Perang Sampit Versi Madura dan Dayak

Perang Sampit Versi Madura dan Dayak

Perang Sampit ialah efek dari keberagamaan masyarakat Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa Perang Sampit pada dasarnya ditenggarai sebab konflik sara. Sara ialah salah satu khazanah kekayaaan bangsa Indonesia. Jika kekayaan ini tak disikapi, maka dapat menjadi bala eksklusif semisal nan terjadi pada Perang Sampit.

Sungguh Perang Sampit sangat tak boleh terjadi lagi sebab sangat mencederai kerukunan warga Indonesia. Jika dilihat kembali ke belakang, Perang Sampit merupakan pecahnya dua etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan sepanjang tahun itu ialah hari-hari nan sangat mencekam sebab konflik terus-terusan saja terjadi seolah tidak mau berhenti.

Lambannya penanganan dari pemerintah serta dua kubu nan sudah dilalap amarah tidak lagi dapat berpikir lebih dingin sehingga kemudian kejadian ini disebut sebagai tragedi atau Perang Sampit. Sungguh Perang Sampit ialah tragedi humanisme nan tidak boleh terulang kembali sebab itu dapat mencederai nilai-nilai kerukunan bangsa Indonesia nan sangat terkenal dengan slogan Berbeda-beda Tunggal Ika atau bhineka namun tetap satu tujuan.

Perang Sampit tidak boleh terulang lagi meski potensi itu akan selalu ada selama disparitas suku, bangsa, dan agama tidak disikapi dengan baik oleh generasi-generasi kedepannya. Inilah tugas pemerintah dan masyarakat adat setempat dalam rangka membangun komunikasi nan intensif dan terus berkelanjutan bahwa damai itu selalu latif dan perang ialah derita bersama-sama hari ini dan masa nan akan datang.



Ragam Versi Asal Perang Sampit

Sulit sekali melacak sebenarnya apa nan terjadi pada peristiwa Perang Sampit. Hal ini dikarenakan banyak sekali info-info nan berkembang dibiarkan tidak terkendali sinkron dengan versinya masing-masing. Media seolah hanya menjadi penampung statement-statement dari kedua belah pihak Perang Sampit nan malah hanya mengumbar amarah berkelanjutan. Namun tidak ada salahnya, jika kita mencoba membahas Perang Sampit mulai dari kronologi nan terjadi melalui berita-berita media nan paling banyak menyebutkannya asal muasalnya.

Anggap saja ini nan paling mewakili meski memang warta ini juga dapat saja mengalami stigma informasi. Mengawali tragedi berdarah Perang Sampit bukanlah bermaksud hendak mengenang kembali peristiwa nan kita yakini tak akan pernah diharapkan oleh siapa pun juga termasuk dua belah pihak itu sendiri.

Penamaan ‘Perang Sampit’ sendiri sangatlah beralasan sebab memang peristiwa berasal dari kota Sampit, Kalimantan Tengah. Konflik di zona tersebut kemudian tidak dapat disikapi kedua belah pihak dengan baik hingga kemudian Perang Sampit menyebar dan meluas ke seluruh provinsi, bahkan hingga menjangkau ibu kota Palangka Raya.

Siapakah nan bertikai di sini? Semua memberitakan kalau nan bertikai pada Perang Sampit ialah suku Dayak orisinil dengan warga migran Madura dari zona pulau Madura sendiri. Dalam catatan literatur nan mengabadikannya, Perang Sampit itu terjadi pada 18 Februari 2001 ketika tiba-tiba dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak.

Ini memang terkesan bahwa suku Dayak nan memulai Perang Sampit, namun nan perlu dipertanyakan ialah landasan apa nan menyebabkan suku Dayak melakukan penyerangan jika memang bukan sebab ada sesuatu nan membuatnya melakukan hal itu. Dari pengakuan warga Dayak sendiri bahwa mereka sebagai suku orisinil Dayak selama ini sangatlah banyak mengalah pada pendatang nan bertempat tinggal di sekitarnya.

Mereka sudah dianggap saudara sendiri, namun pendatang itu syahdan semacam mempunyai misi kalau tanah migran nan mereka duduki dan saat itu masih dihuni suku orisinil Dayak haruslah seperti tanah jajahan buat memperluas keberadaan pulau Madura sendiri. Itulah nan syahdan melatar belakangi terjadinya Perang Sampit.

