada usaha pemerintah buat itu).
Kejatuhan Presiden Soeharto
Di tahun 1997, Asia mengalami krisis finansial. Indonesia pun terkena imbasnya. Untuk itu, pemerintah Soeharto berusaha buat meminta pinjaman dana dari IMF agar ekonomi Indonesia tetap stabil. Sebelum memberi pinjaman, IMF melakukan mekanisme inspeksi keuangan Indonesia secara menyeluruh dan mendetail.
Dari inspeksi tersebut diketahui bahwa selama 32 tahun Soeharto berkuasa, ia dan mereka nan duduk di kursi kekuasaan telah mengorupsi 30% dana pembangunan. Hal ini lantas diekspos oleh global sehingga masyarakat Indonesia geram dan merasa tertipu.
Terjadilah ketidakstabilan nasional, harga melonjak naik, gelombang demonstrasi pun seolah tidak berhenti. Puncaknya, tahun 1998 mahasiswa dan rakyat Indonesia menduduki gedung DPR/MPR dan memaksa Soeharto buat lengser dari jabatannya. Akhirnya Soeharto pun mundur dari jabatannya dan digantikan oleh B. J. Habibie.
Pasca turunnya Soeharto dari jabatan nomor satu di Indonesia, kebobrokan-kebobrokan bapak pembangunan ini mulai terkuak. Mata rakyat Indonesia nan selama ini tertutup dan terbuai oleh majunya pembangunan mulai terbuka dan sadar bahwa mereka telah ditipu selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Presiden Soeharto sempat beberapa kali akan diadili atas kejahatannya di bidang KKN dan kemanusiaan. Akan tetapi ia tak dapat hadir dengan alasan sakit-sakitan sampai akhirnya ia mati pada tahun 2008 silam.