Reaksi Termokimia - Eksoterm dan Endoterm

Reaksi Termokimia - Eksoterm dan Endoterm

Termokimia ialah salah satu bagian dari ilmu kimia nan secara spesifik mempelajari perubahan reaksi kimia dengan pengamatan terhadap thermal atau panas saja. Termokimia bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam reaksi kimia di tubuh kita (tempat di mana energi nan kita butuhkan dan kita keluarkan diproduksi) atau reaksi kimia dari bahan bakar (misalnya minyak dan batu bara) nan dimanfaatkan buat membangkitkan listrik.

Selain itu, ada juga reaksi kimia dari bensin nan jika dibakar dalam mesin kendaraan bisa memberi kekuatan pada kendaraan buat melaju, reaksi kimia pada pembakaran dalam kompor gas nan menghasilkan gas metan (komponen primer gas alam nan menghasilkan panas) buat memasak, serta reaksi kimia dalam metabolisme di tubuh kita (di mana makanan nan dimakan menghasilkan energi nan dibutuhkan buat membantu tubuh berfungsi dengan baik).

Pada intinya, termokimia mempelajari interaksi antara kalor dan reaksi kimia (atau proses-proses nan berkorelasi dengan reaksi kimia) nan dihasilkannya. Meski demikian, pada praktiknya termokimia lebih sering berhubungan dengan pengukuran panas atau kalor nan ada (menyertai) proses kimia nan menghasilkan perubahan pada struktur zat.

Untuk memahaminya, diperlukan kajian nan mempelajari hal-hal terkait energi apa saja nan dikandung dalam suatu zat, bagaimana energi itu bisa berubah, bagaimana cara pengukuran perubahan energi itu, dan bagaimana hubungannya dengan struktur zat.

Sistem dan lingkungan ialah dua istilah kunci dalam termokimia. Sistem ialah segala hal nan kita amati atau kita pelajari, sedangkan lingkungan ialah segala hal di luar sistem. Pertukaran energi atau materi bisa terjadi antara sistem dan lingkungan. Berdasarkan kemampuannya melakukan pertukaran energi atau materi, sistem dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:



1. Sistem Termokimia Terbuka

Energi atau materi dipertukarkan secara bebas dengan lingkungannya dalam sistem ini. Sistem terbuka banyak dijumpai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya ialah reaksi kimia pada kapur barus nan diletakkan di suatu loka (misalnya lemari baju) lalu menguap. Pada penguapan kapur barus tersebut terdapat materi nan dipertukarkan, yakni udara dan uap naftalena. Reaksi kimia nan generik dilakukan di laboratorium kimia ialah reaksi kimia dengan sistem terbuka.



2. Sistem Termokimia Tertutup

Pada sistem ini energi dipertukarkan tetapi tak demikian dengan materi. Pertukaran materi dengan lingkungannya tak mungkin terjadi. Sistem tertutup terjadi di dalam loka nan tertutup kedap nan masih dapat kita amati perubahan suhunya melalui dinding sistem. Contoh dari reaksi sistem tertutup ialah susu kaleng, botol-botol nan masih disegel, dan makanan kaleng.



3. Sistem Termokimia Terisolasi

Pertukaran energi dan materi dengan lingkungannya sama sekali tak mungkin terjadi dalam sistem ini. Dalam kehidupan sehari-hari, sistem ini digunakan dalam termos. Di laboratorium kimia terdapat instrument-instrumen pengukur reaksi dengan sistem terisolasi, seperti kalorimeter dan termostat.



Persamaan Termokimia

Persamaan termokimia ialah persamaan reaksi nan mengikutsertakan perubahan entalpi di dalamnya. ∆H nan dicantumkan pada persamaan termokimia telah mengalami penyesuaian dengan stokiometri reaksi. Ini berarti bahwa jumlah mol zat nan ada dalam reaksi seimbang dengan koefisien reaksi.

Entalpi reaksi nan bergantung pada wujud zat harus dinyatakan, maka dibubuhkan penanda indeks “l” buat zat cair, “s” buat zat padat, dan “g” buat zat gas. Contoh persamaan termokimia, pada sebuah pembentukan 1mol air dari percampuran antara gas oksigen dan gas hidrogen dilepaskan 286 kJ. Kata “dilepaskan” berarti bahwa reaksi ini ialah reaki eksoterm (dijelaskan di bawah). Maka persamaan termokimianya adalah:

H2(g) + ½ O2(g) > H2O(l) maka ∆H = -286 kJ

Atau

2H2(g) + O2(g) > 2H2O(l) maka ∆H = -572 kJ

(jika koefisiensi reaksi dikali dua maka nilai ∆H juga dikali dua).



Termokimia dan Panas Reaksi

Hubungan antara termokimia dan panas reaksi dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu pengetahuan nan lebih besar nan disebut termodinamika. Sebelum mempelajari lebih lanjut prinsip termokimia nan satu ini, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu salah satu istilah nan krusial dan banyak digunakan, yaitu sistem.

Sistem dalam termokimia ialah bagian dari lingkup alam semesta nan kita pelajari, misalnya reaksi kimia nan terjadi di dalam satu gelas kimia. Dalam memberi klarifikasi mengenai sistem kita harus bisa memerinci sifat-sifat sistem tersebut dengan tepat, yakni dengan memberi detail mengenai suhunya, jumlah mol tiap zat, tekanannya, dan bentuknya (berbentuk cair, padat, atau gas). Jika sudah bisa memberi klarifikasi niscaya tentang sifat-sifat tersebut, berarti kita telah mampu memberi citra keadaan dari sebuah sistem.

