Siapa Joko Pinurbo?
Nama Joko Pinurbo atau Jokpin tentu tidak asing lagi bagi pecinta sastra khususnya puisi. Joko Pinurbo ialah seorang penyair Indonesia pada masa ini masa kini. Karya puisi Joko Pinurbo ini dinilai memiliki karakteristik khas dan permainan khayalan nan tinggi sehingga mampu membawa penikmat karyanya pada sesuatu nan berbeda dan tidak terduga.
Sajak panjang dan syair dalam puisi karya Joko Pinurbo inilah nan menjadi kekuatan dan hal nan paling menonjol menurut beberapa penikmat karyanya. Kadang, Joko Pinurbo mampu menyajikan karya dengan bahasa nan sederhana tapi bisa menciptakan sebuah bertentangan dengan harapan dan humor nan cukup dalam dan mengena.
Puisi karya Joko Pinurbo ini memang istimewa, lalu apa nan membuat puisi Joko Pinurbo ini menjadi istimewa? Joko Pinurbo mampu membuat sebuah karya puisi nan memadukan berbagai unsur nan unik, seperti interaksi antara ibu dengan ayah, unsur dimensi nan aneh, seksualitas, sensualitas, dan karya puisi ini dikemas dalam penggarapan nan baik dan dengan bahasa nan tak pretensius.
Puisi karya Joko Pinurbo ini meraih penghargaan sebagai pemenang karya sastra Majalah Tempo tahun 2012 lalu. Senjata Joko Pinurbo waktu itu ialah sebuah kumpulan puisi nan berjudul Tahilalat dan berhadapan dengan karya sastra nan tidak kalah hebatnya, yakni sebuah novel berjudul Amba nan merupakan hasil karya dari Laksmi Pamutjak. Agak aneh memang, sebab kedua karya sastra ini berbeda jenis, yakni kumpulan puisi dan sebuah novel.
Meski demikian, juri Majalah Tempo nan terdiri atas sastrawan dan pengajar sastra ini akhirnya memilih kumpulan puisi karya Joko Pinurbo sebagai pemenang. Kumpulan puisi Tahilalat karya Joko Pinurbo ini memang hanya berisi 55 karya puisi, tapi pembuatannya ternyata memakan waktu nan sangat lama.
Kabarnya, Joko Pinurbo membutuhkan waktu lima tahun buat menyelesaikan kumpulan puisi Tahilalat tersebut. Kenapa begitu lama menyelesaikan karya tersebut? Joko Pinurbo mengatakan bahwa kadang kala saat berkarya menemui kebuntuan ide, sehingga Joko Pinurbo lebih memilih buat mengeksplorasi karyanya nan lain sambil menunggu datangnya ide dan inspirasi buat menyelesaikan kumpulan puisi tersebut.
Puisi Joko Pinurbo memang memiliki kekuatan dan keunikan pada sajak dan syair panjangnya, tapi penyair ini juga memiliki karya puisi atau sajak nan sangat pendek. Sajak pendek karya Joko Pinurbo ini ternyata banyak menuai kritikan, sebab sajak atau puisi pendeknya malah dianggap kurang berbobot.
Bahkan, beberapa kritik nan cukup keras dilayangkan pada penyair Joko Pinurbo ini sebab puisi dan sajaknya nan sangat pendek ini dianggap tak membawa arti bagi pembaca. Karya puisinya nan super pendek ini dianggap hanya kata-kata nan tidak memiliki sebuah arti nan kuat dan hanya berupa kata nan dipelintir.
Joko Pinurbo dalam pengakuannya memang tak suka mengusung tema nan berat dan lebih suka dengan tema nan generik dan menggunakan metode pendekatan metafor nan baru. Puisi karya Joko Pinurbo ini juga kental mengembangkan sudut pandang ‘dia’ dan ‘aku’. Pengembangan sudut pandang ini oleh Joko Pinurbo membuat karyanya akan sangat peka terhadap waktu dan generasi .
Karya Joko Pinurbo mulai terkenal ketika buku kumpulan puisi nan berjudul Celana meluncur dan meraih hadiah Sastra Lontar 2001. Meski demikian, melalui karya kumpulan puisi Tahilalat, Joko Pinurbo sebenarnya sedang berusaha buat lepas dari ikon atau pengaruh karya sebelumnya nan berjudul Celana.
Menurut Joko Pinurbo, seorang penyair nan telah dianggap memiliki gaya eksklusif ialah seorang penyair nan sudah mati. Hal ini terlihat dengan langkah Joko Pinurbo merilis karya puisi-puisi pendeknya. Berikut ini ialah salah satu karya puisi Joko Pinurbo nan berjudul Asu:
Asu
Di jalan kecil menuju kuburan Ayah di atas bukit
saya berpapasan dengan anjing besar
yang melaju dari arah nan aku tuju.
Matanya merah; tatapannya nan kidal
membuat aku mundur beberapa jengkal.
Gawat. Sebulan terakhir ini sudah banyak orang
menjadi korban gigit anjing gila.
Mereka diserang demam berkepanjangan,
bahkan ada nan sampai kesurupan.
Di saat nan membahayakan itu aku teringat Ayah.
Dulu aku sering menemani Ayah menulis.