Itu hanya sekadar ilustrasi, sebab masih banyak nan harus dibahas jika sudah mengenai klaim-klaim soal siapa nan sahih atau salah dalam Perang Sampit tersebut. Yang jelas Perang Sampit telah terjadi.



Korban dalam Perang Sampit

Data menyebutkan lebih dari 500 nyawa dari kedua kubu melayang sia-sia dan menyimpan dendam pada generasi mereka sendiri dalam Perang Sampit ini. Bahkan lebih dari 100.000 warga Madura telah kehilangan loka tinggal dan nan lebih sadis diberitakan warga Madura banyak nan tewas dengan kepala terpenggal.

Sungguh sebuah perang nan tidak boleh lagi terjadi di muka bumi Indonesia ini. Perang Sampit cukup sekali saja dan tidak boleh terulang lagi demi kelangsungan kehidupan manusia. Perang Sampit jadikanlah pelajaran.



Perang Sampit Versi Madura dan Dayak

Sekali lagi di sini kita coba mengurai apa sebenarnya nan terjadi pada peristiwa Perang Sampit ini sehingga terkesan langsung merebak dan sama sekali tidak terkendali. Maka sahih saja nan terjadi bahwa Perang Sampit bukanlah perang tiba-tiba. Tetapi ialah akumulasi dari gesekan-gesekan sosial nan terjadi di sana.

Sungguh Perang Sampit tahun 2001 itu bukanlah insiden satu-satunya, sebab pada faktanya ternyata beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura telah terjadi dan lagi-lagi kurang disikapi dengan sigap dan serius oleh pemerintah setempat lantaran dapat saja ada kepentingan-kepentingan lain atau memang sudah sebegitu runyamnya konflik di sana. Sehingga tidak ada cara lain buat mencegahnya dan menunggu korban berjatuhan ke tanah bersimbah darah.

Inilah percik-percik Perang Sampit nan menyebabkan konflik paling besar terakhir terjadi pada Desember 1996 dan Januari 1997. Saat itu memakan korban sebanyak 600 manusia wafat sia-sia.

Perlu diketahui, penduduk Madura tiba dan menetap di Kalimantan pada 1930. Mereka ialah nan pengikut program transmigrasi nan dicanangkan pemerintah kolonial Belanda lalu kemudian oleh pemerintah Indonesia dilanjutkan dengan segala asa dan kesejahteraan nan penuh dengan bunga-bunga. Kehadiran penduduk Madura di tanah Dayak menjadi asal mula terjadinya Perang Sampit.

Lalu tepatnya pada tahun 2000 lalu, para transmigran membentuk dan menyebar hingga sebanyak 21% populasi Kalimantan Tengah. Sementara Suku Dayak sendiri nan tidak lain ialah suku orisinil Kalimantan, merasa tak puas dengan persaingan kesejahteraan dari warga Madura nan semakin militan dan seolah-seolah hendak menjajah warga asli. Konflik itulah nan perlahan dan niscaya menjadi faktor penyebab terjadinya Perang Sampit.

Ini sebenarnya lumrah terjadi, bahwa pendatang menyusun kekuatan dan menggembosi warga orisinil secara perlahan akan menimbulkan konflik.



Perang Sampit Benarkah Kreasi Pemerintah?

Warga Dayak merasa tak diperhatikan dan malah dianaktirikan sebab segala hukum baru nan ditetapkan membuat warga Madura memperoleh kontrol nan sangat leluasa terhadap banyak industri komersial di provinsi ini. Sebut saja proyek perkayuan, penambangan dan perkebunan semua dipegang oleh warga pendatang dan tidak ada anggaran nan jelas mengenai Peraturan pemerintah nan dirasa tak adil, inilah nan secara tanpa sadar mendasari terjadinya Perang Sampit .

Nah , jika ditarik konklusi pada probelimatika ini, bukan persoalan disparitas suku atau agama nan melatarbelakangi terjadinya Perang Sampit. Agama dan suku ialah rona lain nan menjadi pengobar api, sementara sungguh nan terjadi ialah pemerintah nan menciptakan konflik dengan ketidakbecusan membuat anggaran nan jelas

Jika dilihat dari akar mula terjadinya Perang Sampit, pemerintah ialah pihak nan paling bertanggungjawab. Ya, pemerintahlah nan menciptakan konflik itu. Upaya-upaya pemerintah benar-benar harus nyata. Mereka harus serius jika bangsa ini dapat saja hilang selama konflik semacam Perang Sampit ini masih saja terjadi di daerah lain. Itu sangat berpotensi.