Perkembangan Inseminasi Protesis Di Indonesia

Perkembangan Inseminasi Protesis Di Indonesia

Secara teknis inseminasi protesis ialah donasi manusia dalam meletakkan sperma ke follicle ovarium , lalu ke uterus dan cervix wanita dengan donasi alat dan tangan manusia atau bukan melalui kopulasi secara alami. Itulah pengertian inseminasi protesis pada manusia.

Inseminasi protesis pada hewan ternak terutama sapi ialah memasukkan sel sperma petangguh jantan kepada rahim betina nan sedang ereksi melalui alat semprot. Sel sperma petangguh jantan tersebut telah dibekukkan dan teruji sifat-sifat genetisnya. Tujuan inseminasi buatan pada hewan ternak terutama nan sering dilakukan pada sapi, salah satu di antaranya ialah buat memperbaiki keturunan dan keperluan produksi sehingga kelahiran dapat diatur.

Bila inseminasi protesis pada manusia masih terbilang muda ditemukan, inseminasi protesis pada hewan telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Inseminasi protesis pada manusia dilakukan dalam kondisi darurat seperti seorang perempuan nan alergi terhadap sperma atau laki-laki tak dapat menghasilkan sperma nan cukup dan bergerak aktif. Namun demikian inseminasi protesis pada manusia ini masih tetap menuai pro dan kontra.

Sebenarnya proses inseminasi protesis pada manusia berlangsung cepat dan tak menimbulkan imbas sakit. Menurut seorang dokter kandungan, proses inseminasi protesis tidak ubahnya dengan inspeksi kanker dengan proses papsmear. Selang dua minggu kemudian hasil dari inseminasi protesis ini telah dapat diketahui dengan tes kehamilan.

Apabila hasil inseminasi protesis tersebut tak menyebabkan hamil, dokter akan mencoba sampai beberapa kali. Namun biasanya apabila setelah dilakukan 3-6 kali, tak juga memberikan hasil, dokter akan mencari metode reproduksi donasi lainnya.

Inseminasi protesis pada manusia telah dipersiapkan sebelumnya dengan pemberian hormon perangsang kesuburan kepada calon ibu, sehingga pada saat siklus pasca mensturasi, akan diproduksi sel telur nan matang. Proses selanjutnya ialah dengan mempersiapkan sel sperma nan telah diseleksi sehingga kualitasnya baik sekaligus jumlah mencukupi. Sel sperma ini kemudian akan dimasukkan ke dalam ovarium melalui suntik kateter.

Inseminasi protesis pada hewan telah dikenal sejak abad ke-14 ketika seorang Pangeran Arab melakukan perang. Pada saat itulah kudanya terlihat sedang birahi. Melalui suatu tampon, sel sperma pejantan kuda musuhnya nan terkenal jago lari diambilnya dan dimasukkan ke dalam kuda betina nan sedang ereksi tadi. Beberap minggu kemudian kuda betina itu bunting dan pada waktunya melahirkan kuda nan terlihat gagah dan kelak akan jago lari pula.

Inilah inseminasi protesis pada hewan pertama di dunia. Selang tiga abad kemudian, Anthony van Leeuwenhoek melakukan hal nan sama setelah meneliti sel sperma melalui mikroskop ciptaanya.

Penelitian ilmiah tentang inseminasi protesis ini terus dilakukan hampir tak pernah berhenti. Salah satu hasil paling spektakuler dalam global inseminasi protesis ialah apa nan dilakukan Askaniya Nova pada tahun 1912, dengan proses inseminasi buatan, ia sukses memeroleh 31 konsepsi dari 39 kuda sementara apabila dilakukan dengan perkawinan alami, dari 23 kuda maksimal hanya dapat menghasilkan 10 konsepsi.

Kemajuan dalam bidang inseminasi protesis dipercepat setelah ditemukannya teknologi pembekuan semen nan dipelopori oleh C Polge, A.S Parkes dan A.U Smitha dari Inggris pada tahun 1949. Dengan disimpan dalam alat eksklusif dan dengan suhu nan dikontrol, semen nan berasal dari sperma sapi jantan dapat disimpan dalam waktu lama. Teknologi inilah nan mempercepat global inseminasi buatan.



Tujuan Inseminasi Buatan

Inseminasi protesis pada manusia sejauh ini masih tetap menuai pro dan kontra. Namun pada beberapa kasus, seperti istri nan memiliki kesamaan alergi terhadap sperma atau misalnya saja sang suami memiliki jumlah sperma nan tak mencukupi dan kurang gesit atau sebab-sebab lain nan secara medis akan sulit memiliki keturunan melalui jalan normal, inseminasi buatan menjadi jalan keluar nan baik dan bisa dimaklumi.

Inseminasi protesis nan selama ini diterapkan kepada hewan ternak, dilakukan dengan tujuan-tujuan produktif sekaligus melakukan efisiensi. Tujuan-tujuan penerapan inseminasi protesis pada hewan ternak antara lain buat memperbaiki kualitas genetik, mengoptimalkan bibit jantan sehingga dapat disebarluaskan tanpa perlu kehadiran pejantan unggul di lokai peternakan.

Dari satu sisi saja yaitu masalah biaya buat mendatangkan pejantan unggul, sudah bisa ditekan bahkan dihilangkan. Inseminasi protesis pada hewan ternak memungkinkan buat meningkatkan angka kelahiran secara cepat dan teratur tanpa memerlukan tambahan betina. Hal lain lagi dari dilakukannya inseminasi protesis pada hewan ternak ialah menghindari atau menghentikan penularan penyakit nan selama ini terjadi melalui kelamin.