Jika pada sebuah sistem termokimia terjadi perubahan, bisa dikatakan bahwa sistem tersebut bergerak dari keadaan satu ke keadaan lain. Apabila sistem diisolasi dari lingkungan (sehingga tak ada panas nan dihasilkan), perubahan nan terjadi dalam sistem disebut perubahan adiabatik.Suhu sistem akan bergeser jika terjadi perubahan adiabatik; suhu naik jika reaksinya eksotermik dan turun jika reaksinya endotermik. Namun jika sistem tak diisolasi dari lingkungannya maka kalor akan mengalir di antara keduanya.Dalam keadaan seperti ini, suhu sistem bisa dibuat stabil jika terjadi reaksi. Perubahan suhu nan tetap dan stabil ini disebut dengan perubahan isotermik.

Reaksi eksotermik dan reaksi endotermik pada zat-zat kimia dalam termokimia akan mengakibatkan adanya perubahan energi potensial. Panas reaksi nan akan kita ukur serta perhitungkan akan sebanding dengan perubahan pada energi potensial. Perubahan ini akan digunakan dalam banyak kuantitas, sehingga krusial bagi kita buat memahami beberapa ketentuan nan bisa menyatakan perubahan secara umum.

Perubahan kuantitas dalam rumus termokimia menggunakan simbol ∆ (delta). Lebih lanjut, perubahan suhu bisa dilambangkan sebagai ∆T, di mana T berarti temperatur. Dalam praktiknya, kita dapat menunjukkan perubahan suhu dengan mengurangi suhu (temperatur) akhir dengan temperatur awal. Rumusnya:

∆T = Takhir – Tmula-mula

Dengan ini, kita juga bisa mengalkulasi perubahan energi potensial melalui rumus:

(EP) ∆(E.P) = EPakhir – EPawal

Tanda-tanda aljabar nan digunakan di atas merupakan suatu kesepakatan bersama buat menjelaskan perubahan eksoterm dan endoterm dalam termokimia. Pada perubahan eksotermik, energi potensial hasil reaksi lebih rendah dari energi potensial pereaksi (yang berarti bahwa EPakhir lebih rendah daripada EPawal). Maka dari itu, ÷EP bernilai negatif. Sebaliknya, pada reaksi endoterm ÷EP bernilai positif.



Reaksi Termokimia - Eksoterm dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm

Reaksi eksoterm pada termokimia ditandai dengan terjadinya perpindahan panas dari sistem ke lingkungan, atau terjadinya pengeluaran panas pada reaksi tersebut. Pada reaksi eksoterm, ∆H bernilai negatif. Contoh:

C(s) + O2(g) > CO2(g) + 393.5 kJ∆H = -393.5 kJ



2. Reaksi Endoterm

Reaksi endoterm pada termokimia ditandai dengan terjadinya perpindahan panas dari lingkungan ke sistem, atau terjadinya pemasukan panas nan dibutuhkan pada reaksi tersebut. Pada reaksi endoterm, ∆H bernilai positif. Contoh:

CaCo3(s) > CaO(s) + CO2(g) – 178.5 kJ∆H = +178.5 kJ



Percobaan Termokimia

Untuk memahami termokimia secara lebih mendalam, cobalah melakukan percobaan di laboratorium kimia. Berikut ini ialah percobaan termokimia dalam menentukan apakah reaksi nan terjadi eksoterm atau endoterm. Perlu diamati apakah proses kimia nan terjadi dalam percobaan ini ialah penyerapan kalor atau pembuatan kalor.

Peralatan nan dibutuhkan buat melaksanakan percobaan termokimia ini adalh tujuh buah gelas piala, sendok, pipet tetes, termometer, dan pengaduk. Setelah peralatan siap, pastikan bahwa bahan-bahan kimia berikut ini telah siap buat digunakan: akuades, natrium hidroksida kristal, asam sulfat pekat, kalsium oksida serbuk, urea, natrium klorida kristal, ammonium klorida kristal, dan barium hidroksida. Ini ialah sebuah percobaan termokimia nan sederhana.Jika tak semua bahan nan dibutuhkan tersedia di laboratorium, cobalah buat menggantinya dengan bahan lain nan imbas panasnya nisbi sama; misalnya mengganti kalsium oksida dengan gamping dan natrium hidroksida dengan kalium hidroksida.

Setelah itu, ikuti langkah-langkah berikut ini buat melakukan percobaan termokimia sederhana.

  1. Susun berjejer 6 buah gelas piala lalu tuangkan 10 ml akuades ke dalam masing-masing gelas.
  2. Ukur dan catat suhu setiap akuades dalam gelas. Jika memerlukan perbandingan, raba bagian luar gelas piala tersebut dengan tangan buat merasakan panasnya.
  3. Masukkan 2 - 4 butir kristal natrium hidroksida ke dalam satu gelas. Aduk sambil memegang bagian luar gelas sehingga Anda dapat merasakan panasnya. Setelah larut, ukur dan catat suhunya.
  4. Ulangi langkah di atas dengan memasukkan senyawa lain ke gelas-gelas nan lain.
  5. Pada gelas nan ketujuh, tambahkan barium hidroksida dan kristal amonium klorida sebanyak 1 sendok teh. Tambahkan juga sedikit akuades, lalu aduk hingga semua senyawa larut. Amatilah perubahan panas nan terjadi dan catat suhunya.

Hasil pencatatan nan Anda untuk kemudian bisa menyimpulkan jenis reaksi termokimia nan terjadi, apakah endoterm atau eksoterm.