Sesekali Ayah terlihat kesal, memukul-mukul
mesin ketiknya dan mengumpat, “Asu!”
Kali lain, saat menemukan puisi bagus di koran,
Ayah tersenyum bahagia dan berseru, “Asu!”
Saat berjumpa temannya di jalan,
Ayah dan temannya dengan tangkas bertukar asu.
Pernah aku bertanya, “Asu itu apa, Yah?”
“Asu itu anjing nan baik hati,” jawab Ayah.
Kemudian ganti aku ditanya,
“Coba, menurut kamu, asu itu apa?”
“Asu itu anjing nan suka minum susu,” jawab saya.
Sementara aku melangkah mundur,
anjing itu maju terus dengan nyalang.
Demi Ayah, aku ucapkan salam, “Selamat sore, asu.”
Ia kaget. Saya ulangi salam saya, “Selamat sore, su!”
Anjing itu pun minggir, menyilakan aku lanjut jalan.
Dari belakang sana terdengar teriakan,
“Tolong, tolong…! Anjing, anjing…!”
.
(2011)
Joko Pinurbo
Siapa Joko Pinurbo?
Penyair Joko Pinurbo ini lahir pada 11 Mei 1962 di Sukabumi, Jawa Barat. Penyair nan membesut karya kumpulan puisi berjudul Celana ini menyelesaikan pendidikan di Seminari Mertoyudan Magelang, Jawa Tengah dan dilanjutkan di IKIP (Universitas) Sanata Pengabdian Yogyakarta dengan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia pad 1987.
Joko Pinurbo telah menikah dengan Nurnaeni A. Firmina dan telah dikarunia dua orang anak nan bernama Paskasius Wibisono dan Maria Azalea Anggraeni.
Joko Pinurbo ini telah memelajari berbagai karya sastra terutama puisi dan sajak-sajak hasil karya sastrawan terkenal di Tanah Air.
Pembesut kumpulan puisi Tahilalat ini telah mengamati karya sastra berupa puisi dan sajak selama 20 tahun, uniknya Joko Pinurbo belum menghasilkan sebuah karya puisi satupun.
Karya pertama Joko Pinurbo ini muncul pada 1999 nan kemudian dibukukan dalam sebuah buku kumpulan puisi berjudul Celana. Mengapa menggunakan kata Celana buat judul kumpulan puisi pertamanya? Karena menurut penyair nan akrab dengan sebutan Jokpin ini kata Celana belum pernah dipakai oleh penyair sebelumnya. Bahkan, buku kumpulan puisi nan mengusung juduk Celana ini mampu meraih penghargaan Sastra Lontar 2011 nan merupakan penghargaan karya sastra nan cukup bergengsi.
Tak hanya itu, penyair Joko Pinurbo ini juga mampu menyabet penghargaan Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001, penghargaan Sastra Pusat Bahasa Depdiknas 2002, dan Penghargaan Sastra Khatulistiwa 2005.
Salah satu karya nan paling fenomenal dari Joko Pinurbo ialah kumpulan puisi nan berjudul Kepada Cium nan terbit pada 2007. Buku kumpulan puisi Kepada Cium ini dianggap fenomenal sebab mampu terjual 1000 eksemplar dalam waktu satu bulan saja! Prestasi nan cukup fantastis buat sebuah karya kumpulan puisi.
Salah satu hal nan unik dari sosok penyair Joko Pinurbo ini ialah pengakuannya nan menyebutkan bahwa dirinya iri dan dendam pada karya Sapardi Djoko Darmono nan banyak menjadi sorotan orang. Menurut pengakuan Joko Pinurbo, rasa dendam ini terus ia pelihara buat merangsang dan memacu kreativitasnya buat menghasilkan karya puisi nan lebih baik. Hal unik ini terungkap ketika Joko Pinurbo menghadiri acara bedah buku puisi di kampus UI .
Pada acara tersebut, pembesut karya kumpulan puisi Kepada Cium ini membeberkan bahwa ia dendam kepada karya Sapardi Djoko Darmono dan hal itulah nan menjadi bahan bakar buat memacu kreativitasnya. Berikut ini ialah salah satu karya Joko Pinurbo nan berjudul Cita-cita:
Cita-Cita
Setelah punya rumah, apa cita-citamu?
Kecil saja: ingin sampai rumah saat senja
supaya aku dan senja sempat minum teh bersama
di depan jendela.
Ah cita-cita.
Makin hari kesibukan makin bertumpuk,
uang makin banyak maunya,
jalanan macet,
akhirnya pulang terlambat.
Seperti turis lokal saja,
singgah menginap di rumah sendiri
buat sekadar melepas penat.
Terberkatilah waktu nan dengan tekun dan sabar
membangun sengkarut tubuhku menjadi rumah besar
yang ditunggui seorang ibu.
Ibuwaktu berbisik mesra,
“Sudah kubuatkan sarang senja di bujur barat tubuhmu.
Senja sedang berhangat-hangat di dalam sarangnya.”
(2003)
Karya puisi Joko Pinurbo ini sering muncul campuran antara empiris dan impian, unsur-unsur komik, dan beberapa karyanya juga memuat parodi dari tradisi puisi di Indonesia.