Relawan Bencana, Sang Penantang Maut
Indonesia terletak di kawasan nan memiliki banyak gunung berapi aktif, sehingga sering terjadi letusan gunung berapi nan dahsyat dan mematikan. Berikut ini beberapa letusan gunung nan berapi nan terjadi di Indonesia.
Beberapa Letusan Gunung Berapi
Letusan gunung nan berapi bisa terjadi setiap saat. Gunung ini termasuk golongan gunung nan mengeluarkan lava dengan cara erupsi sentral, di mana lava akan keluar melalui terusan kepunden atau diatrema .
Hasil dari erupsi inilah nan menyebabkan terbentuknya gunung strato atau disebut juga gunung barah berlapis, di mana erupsi nan terjadi tergolong ke dalam jenis erupsi campuran.
Aliran lava nan kental ketika akan keluar segera menjadi padat dan akhirnya tak bisa mengalir cukup jauh dan tertahan di daerah sekitar puncak. Tumpukan lava ini membuat gunung strato semakin lama semakin tinggi dan meruncing.
Pada saat meletus, gas nan terbentuk dalam magma gunung berapi ini akan mendorong lava dan material lainnya menyembur ke udara. Materi ini akan terpecah menjadi partikel-partikel dan gumpalan-gumpalan nan berpijar nan bisa menghanguskan.
Oleh sebab itu, hal ini patut diwaspadai, terutama oleh penduduk sekitar nan tinggal di lereng-lereng gunung berapi nan merupakan daerah rawan bencana. Berikut ini beberapa karakteristik gunung nan akan meletus.
- Sering terjadi gempa vulkanik, mulai dari gempa nan berskala kecil sampai skala besar. Semakin sering gempa vulkanik terjadi, maka semakin dekat dengan waktu eksplosif (meletus).
- Sering timbul suara gemuruh nan dirasakan oleh masyarakat nan tinggal di dekat kepunden. Ini ialah dampak dari bergolaknya magma nan mencari jalan buat keluar.
- Keluar awan panas nan bentuknya mengepul dan bergulung-gulung atau dikenal masyarakat dengan sebutan Wedhus Gembel . Hal ini menyebabkan tumbuhan nan terkena awan panas menjadi kering bahkan terbakar.
- Adanya kenaikan suhu nan meningkat di sekitar lereng gunung. Ini disebabkan oleh munculnya awan panas nan menyebabkan hewan-hewan liar turun ke bawah, begitu pun burung-burung bermigrasi ke loka nan aman.
- Timbul bau belerang nan sangat menyengat. Bau ini akan menyebar sinkron dengan arah tiupan angin nan berhembus.
- Beberapa mata air di bagian lereng atas mulai mengering atau debit airnya berkurang dari biasanya.
- Di atas puncak gunung berapi sering terjadi kilatan-kilatan kembang api. Kilatan ini akan sangat jelas terlihat terutama pada malam hari.
- Terjadi genre lava nan berpijar. Genre lava ini juga terlihat jelas jika pada malam hari, melalui alur-alur tertentu. Lava pinjar ini sangat latif jika dilihat dari kejauhan, namun sangat berbahaya sebab dapat membakar apa saja nan diterjangnya.
Jika tanda-tanda akan meletusnya gunung berapi tersebut sudah terlihat atau kita rasakan, maka lebih baik segera menghindar dan melakukan pengungsian dini. Sebelum semuanya terlambat.
Hal tersebut perlu dilakukan sebab letusan gunung berapi nan terjadi bisa membahayakan kita. Bahkan nyawa menjadi taruhannya, jika kita tak memperhatikan tanda-tanda nan diberikan oleh alam ini. Berikut ini ialah beberapa gunung nan meletus di Indonesia dan menimbulkan banyak korban jiwa.
1. Letusan Gunung Tambora
Pada tanggal 5 April 1815, Gunung Tambora nan berlokasi di Sumbawa meletus dengan hebatnya. Gunung barah nan memang masih aktif ini memuntahkan magma sebanyak seratus kilo meter kubik serta awan panas nan beracun.
Gunung dengan ketinggian 4300 meter ini terus melakukan rangkaian ledakan hingga bulan Juni 1815. Banyak korban jiwa nan berjatuhan. Semua makhluk hayati nan berada di sekitar gunung berapi tersebut, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan hancur luluh lantak disapu oleh lahar panas dan awan nan beracun.
Saat terjadi letusan, suara gemuruhnya terdengar sampai ke Pulau Sumatra nan berjarak sekitar dua ribu kilo meter. Imbas nan ditimbulkan juga luar biasa. Abu nan dimuntahkan membuat seluruh langit di global menjadi gelap, sinar matahari tidak kelihatan. Hal ini menyebabkan suhu anjlok menjadi tiga derajat celcius.
Akibatnya wilayah Eropa tak mengalami musim panas selama satu tahun dan India mengalami gagal panen. Tentu saja peristiwa ledakan Gunung Tambora ini menyebabkan kelaparan paling parah di abad 19.
2. Letusan Gunung Krakatau
Gunung barah nan terletak di Selat Sunda ini meletus pada tanggal 27 Agustus 1883. Letusannya terdengar hingga ke Benua Australia, sekitar 3500 kilo meter ke arah Tenggara. Sejarah mencatat letusan Gunung Krakatau merupakan letusan terhebat sepanjang sejarah.
