Sejarah Al-Qur'an

Sejarah Al-Qur'an

Untuk lebih memahami sejarah Al-Qur'an , tentu akan sangat membantu jika memahami terlebih dahulu definisinya. Al-Qur'an, jelas terdiri dari dua kata; Al dan Qur'an. Dalam tata bahasa Indonesia, tak bisa ditemukan padanan kata nan tepat buat mengartikan kata Al dari bahasa Arab, tetapi dalam bahasa Inggris, kata the sangat tepat mewakili arti dari kata Al tersebut.



Definisi Al Qur'an

Kata Qur'an itu sendiri berasal dari kata qara'a, nan bisa diartikan sebagai "bacaan" dalam bahasa Indonesia. Bila digabungkan, maka Al Qur'an berarti "Bacaan", dengan huruf "B" besar nan mengindikasikan bacaan eksklusif nan merujuk kepada bacaan berupa firman Allah nan disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW (hal ini dilakukan sebab sistem tata bahasa Indonesia tak mengenal kata keterangan penegas seperti the dalam bahasa Inggris, atau Al dalam bahasa Arab).

Silakan Anda hampiri kembali rak/lemari buku masing-masing, kemudian Anda ambil sebuah buku nan nisbi tebal, dengan teks huruf Arab di sampul depannya, mungkin juga disertai teks huruf latin "Al-Qur'an" nan menemani teks huruf Arab di sampul depan tadi. Jangan kaget, jangan heran; buku nan rekan-rekan pegang itu BUKAN Al-Qur'an!

Apa maksudnya?! Sudah jelas-jelas di sampul depannya tertera tulisan "Al-Qur'an"? Silakan simak lagi gambaran etimologi singkat pada paragraf kedua; Al-Qur'an itu berarti Bacaan. Al-Qur'an merupakan firman Allah nan disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril.

Tidak seperti beberapa kitab kudus nan diturunkan sebelumnya, Al-Qur'an tak diberikan sekaligus dalam bentuk sebuah kitab utuh secara fisik. Dalam sejarahnya, ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan sedikit demi sedikit, sinkron dengan peristiwa eksklusif nan terjadi di masa kehidupan Rasulullah Muhammad SAW, selama kurang lebih 23 tahun.

Bagaimana dapat kita memegang sebuah perkataan, sejumlah kata-kata dan kalimat secara fisik? Tentu saja tak bisa! Buku nan sedang rekan-rekan pegang itu disebut mushaf, atau kumpulan tulisan nan mewakili Al -Qur'an; mewakili. Ketika tulisan itu dibacakan, maka itulah Al-Qur'an nan sebenarnya.

Dalam sejarah Al-Qur'an, kita hanya dapat mengucapkan dan/atau mendengarkan Al-Qur'an, sebab secara fisik Al Qur'an tak berada di dimensi manusia, tapi berada di Alam Lain, di Lauh Mahfuz.

Sebagai catatan tambahan; Al-Qur'an hanyalah Al-Qur'an jika sudah dibacakan, dan dibacakan dalam bahasa Arab. Semua bentuk tafsir dan terjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa lain juga BUKAN merupakan Al-Qur'an. Hanya saja, keduanya bisa membantu manusia buat bisa lebih memahami makna Al-Qur'an.

Untuk lebih mudahnya, perkenankan buat beranalogi; uang kertas 100 ribu rupiah nan aku miliki, tak benar-benar bernilai 100 ribu rupiah, tulisan angka dan huruf nan tertera pada uang kertas tersebut hanyalah nominal nan mewakili bentuk kekayaan lain (berupa emas dan/atau perak), di loka nan lain.

Anda dapat saja menambahkan angka nol dibelakangnya beberapa digit, tapi kemurniaan nilai kekayaan orisinil nan diwakili uang tersebut tetap tak akan berubah. Jadi, uang kertas itu hanya mewakili sejumlah nilai harta eksklusif nan menjadi milik saya. Cukup jelas?

Dalam sejarah Al-Qur'an, kitab kudus ini diwariskan dalam bentuk bacaan, orasi, tak dalam bentuk buku/tulisan secara fisik - nan bisa diubah isinya seperti kebanyakan kitab-kitab kudus sebelumnya- dan ini merupakan salah satu bentuk janji Allah nan menyatakan bahwa keaslian isi kitab kudus Al-Qur'an tak akan berubah hingga akhir zaman.

Ini sebab penyampaian dan pewarisannya dilakukan melalui media memori otak manusia (ini pun menjadi salah satu bukti mukjizat Al-Qur'an nan merupakan satu-satunya bentuk tulisan, kitab kudus nan paling sering dibacakan oleh manusia, serta paling banyak dihafalkan dalam bahasa dan bentuk aslinya).



Sejarah Al-Qur'an

Seperti sudah disampaikan sebelumnya; ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan sedikit demi sedikit sinkron dengan peristiwa eksklusif nan terjadi di masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, selama kurang lebih 23 tahun (tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22 hari) nan disampaikan dalam bentuk orasi.

