Seni Body Painting
Seni melukis tubuh atau body painting saat ini marak dilakukan orang. Dari sekadar melukis sebagian kecil tubuh atau paras saja, hingga nan melukis seluruh tubuhnya.
Seni Kuno
Seni melukis tubuh sebenarnya bukan sesuatu nan baru. Dalam berbagai kebudayaan, sudah lazim dikenal teknik melukis tubuh nan dinamakan tato.
Tato, syahdan berasal dari kata ‘tatu’, nan artinya tanda. Berbagai suku bangsa menerapkan seni melukis tubuh tato. Di Indonesia pun demikian. Beberapa suku bangsa nan mengenal tradisi tato antara lain Suku Dayak di Kalimantan dan Suku Mentawai di Sumatra.
Di negara lain pun, tato mengakar kuat dalam sejumlah kebudayaan kuno. Bahkan beberapa sejarawan memperkirakan sejarah tato telah dimulai sejak ribuan tahun nan lalu. Bahkan budaya tato terekam dalam sejumlah peninggalan antik bangsa Mesir di piramid. Suku bangsa lainnya di global nan mengenal tato antara lain suku Inca di Amerika, Ainu di Jepang dan Maori di Selandia Baru.
Seni antik tato ini mengenal berbagai simbol nan ditatokan ke tubuh pemakai. Tidak sembarangan, sebab masing-masing simbol memiliki makna tertentu. Bahkan biasanya disesuaikan sinkron kedudukan dan simbol seseorang dalam masyarakat.
Alat nan digunakan pun sangat sederhana. Pewarnanya pun berasal dari bahan alam nan mudah dijumpai di sekitar loka mereka tinggal. Karena itu variasi warnanya pun biasanya hanya berkisar pada rona natural seperti hitam dan coklat.
Dalam kebudayaan Islam, seni melukis tubuh juga dikenal dan berkembang luas. Mereka melakukannya bukan dengan cara seperti nan dilakukan pada tato. Tapi hanya sekadar melukis di atas permukaan kulit. Bahan nan digunakan ialah henna, homogen daun nan dijadikan bubuk. Para wanita dan pengantin dalam tradisi Timur Tengah dan India sering sekali menggunakan henna buat melukis tubuh mereka.
Tato Temporer
Saat ini tato tak sekedar digunakan suku bangsa eksklusif sebagai simbol kedudukan. Tato bahkan lazim digunakan masyarakat biasa. Mereka umumnya memilih motif tato berdasarkan keinginan dan tren di masyarakat.
Jika jaman dahulu, seni melukis tubuh tato bersifat menetap. Ini terjadi sebab pewarna nan dimasukkan di balik jaringan kulit si pemakai. Karena itu sulit menghilangkan tato seperti ini.
Saat ini berkembang pula jenis tato temporer nan sifatnya sementara. Karena itu penggemar tato ini juga cukup banyak. Alasannya mereka bisa dengan mudah menghapus dan mengganti tato nan mereka kenakan.
Seni Body Painting
Kalau tato hanya melukis sebagian tubuh saja, maka body painting umumnya melukis separuh atau bahkan holistik tubuh si pemakai. Rona nan ditampilkannya pun lebih bervariasi.
Disainnya pun bermacam-macam. Ada nan menirukan motif kulit hewan tertentu. Ada nan memilih motif kembang dan gaya natural lainnya ada pula nan memilih gaya abstrak. Namun tidak sedikit nan menirukan gaya berpakaian tertentu. Sehingga selintas terlihat orang tersebut memakai baju, tapi ternyata itu ialah lukisan di tubuhnya.
Pelaku melukis tubuh juga tak terbatas pada laki-laki saja. Banyak kaum wanita nan memilih melukis tubuhnya. Bahkan di beberapa arena karnaval jalanan, banyak para wanita nan dengan bangga memamerkan bentuk tubuhnya nan telah dilukis.
Tato sebagai Rekanan Kultural
Pada homogen tato, sesungguhnya ada kenyataan Postmodern nan tengah dijelaskan, yakni apa nan kemudian disebut dengan shock of old (keterkejutan pada sesuatu nan lama). Tato ialah sesuatu nan berada di belakang dengan maknanya sendiri sebagai bagian dari penanda ritual, atau bahkan pada suku bangsa Dayak Kenyah, ia menjadi penanda bagi suatu status sosial tertentu.
