Solusi Korupsi dari Boediono

Solusi Korupsi dari Boediono

Apa solusi korupsi nan pas di Indonesia? Apakah solusi korupsi dapat terlahir dari sebuah film? Bagi Anda para peminat tayangan film layar lebar tentu saja tidak asing lagi dengan sebuah film tema kritik sosial garapan seniman senior Dedi Mizwar berjudul 'Alangkah Lucunya Negeri ini'. Film nan dipenuhi adegan-adegan lawak ini merupakan bentuk kritikan harus nan disampaikan putera puteri bangsa terhadap budaya klasik nan memalukan harga diri bangsa, yakni korupsi.

Solusi korupsi di Indonesia kerap diamputasi dengan ringkihnya sistem penegakan hukum dan peradilan Indonesia sendiri. Korupsi seolah dipandang sebagai warisan budaya nenek moyang nan harus tetap dilestarikan, susah diberantas. Orang nan berupaya memberantas dan coba buat higienis dari korupsi malah tidak sporadis difitnah dan dituding sebagai sosok sok suci.

Solusi korupsi perlu ditemukan dan dilaksanakan. Salah satu penggadai harkat prestise harga diri bangsa Indonesia ialah budaya korupsi nan sudah cukup akut menjangkiti sistem birokrasi dalam negeri. Ada banyak bentuk korupsi nan terjadi di tengah masyarakat. Dari nan level kecil hingga bernilai milyaran rupiah. Korupsi merupakan bentuk penyalah gunaan fungsi pendidikan nan sudah dijalani oleh seseorang.

Sebagai contoh, seorang nan berpendidikan rendah dapat saja melakukan korupsi kecil-kecilan seperti mencopet, menjambret dan sebagainya. Sementara mereka orang nan berpendidikan akan melakukan korupsi, sebuah tindakan nan jauh lebih hina dan berbahaya dari mencopet atau mencuri.



Berbagai Solusi Korupsi

Ada beberapa bentuk tawaran solusi korupsi nan cukup realistis buat dilaksanakan. Korupsi dapat dikatakan sebagai biang keladi keterpurukan sistem perekonomian Indonesia. Betapa tidak, ratusan milyar uang negara dicuri dan dimasukkan ke kantong-kantong para koruptor. Berikut ini beberapa bentuk solusi korupsi nan memungkinkan buat dilaksanakan;



1. Memulai dari Diri Sendiri

Sebelum jauh-jauh menuding orang melakukan tindakan korupsi, marilah kita memeriksa kebersihan diri kita sendiri dari perbuatan keji ini. Ada banyak bentuk korupsi nan terkadang tanpa sengaja kita lakukan. Jika kita seorang pengajar, terkadang kita berupaya mengkorupsi waktu belajar mengajar di kelas, kita memberikan jawaban soal ujian terhadap siswa, membiarkan siswa mencontek dan sebagainya.

Sebagai pendidik kita menjadi contoh teladan bagi para peserta didik. Jika bentuk-bentuk korupsi kecil itu dibiarkan, maka jangan heran jika generasi Indonesia nan akan datang juga akan tetap mengidap penyakit korupsi sebagai tularan dari sikap kita sendiri.



2. Pemimpin Memberi Contoh

Kewajiban seorang pemimpin ialah memberi suri tauladan kebaikan bagi orang nan dipimpin. Seorang pemimpin harus berupaya memikirkan solusi korupsi nan sudah menjadi tradisi klasik di tanah air. Pemimpin harus memberikan contoh higienis diri dari perbuatan-perbuatan korupsi.

Contoh ini otomatis akan memberikan kekuatan bagi seorang pemimpin buat mampu menegakkan sanksi bagi para pelaku korupsi secara tegas. Selain itu, contoh ini sekaligus akan membuat para pejabat nan berada di bawah perintah seorang pemimpin merasa segan, malu, dan akhirnya juga berupaya buat meninggalkan budaya korupsi.



3. Penegakan Hukum

Para koruptor perlu diberi sanksi nan seberat-beratnya nan membuat mereka jera. Sistem penegakan hukum di Indonesia kerap terhambat dengan sikap para penegak hukum itu sendiri nan tak serius menegakkan hukum dan undang-undang.

Para pelaku hukum malah memanfaatkan hukum itu sendiri buat mencari laba pribadi, ujungnya juga pada tindakan korupsi. Alih-alih muncullah istilah mavia hukum, yakni mereka nan diharapkan mampu menegakkan hukum dan peradilan malah sebaliknya mencari hayati dari hukum dan peradilan tersebut.