Keuntungan lain nan didapat dari penerapan inseminasi protesis pada hewan ternak ini juga dapat mengatur jeda kelahiran, mencegah kawin sedarah terutama pada sapi nan sering merugikan, menghindari terjadinya kecelakaan nan sering dilakukan oleh pejatan pada saat terjadi perkawinan terutama bila tubuh pejantan jauh lebih besar dibanding dengan betinanya.

Namun demikian, selain beberapa laba nan diperoleh dengan penerapan inseminasi protesis pada hewan ternak ini, ada beberapa hal nan merugikan sehingga harus dicari upaya menghadapinya. Kerugian penerapan inseminasi protesis pada hewan ternak. Misalnya bila tak tepat menghitung antara saat ereksi dan aplikasi inseminasi buatan. Bila hal ini terjadi, maka kecil kemungkinan betina akan bunting.

Bila sumber semen beku berasal dari pejantan andal nan memiliki garis keturunan bertubuh besar kemudian disemprotkan pada betina nan memiliki garis keturunan bertubuh kecil, maka akan terjadi sulit pada saat melahirkan. Hal ini nan dapat merugikan ketika menerapkan inseminasi protesis ialah diturunkannya gen jelek dari pejatan tanggung terutama sifat genetik nan tak dipantau secara baik.



Perkembangan Inseminasi Protesis Di Indonesia

Prof. B. Seit dari Denmark ialah ahli inseminasi protesis nan buat pertama kali memperkenalkan teknologi ini pada tahun 50-an di Fakultas Hewan dan Forum Penelitian Peternakan Bogor. Sejak penerapan inseminasi protesis ini memperlihatkan hasil nan menggembirakan, di beberapa daerah lain seperti Ungaran (Jawa Tengah), Cikole Sukabumi (Jawa Barat), Baturati (Bali) dan Pakong (Jawa Timur), didirikan sentra aplikasi inseminasi buatan.

Sementara buat melakukan inseminasi protesis di wilayah Bogor dan sekitarnya, Forum Penelitian Peternakan Bogor dijadikan sentra pelayanan. Namun pada saat itu aplikasi inseminasi protesis pada ternak tak secara rutin dilakukan, sehingga lambat laun hal ini memengaruhi taraf kepercayaan masyarakat peternak.

Inseminasi protesis dengan menggunakan semen cair seperti nan dilakukan Prof. B. Seit terus dikembangkan dan sebagai pusat pengembangan dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sampai dengan 1959 inseminasi protesis pola B. Seit tersebut baru dilakukan pada sapi perah dan belum pernah diujicobakan pada sapi potong.

Namun pada 1965 saat keuangan negara semakin memburuk, inseminasi protesis tidak lagi dilakukan bahkan stasiun pelayanan inseminasi protesis nan telah berdiri di beberapa daerah tak berfungsi kecuali hanya satu nan ada di Ungaran.

Pada 1970 ketika keuangan negara telah mulai pulih, namun program inseminasi protesis tetap tak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pada awal 1970 telah digalakkan buat peternak di Pangalengan, Bandung Selatan. Dalam waktu singkat pemugaran mutu genetik ternak segera memperlihatkan hasil nan menggembirakan terutama sebab semen cair pejantan andal dikirim langsung dari Bogor ke Pangalengan.

Selain itu buat menunjang program inseminasi protesis ini, dilakukan program nan terintegrasi, termasuk dengan memberi persuasi kepada para peternak. Hanya saja ketika industri susu bubuk nan bahan bakunya diperoleh dari susu bubuk impor, menjadi tamparan telak pada paras para peternak di daerah. Hal ini pula nan memengaruhi mandegnya program inseminasi buatan.

Pada taraf kebijakan, pemerintah telah mengantisipasi dengan dimasukkan bidang peternakan pada Planning Pembangunan Lima Tahun. Program inseminasi protesis termasuk ke dalam skala prioritas, sehingga pada 1973 pemerintah mulai mengimpor semen beku dari pejantan andal dan tak hanya mengandalkan sumbangan perdeo dari pemerintah Inggris dan Selandia Baru seperti tahun-tahun sebelumnya.

Dengan masuknya semen beku ini, program inseminasi protesis berkembang pesat dan menjangkau hampir seluruh provinsi di Indonesia. Lalu, pada 1976 secara resmi pemerintah Selandia Baru memberi sumbangan buat membangun Balai Inseminasi Buatan. Balai ini didirikan buat pertama kali di Lembang, Jawa Barat. Dan dalam waktu singkat dibuka pula di daerah Wonocolo kemudian dipindahkan ke daerah Malang, Jawa Timur.

Pada 1978 setelah dinilai cukup mampu menggalakan program inseminasi protesis pada sapi, mulai dilakukan terobosan buat melakukan hal nan sama pada ternak kerbau. Daerah Serang, Banten, dan Toraja, Sulawesi Selatan serta di daerah Jawa Timur dan Nusa Tenggara, dilakukan proyek pengembangan inseminasi protesis buat hewan kerbau. Namun hasilnya kurang memuaskan dan sebab kekurangan dukungan dari sponsor, program inseminasi protesis pada kerbau ini tak dilanjutkan.