Cegar Gambar Bala Alam Itu Hadir
Sebelum Gunung Merapi 'Batuk-batuk' cukup besar pada tahun 2006, penulis berkunjung ke gunung nan dianggap keramat tersebut. Beberapa kali melihat estetika Merapi dari jeda sangat dekat –hanya 3 km dari puncak. Melihat jalur lahar dari tebing nan tinggi. Tapi ketika Merapi 'bergoyang', kehijauan lenyap, tebing takada lagi, jalanan mulus menuju ke puncak tertutup batu. Yang ada hanyalah gambar bala alam nan meninggalkan sisa-sisa kepedihan menyayat hati.
Saat hujan abu, hujan kerikil, dan hujan pasir melanda Yogyakarta pada tahun 2010, banyak orang tua nan anaknya sekolah di Yogyakarta merasa sangat khawatir. Apalagi ketika diberitakan bahwa jeda kondusif telah ditambah menjadi 25 km. Itu artinya ribuan orang berada dalam ancaman. Gambar bala alam dari tanah keraton itu sungguh mengerikan.
Orang-orang nan merasa terikat dengan Yogyakarta tidak sedikitpun memindahkan mata dan hatinya ke warta lain selain mengamati perkembangan warta dari Yogyakarta. Facebook, twitter, BBM, SMS, telepon menjadi wahana berbagi. Gambar bala alam Merapi nan sering menghiasi layar monitor laptop semakin membuat hati nelangsa.
Untungnya orang Yogyakarta telah sangat paham bagaimana bersahabat dengan gempa dan Merapi. Kesigapan masyarakat dalam memberikan informasi melalui jaringan radio amatir telah membuat sebagian masyarakat nan berada jauh dari lokasi bala dapat membayangkan gambar bala alam nan terjadi di Yogyakarta.
Gambar Bala Alam Bukan Penghalang
Hebat sekali Yogyakarta dan Jepang. Walaupun gambar bala alam nan terjadi baik di Yogyakarta maupun di Jepang telah ratusan bahkan ribuan kali ditebar di berbagai media, minat mengunjungi kedua loka tersebut tak pernah surut. Bahkan gambar bala alam nan mengerikan itu semakin menambah minat orang buat berkunjung dan melihat langsung akibat nan ditimbulkan oleh kedahsyatan alam tersebut.
Saat ini ada Lava Tour ke Merapi. Lava Tour tersebut memberikan gambar bala alam nan paling dahsyat nan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini. Ditambah kematian Mbah Marijan nan begitu mengenaskan. Sebelum desa loka Mbah Marijan tinggal luluh lantak oleh terjangan awan panas Merapi, desa tersebut begitu damai, tenteram, hijau, bersih, dan sangat sejuk. Jalan menuju ke rumah nan sudah dibuat sangat bagus itupun beraspal sangat mulus dan tak ada lubang.
Masyarakatnya ramah dan bahagia sekali berbagi. Kalau lapar dan tak mempunyai uang, dengan bahagia hati mereka akan menjamu dan memberi makan pelancong secara gratis. Makanan nan sederhana khas makanan orang Jawa akan mampu mengganjal perut di udara nan cukup dingin. Citra keramahan masyarakat Yogyakarta berganti dengan gambar bala alam nan menyedihkan.
Kini rumah nan sudah dipugar itu telah lenyap. Gambar bala alam nan ditorehkan dalam foto dan lukisan memperlihatkan betapa hebatnya kerusakan nan dialami oleh desa Mbah Marijan tersebut.
Tentu saja kematian menjadi salah satu kisah nan tidak terlewatkan ketika mengikuti serangkaian acara dalam Lava Tour. Semua kisah kesedihan itu membuat hati bergetar betapa kematian dapat terjadi kapan pun dan keajaiban itu dapat datang pada saat nan tepat. Gambar bala alam disajikan dan justru menjadi daya tarik tersendiri.
Ketabahan orang Yogyakarta dan orang Jepang dalam menghadapi getir pahit dampak dari bala nan mereka alami telah menambah ketegaran gambar bala alam nan sekarang menjadi barang kenangan nan dapat dibeli sebagai oleh-oleh. Ketabahan dan ketegaran itulah nan menjadi salah satu daya tarik orang buat memandang dan mendengar cerita langsung dari nan mengalaminya.
