Awal Jatuhnya Kesultanan Pajang
Lahirnya Kerajaan Pajang
Kisah kerajaan pajang diceritakan dalam beberapa versi. Masing-masing versi memberikan klarifikasi nan sedikit berbeda. Berdasarkan beberapa kisah nan aku baca, bisa diambil benang merah cerita seperti di bawah ini.
Kesultanan Pajang telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit, namun saat itu belum menjadi kerajaan. Syahdan menurut kitab Nagarakertagama, hiduplah seorang penguasa pajang nan bernama Dyah Nertaja nan bergelar Bhatara i Pajang.
Wanita ini merupakan adik dari raja Majapahit saat itu, dan ibu dari Wikramawardhana nan akan menjadi Raja Majapahit selanjutnya. Saat Majapahit dipimpin oleh Brawijaya muncullah nama daerah pengging.
Alkisah ada seorang putri Brawijaya bernama Retno Ayun Pembayun nan diculik oleh Menak Daliputih.
Menak Daliputih ialah putra dari Menak Jingga. Akhirnya datanglah seorang pahlawan bernama Jaka Sengsara merebut sang putri dari tangan penculik. Menak Daliputih pun akhirnya tewas di tangan Jaka Sengsara.
Karena jasa-jasanya dalam menyelamatkan sang putri, akhirnya Jaka Sengsara diangkat oleh Prabu Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dijadikan suami oleh Retno Ayun Pembayun. Jaka Sengsara diberi gelar Andayaningrat.
Namun pada saat terjadi perang antara Majapahit dan Demak, Sunan Ngudung sukses menewaskan Andayaningrat gugur. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya nan bernama Raden Kebo Kenanga, nan bergelar Ki Ageng Pengging. Penggingpun akhirnya menjadi daerah kekuasaan Demak.
Awal mula munculnya Kerajaan Pajang diawali oleh pertempuran antara Arya Penangsang dan Joko Tingkir nan merupakan menantu dari Sultan Trenggono. Siapa sebenarnya Jaka Tingkir? Jaka Tingkir ialah putra dari Ki Ageng Pengging, Bupati Pengging nan dihukum wafat sebab menganut ajaran Syekh Siti Jenar nan dianggap sesat.
Ki Ageng Pengging juga dituduh hendak memberontak pada kerajaan Demak. Itulah mengapa akhirnya Ki Ageng Pengging dijatuhi sanksi mati. Namun ternyata kematian orangtuanya tak membuat Jaka Tingkir mendendam. Bahkan sebaliknya, setelah beranjak dewasa Jaka Tingkir mengabdikan diri pada Kerajaan Demak.
Prestasinya dalam ketentaraan telah menarik hati Sultan Trenggana, hingga mengangkatnya menjadi Bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayahnya meliputi daerah Pengging, Tingkir, Butuh dan sekitarnya. Masalah muncul setelah Sultan Trenggono mati tahun 1546.
Sultan Trenggono ialah seorang Raja nan sukses mengantarkan Demak pada puncak kejayaan. Wilayah kekuasaan Demak sukses diperluas olehnya pada tahun 1522.
Pasukan Demak di bawah kepemimpinan Fatahillah sukses merebut Sunda Kelapa pada tahun 1527, namun sayang pada saat penyerangan ke Pasuruan sultan Trenggono gugur. Sepeninggal Sultan Trenggono Demak mengalami kudeta antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Kandung Sultan Trenggono nan seharusnya menjadi Raja menggantikan Sultan Trenggono) dengan Sunan Prawoto (Putra sulung Sultan Trenggono).
Pangeran Sekar Sedolepen sukses dikalahkan, Sunan Prawoto naik tahta. Kekuasaannya tak berlangsung lama, sebab ia meninggal dibunuh oleh sepupunya sendiri yaitu Arya Penangsang, seorang Bupati Jipang pada tahun 1549. Namun Sultan Prawoto dikalahkan oleh Arya Penangsang putra Pangeran Sekar Sedolepen.
Sepak terjang Arya Penangsang tak berhenti di situ saja, beliau juga berusaha buat membunuh Sultan Hadiwijaya namun sukses dipatahkan perlawanannya.
Pertarungan dilanjutkan oleh menantu Sultan Trenggono yaitu Jaka Tingkir nan merupakan Adipati Pajang. Pada pertarungan ini Jaka Tingkir sukses mengalahkan Arya Penangsang. Kemenangan ini tak terlepas dari jasa Bupati Jepara (yang merupakan Putri Sultan Trenggana) dan para pengikutnya.
Kemenangan ini membuat Jaka Tingkir memimpin Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya (Tahun 1568-1582). Gelar tersebut diperoleh dari Sunan Giri dan telah mendapat pengakuan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.Jaka Tingkir pun akhirnya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaannya lebih dikenal dengan Kerajaan Pajang. Keberhasilan Joko Tingkir dalam mengalahkan Arya Penangsang tak terlepas atas jasa Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi.