Tapi, berabad-abad kemudian, entah bagaimana mulanya, tato datang pada kita sebagai sesuatu nan menjijikan. Negara telah menyihir seni rajah tubuh ini bukan lagi sebagai sesuatu nan harus dihargai. Tato ialah bukti bagaimana citraan dan makna itu dapat dipermainkan. Dan ketika tato kembali menjadi trend, banyak orang dengan bangga melakukannya. Menghiasi setiap bagian tubuhnya, termasuk nan paling misteri sekalipun. Sesuatu nan lama, setelah ia tertimbun, selalu muncul kembali dengan sensasi waktunya nan kita anggap lain. Waktu ialah sensasi nan seringkali mendebarkan.
Kehadirannya kembali dengan sifatnya nan sesungguhnya, membuat waktu itu tak lagi sebagai suatu hukum nan mekanis. Apabila masa lalu kemudian dipahami sebagai bukti diri nan utuh dari konteks hari ini, apalagi konteks masa lalunya.
Membahas tato sebagai rekanan kultural dengan demikian membicarakan awal mula bagaimana keterkalitan atau rekanan tato sebagai seni melukis tubuh di dalam budaya masyarakat sendiri. Artinya membicarakan pula masa lalu tato, sampai dikenal sebagai tato nan sekarang.Sehingga tato bukanlah bentukan nan muncul secara tiba-tiba melainkan memiliki akar dan alur tersendiri. Hal ini berkaitan dengan pembacaan panjang budaya dan keterikatannya melalui penanaman kepada generasi penerus, apa nan diperkirakan memiliki kegunaan akan diabadikan, dan apabila kurang khasiatnya akan ditampik sebagaimana nan telah terjadi pada tato.
Masyarakat Modern dan Tato
Di Amerika Utara pengguna tato dikaitkan dengan gangster jalanan pengendara motor, seperti dalam cerita Hunter S. Thompson di karya jurnalistiknya Hells Angel . “Mind your on body.” Merupakan bahasa para biker gangster itu, ketika dikritik bahwa Norma mereka melakukan tato disekujur tubuh secara hiperbola merusak cita rasa masyarakat. Kebencian itu ditularkan begitu saja melalui jalan globalisasi musik.
Pada 1970-an dikenallah musik punk-pyschedelic dibawakan dari Inggris, melalui banyak band underground dan pengaruhnya sampai ke Amerika Utara, terasimilasi dengan musik folk rock n’ roll, dan mengemuka menjadi musik metal. Musik ini merupakan musik nan mengawinkan antara unsur punk-retro dan rock n’ roll, karakteristik utamanya ialah permainan distorsi gitar, namun karakteristik primer seniman musiknya ialah penampilan glamour dan tato.
Di Indonesia tato nan digunakan oleh para gangster, gali, atau partikelir sedikit banyak berakar dari penggunaan tato oleh forum beladiri nan berakar jauh di kebudayaan China, sama halnya dengan tato nan dibuat berdasarkan alasan-alasan religius, buat kepentingan siritual. Seperti tato bagi masyarakat mentawai. Ady Rosa menulis bahwa tato dibuat tak semata-mata buat menghiasi tubuh tetapi merupakan menifestasi dari kepercayaan mereka, mereka memandang tato sebagai baju abadi nan mereka pakaian sampai mati.
Sejarah mencatat,tato dan body piercing sudah menjadi bagian dari budaya di banyak negara sejak beberapa abad silam. Orang Mesir antik sudah memakai tato sejak 2000 tahun sebelum Masehi. Tato di Jepang sudah ada sekitar 10.000 tahun lalu pada zaman Palaelotikum. Dalam budaya Romawi kuno, anting dipasang di bagian dada wanita sebagai simbol kekuatan. Begitu juga dengan suku Dayak di Indonesia. Sementara suku Indian Karafa menggunakan bambu tipis di bibir mirip dengan beberapa suku di Afrika.
Dulu,kedua hal itu diterapkan buat berbagai kepentingan,antara lain menunjukkan status sosial, lambang religius, simbol keberanian, kesuburan,dan tanda cinta. Di Indonesia, legenda tato sebagai seni melukis tubuh berasal dari suku Kayan, Borneo (Kalimantan), sebagai loka paling modern kala itu.