Pada saat ini, baik orang Yogyakarta maupun orang Jepang tetap berjuang mengobati luka hati dan batin dampak bala dahsyat tersebut. Meskipun gambar bala alam masih terekam jelas di benak mereka. Doa dan donasi dapat diberikan lewat cara menghargai kerja keras mereka. Orang-orang hebat itu tentu tak mau diberi donasi tanpa mereka memberi kembali.
Jadi kalau mengikuti Lava Tour ada baiknya memberikan sumbangan dengan cara membeli souvenir tak dengan memberi uang dengan cuma-cuma. Harga diri mereka harus tetap dijaga.
Cermin diri lewat gambar bala alam
Cegar Gambar Bala Alam Itu Hadir
Masyarakat sangat paham bahwa alam ialah sahabat mereka. Sebagai sahabat mereka harus saling menghormati. Saat rasa saling menghormati itu hilang, alam akan murka. Tanah longsor nan menimbun puluhan nyawa nan ada dalam rumah nan berada di bawah tebing. Jembatan putus, tanah rusak, jalan berlubang, dan hal lain nan membuat kehidupan manusia menjadi lambat. Itulah sedikit gambar bala alam nan terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Sebagai negara nan rentan dengan bala alam, seharusnya bangsa ini setia dan selalu dapat merawat alam. Kerusakan nan terlukis dalam gambar bala alam nan terjadi di Pagaralam, gelondongan kayu besar menghantam rumah dan pepohonan nan sempat tegak berdiri, membuat buluh roma bergidik.
Gelondongan kayu itu meluncur dari atas tebing. Tak mungkin gelondongan kayu itu dapat meluncur sedemikian rupa kalau tak ada nan menebangnya. Gambar bala alam itu dapat dikatakan sebagai cermin diri masyarakat baik nan hayati di sekitar loka bala alam maupun nan tinggal jauh dari loka kejadian.
Memang tak semua gambar bala alam itu dapat dikatakan sebagai cerminan masyarakat terutama nan berkaitan dengan gunung berapi. Itu nan dikatakan oleh orang dengan logikanya. Tapi bagi kaum nan meyakini bahwa bala alam tak terlepas dari watak manusia berpendapat lain. Gunung meletus, gempa bumi, dapat dikatakan sebagai peringatan Allah Swt terhadap orang nan tinggal di sana maupun nan tak tinggal di sana.
Allah Swt ingin menghapus dosa umat-Nya di global bukan di akhirat. Bala alam juga dapat merupakan cobaan. Untuk mengetahui apakah bala alam itu ialah sanksi atau cobaan, manusia harus menganalisis dan memahami gambar bala alam nan ada di hadapannya.
Apa nan terjadi di Pompei ialah salah satu kisah nan sepantasnya dipahami dengan saksama. Gambar bala alam nan sangat dahsyat itu ternyata diawali dengan kehidupan menyimpang nan dilakukan oleh orang-orang nan tinggal di sana. Keutuhan peradaban telah membuka mata manusia bahwa tak sulit bagi Allah Swt buat melenyapkan satu kaum. Begitu juga apa nan terjadi dengan umat Nabi Luth. Cinta kepada sesama jenis dan konduite melawan hukum alam lainnya, telah membuat Allah Swt murka.
Tsunami Aceh tahun 2004 nan menjadi salah satu gambar bala alam nan paling dahsyat sepanjang kehidupan manusia, diyakini sebagai satu cara Allah Swt mengingatkan rakyat Aceh pada khususnya dan rakyat nan tak tinggal di Aceh pada umumnya, bahwa hanya dengan memerintahkan bumi buat bergoyang dan bahari buat menari, dalam beberapa jam saja, semuanya menjadi rata dengan tanah.
Apa nan tadinya tegak berdiri, musnah tidak berbekas. Apa nan tadinya masih berbicara dan berlari, musnah menjadi mayat. Apa nan tadinya bertahan di laut, terbawa ke darat tanpa ampun. Itulah gambar bala alam nan kedatangannya sering kali tidak terbendung.