4. Memperkuat Iman dan Budaya Malu

Walau bagaimana pun, keimanan merupakan benteng petahanan terbaik dalam mencegah perbuatan menipu, termasuk korupsi. Orang nan kuat imannya niscaya takut dengan azab Allah Swt. Ia pun merasa selalu diawasi oleh Allah Swt., walaupun tidak ada satu pun manusia nan melihatnya.

Sementara itu, rasa malu merupakan bagian dari iman dan tidak boleh lenyap dari diri seorang hamba Allah. Bila orang-orang Jepang nan nonmuslim saja mempunyai budaya malu sangat kuat, tetapi kenapa para pelaku korupsi di Indonesia nan mayoritas muslin justru "bermuka badak" dan tidak punya rasa malu sedikit pun?



5. Sistem Penggajian nan Layak

Sebagai seorang manusia biasa, para birokrat dan pejabat tentu membutuhkan uang nan dipakai buat memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Oleh karena itu, supaya bisa bekerja dengan nyaman dan tak tergoda berbuat korupsi, para pejabat idealnya diberi gaji sekaligus juag fasilitas nan layak.

Rasulullah saw., bersabda, " Siapa nan bekerja untukku dalam keadaan tak beristri, hendaklah menikah; atau tak memiliki pelayan, hendaklah mengambil pelayan; atau tak mempunyai rumah, hendaklah mengambil rumah; atau tak mempunyai tunggangan (kendaraan), hendaknya mengambil kendaraan. Siapa saja nan mengambil selain itu, dia curang atau pencuri! " (HR Abu Dawud)

Tapi, cara ini bukan satu-satunya solusi karena manusia itu bersifat tidak pernah puas sampai datangnya kematian. Sudah ada banyak fakta nan memperlihatkan bahwa para birokrat dengan gaji tinggi tetap saja melakukan aksi korupsi.



6. Penghitungan Kekayaan Pejabatan dan Verifikasi Terbalik

Oknum-oknum nan melakukan korupsi niscaya jumlah kekayaannya bertambah signifikan dengan cepat. Walaupun begitu, tidak selalu orang menjadi cepat kaya sebab sudah melakukan perbuatan korupsi. Dapat saja kekayaan tersebut didapat dari warisan, bisnis, dan cara-cara lainnya nan halal.

Nah, buat mencegah korupsi, bisa dilakukan dengan melakukan perhitungan kekayaan dan verifikasi terbalik seperti nan diakukan Khalifah Umar bin Khattab. Selama menjadi seorang khalifah, Umar bin Khattab menghitng jumlah kekayaan para pejabat di awal serta di akhir jabatannya. Jika ditemukan kenaikan nan tidak wajar, pihak nan bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan tersebut diperoleh dengan cara halal.



Solusi Korupsi dari Boediono

Wakil Presiden dan juga mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono, membuat dua solusi ampuh buat mencegah budaya korupsi di lingkungan pemerintahan. Solusi pertama ialah menciptakan komunikasi nan baik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dan juga membentuk sistem integritas nasional. Solusi kedua ialah niat dan juga tekad buat integritas semua forum pemerintahan. Selain itu, lakukan sesuatu buat lebih meningkatkan integritas lingkungan kerja di lembaga-lembaga tersebut.

Menurut Boediono, dua hal tersebut selama ini belum pernah dilakukan oleh seluruh instansi pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal nan pokok seperti nilai kerifan lokal nan berkurang dan makin terhapusnya budaya membersihkan lingkungan.

Oleh karena itulah, Boediono nan juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan sangat mendukung Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi nan diadakan oleh KPK beberapa waktu lalu. Menurutnya, konferensi tersebut bertujuan meningkatkan sinergi positif antarlembaga dalam mewujudkan negara Indonesia bebas korupsi.

Kita semua harus paham dan mendukung konsep tentang perlunya sistem integritas nasional. Sistem tersebut harus jadi tujuan kita bersama. Boediono pun mengatakan bahwa pemerintah sudah sukses membuat rumusan taktik nasional (stratnas) pemberantasan korupsi. Target utamannya ialah meningkatkan indeks persepsi korupsi, meningkatkan indeks sistem integritas nasional, dan meningkatkan pengaturan nan sinkron atau sejalan dengan United Nations Againts Corruption (UNAC).

Dalam taktik nasional tersebut, seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, wajib membuat langkah-langkah aksi konkret dalam mencegah dan memberantas korupsi. Walaupun begitu, menurut Boediono, taktik nasional tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung dalam program pemerintah nan lain seperti reformasi birokrasi.

Nah, itulah berbaga solusi korupsi di Indonesia. Semoga bermanfaat!