Oleh sebab itu sebagai ucapan terima kasihnya Joko Tingkir menghadiahkan masing-masing hadiah berupa tanah di daerah Mataram Kepada Ki Ageng Pemanahan dan tanah di daerah Pati buat Ki Penjawi. Keduanya sekaligus diangkat menjadi Bupati di masing-masing daerah tersebut.
Sementara Bupati Surabaya nan juga berjasa dalam perebutan daerah-daerah di Jawa Timur di angkat menjadi Wakil Raja. Wilayah kekuasaannya meliputi Sedayu, Gresik, Surabaya dan Penarukan.
Langkah pertama nan diambil oleh Jaka Tingkir di awal pemerintahannya ialah mengeluarkan surat pemindahan barang pusaka Demak ke wilayah Kerajaan Pajang .Beliau terkenal sebagai salah satu raja nan berpengaruh di pulau Jawa. Kekuasaannya melampaui Madiun, Solo, Blora, Jipang, dan Kediri.
Pada tahun 1581, raja-raja terpenting di pulau Jawa memberikan pengakuan Kepada Sultan Hadiwijaya sebagai Sultan Islam. Namun sayangnya, Kerajaan Pajang tak mampu memperluas wilayahnya sampai ke lautan. Kemungkinan disebabkan sebab lokasi Kerajaan Pajang nan berada di pelosok.
Walaupun demikian, di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya, bidang kesenian dan sastra mengalami perkembangan nan maju. Akhirnya lama kelamaan Demak dan Jepara makin dikenal. Pengaruh seni budaya islampun semakin cepat tersebar ke pedalaman.
Awal Jatuhnya Kesultanan Pajang
Pada awal kepemimpinan Sultan Hadiwijaya, Kerajaan Pajang baik-baik saja. Semuanya berubah sepeninggal Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1575. Kekuasaan Mataram dilanjutkan oleh putra Ki Ageng Pemanahan nan bernama Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar.
Sutawijaya menjadi Raja Mataram nan pertama. Selama kepemimpinannya kerajaan Mataram mengalami kemajuan. Sutawijaya mulai enggan tunduk pada pajang, dan hal ini telah membuat Sultan Hadiwijaya geram namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Hingga suatu ketika terjadi peristiwa nan dilakukan oleh Raden Pabelan (anak Bupati Mayang), ipar dari Sutawijaya nan tertangkap melakukan perbuatan mesum dengan Putri Sekar Kedaton.
Peristiwa ini benar-benar membuat Sultan Hadiwijaya murka, hingga akhirnya menjatuhkan sanksi wafat pada Raden Pabelan dan dibuang ke Semarang.
Tak terima perlakuan Sultan Hadiwijaya terhadap iparnya, maka Sutawijaya dengan membawa pasukan mencegat rombongan nan membawa Raden Pabelan, kemudian membawa iparnya pulang. Mengetahui hal tersebut Sultan Hadiwijaya begitu murka hingga mengirimkan pasukan buat menyerang Mataram.
Sayangnya dalam perjalanan Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang jatuh sakit, Beliau pun memerintahkan pasukannya buat kembali. Ternyata di belakang mereka pasukan Mataram membuntutinya dan menggempur pasukan Kerajaan Pajang hingga kalah. Sultan Hadiwijaya pun akhirnya meninggal sebab sakitnya pada tahun 1587.
Jasadnya dimakamkan di suatu daerah di bagian Barat Taman Keraton Pajang. Takhtanya dilanjutkan oleh menantunya Arya Pangiri, nan merupakan anak Sunan Prawoto. Sedangkan nasib anak Sultan Hadiwijaya yaitu Pangeran Benowo sukses disingkirkan oleh Arya Pangiri dan dijadikan Adipati Jipang.
Merasa diperlakukan tak adil oleh Arya Pangiri, Pangeran Benowo meminta donasi Sutawijaya buat menyerang kerajaan Pajang. Setelah sukses menggulingkan Arya Pangiri, Pangeran Benowo pun akhirnya naik takhta, meski hanya sebentar. Beliau memilih buat mengundurkan diri dan hayati buat mengabdi pada agama.
Kerajaan Pajang mengalami kekosongan pemerintahan, sebab Sutawijaya pun enggan menjadi raja Pajang, sebab sudah memiliki kesultanan Mataram dengan cakupan kekuasaan nan luas. Akhirnya raja Mataram Sutawijaya nan bergelar Panembahan Senopati mengangkat Gagak Bening buat menggantikan Sultan Benowo.
Gagak Bening diangkat sebagai Adipati Pajang, namun ini pun tak berlangsung lama, sebab gagak Bening meninggal pada tahun 1591. Ia digantikan oleh Putra Pangeran Benowo. Inilah awal mula jatuhnya kerajaan Pajang.
Sutawijaya nan berhak atas Pajang tak berkenan menetap di Pajang. Pajang pun ditinggalkan tanpa ada nan mengurus. Sementara Mataram semakin berkembang dan menjadi kesultanan nan berdaulat pada tahun 1586, dengan Sutawijaya nan bergelar Panembahan Senapati Ing alaga Saidin Penatagama sebagai Raja pertama.
Inilah akhir dari Kerajaan Pajang dan awal pemerintahan Mataram Islam.