Ayat pertama ialah sebagian dari surat Al Alaq, ayat 1-5, nan diterima oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau sedang bertafakur di gua Hira, Jabal Nur. Sedangkan terjadi disparitas pendapat para ulama mengenai ayat terakhir nan diturunkan, namun secara umum, disepakati bahwa ayat terakhir nan diturunkan ialah surat Al Baqarah ayat 281.

Al Qur'an itu sendiri terdiri dari 114 surat, 30 juz, dan 6236 ayat. Jika Al Qur'an diturunkan langsung secara sekaligus, umat Islam pada saat itu dikhawatirkan akan mengalami kesulitan buat mengaplikasikan isi Al Qur'an dalam kehidupan sehari-hari; Al Qur'an merupakan petunjuk dan pedoman hidup, maka penurunan dan penerapannya akan disampaikan sinkron dengan kondisi nan terjadi pada saat itu.

Karena itu dalam sejarah Al-Qur'an, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an nan disampaikan dalam bentuk jawaban dari pertanyaan nan tercuat dampak suatu permasalahan tertentu. Selain itu, jika Al Qur'an diturunkan langsung secara sekaligus, dikhawatirkan kaum Muslim pada saat itu akan kesulitan menghafalnya langsung secara holistik sebab tak disertai dengan contoh kasus aplikasinya -ini merupakan beberapa hikmah lain mengapa Al-Qur'an tak diturunkan langsung secara sekaligus.

Seiring dengan berkembangnya kekhalifahan Islam, dan semakin banyaknya orang nan berbondong-bondong memeluk agama Islam, maka Al-Qur'an perlu dibukukan buat memudahkan para pemeluk agama Islam nan bukan merupakan bangsa Arab, guna memahami Al Qur'an -selain juga buat menjaga keaslian dialek Al-Qur'an nan diturunkan dalam bahasa Arab dengan dialek Bani Quraish (suku loka dimana Nabi Muhammad SAW dibesarkan) dan buat mencegah terjadinya pemalsuan ayat.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka sejarah Al-Qur'an pun memulai babak baru. Khalifah pertama, Abu Bakr r.a., mulai mengumpulkan teks-teks Al-Qur'an nan sebelumnya pernah ditulis oleh beberapa sahabat nan bisa menulis, dengan menggunakan berbagai media (pelepah kurma, lempengan batu, kulit hewan, tulang belulang binatang, dsb.).

Dua puluh tahun kemudian, khalifah Utsman bin Affan r.a. memulai proses penyalinan Al Qur'an dari mushaf nan telah dikompilasi oleh Abu Bakr r.a., menjadi 7 buah salinan resmi buat kemudian disebarkan ke berbagai pusat kekhalifahan Islam, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam), lalu ketujuh mushaf salinan tersebut digunakan sebagai patokan resmi keaslian mushaf Al Qur'an (standarisasi Al-Qur'an).

Meskipun ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan buat menjadi sebuah petunjuk, suatu solusi, buat permasalahan-permasalahan nan terjadi di masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, namun bukan berarti ayat-ayat Al Qur'an memiliki tanggal kadaluarsa, hanya tinggal sejarah. Bukan berarti ayat-ayat Al-Qur'an tak dapat, tak cocok, digunakan buat menyelesaikan berbagai permasalahan nan terjadi di zaman modern ini.

Mengapa? Karena, walaupun muncul dalam bentuk nan bhineka sinkron dengan zamannya, permasalahan hayati manusia di global ini, sepanjang sejarah, pada intinya hanya itu-itu saja. Permasalahan intinya hanyalah seputar berjuang mentaati perintah Allah, dan perjuangan buat melawan hawa nafsu serta bisikan setan.

Jadi, ayat-ayat Al-Qur'an selalu relevan buat dijadikan sebagai acum solusi bagi setiap permasalahan umat manusia hingga akhir zaman.
Sebaik-baiknya perkataan ialah nan berasal dari Al-Qur'an, dan sebaik-baiknya jalan hayati ialah jalan nan dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Dan, bagaimanakah akhlak Nabi Muhammad SAW itu? Siti Aisyah r.a. dalam sebuah hadits shahih seakan-akan mengatakan bahwa akhlak Rasulullah Muhammad SAW itu seperti Al Qur'an berjalan.

Semoga saja gambaran sejarah Al-Qur'an yang singkat ini bisa lebih memotivasi kita buat lebih mencintai Al-Qur'an. Bagi nan belum dapat membaca Al Qur'an; yuk belajar pelan-pelan, tapi sungguh-sungguh. Bagi nan sudah lancar membacanya; mari meningkatkan pemahamannya dengan mempelajari bahasa Arab.

Tapi, nan paling krusial buat dilakukan oleh kita semua ialah memahami dan mengamalkan Al Qur'an secara sungguh-sungguh dalam kehidupan kita sehari-hari, sinkron dengan kapasitas dan kemampuan kita masing-masing.