Dampak nan ditimbulkan ialah berubahnya iklim global selama satu tahun. Suhu turun menjadi 1,2 derajat celcius dan cuaca baru menjadi normal kembali setelah lima tahun setelah letusan terjadi. Letusan hebat dari Krakatau ini juga menimbulkan gelombang tsunami nan menyapu daerah Banten dan wilayah Lampung.
3. Letusan Gunung Papandayan
Gunung Papandayan merupakan gunung barah semiaktif nan terletak di Pualu Jawa. Gunung ini meletus pada tahun 1772 dan meluluhlantakkan sekitar empat puluh desa nan berada di sekitar gunung tersebut. Ledakan ini memakan korban jiwa sebanyak tiga ribu orang.
4. Letusan Gunung Kelud
Gunung Kelud pernah memuntahkan lumpur lahar pada tahun 1919. Peristiwa ini menewaskan lima ribu orang. Pada tahun 2007 Kelud kembali bergejolak dan melontarkan debu sejauh delapan mil selama dua minggu.
5. Letusan Gunung Merapi
Letusan merapi terakhir terjadi pada bulan Oktober 2010. Pada peristiwa kali ini, Gunung Merapi berkali-kali memuntahkan awan panasnya dan memaksa ratusan ribu orang nan berdomisili di sekitar gunung tersebut harus mengungsi buat jangka waktu nan lama. Erupsi kali ini juga menewaskan juru kunci Gunung Merapi nan melegenda, Mbah Marijan.
Relawan Bencana, Sang Penantang Maut
Bencana letusan gunung berapi nan terjadi di tanah air ternyata tidak hanya menimbulkan gelombang pengungsi, namun juga gelombang relawan. Mereka ialah orang-orang nan “melawan arus”. Di saat orang lain lari mencari selamat, dengan gagah berani mereka justru berkeliaran di kawasan rawan bencana.
Secara umum, ada dua bahaya nan ditimbulkan dalam bala letusan gunung nan berapi. Bahaya primer (primer) mencakup awan panas, lahar, abu vulkanik, dan muntahan material letusan.
Sedangkan bahaya sekunder ialah bahaya nan sifatnya tidak langsung. Contohnya kerusakan rumah dan sawah, krisis pangan, serta berbagai penyakit nan melanda para pengungsi.
Bahaya utama inilah nan mengancam keselamatan para relawan. Di kawasan rawan bala Merapi 2010, misalnya. Otoritas setempat menetapkan jeda kondusif pada radius hingga 20 km. Sementara para relawan pemantau bahaya awan panas dan pengevakuasi korban harus bercanda dengan maut nan mengintai pada radius empat kilometer saja dari Merapi.
Dalam sebuah artikelnya tentang bala Merapi 2010, Liputan6.com memberitakan tentang seorang relawan bernama Sobirin. Bersama 20 orang rekan lainnya, Sobirin berkeliling setiap hari memantau bahaya awan panas. Jika melihat tanda-tanda bahaya, mereka harus sigap mengabarkan kepada penduduk setempat nan belum mengungsi.
Hanya berbekal alat komunikasi antik handy talkie , setiap hari Sobirin dan kawan-kawan harus bercengkrama dengan maut. Awan panas bersuhu ratusan derajat celcius dapat meluncur sewaktu-waktu, membakar apa saja tanpa pandang bulu.
Apa nan mendorong Sobirin dan kawan-kawan melakukan tugas berbahaya itu? Tak ada alasan lain kecuali panggilan hati nan ingin melakukan misi kemanusiaan. Imbalan materi bukanlah asa mereka sebab buat biaya sehari-hari saja mereka harus merogoh dari kantong sendiri.
Para relawan nan bertugas di daerah rawan bala Merapi juga harus rela kehilangan waktu bercengkerama dengan keluarga. Beratnya tugas nan dipikul menyebabkan mereka terpaksa tak pulang ke rumah berhari-hari.
Betapa tidak. Dalam mengevakuasi korban, Tim SAR benar-benar diburu waktu. Mereka menyisir daerah bala dan mengevakuasi korban di tengah kegelapan nan mencekam, debu vulkanik nan menyesakkan, juga awan panas nan setiap saat mengancam.
Walaupun relawan bala identik dengan orang nan gagah berani, mereka tetaplah manusia biasa nan memiliki perasaan. Risiko lain nan harus mereka tanggung sebagai pengemban misi humanisme ialah hal-hal menyeramkan nan akan terus terbayang seumur hayati mereka.
Pengalaman Sersan Dua Aditya Novianto, seperti diberitakan Detik.com ialah salah satu contohnya. Suatu ketika, saat sedang bertugas mengevakuasi mayat korban Merapi disebuah dusun, anggota Kopassus ini menemukan mayat seorang lelaki. Saat hendak dimasukkan ke dalam kantong mayat, kepala mayat tersebut tiba-tiba terlepas.
Di loka lain, suatu saat Aditya dan kawan-kawannya menemukan sebuah rumah nan tidak lagi berbentuk sebab terjangan awan ganas Merapi. Di dalam rumah itu mereka menemukan sembilan anggota keluarga berkumpul di sebuah ruangan dalam posisi bersujud. Pemandangan semacam itu, tentu membuat hati siapa pun nan melihatnya akan teriris-iris. Bahkan dapat menjadi trauma nan membayangi seumur hidup.
Dengan segudang risiko nan mengancam, kebanyakan relawan mengaku siap dan pasrah jika dipertemukan dengan maut saat sedang bertugas. Rasa humanisme nan tinggi memang dapat mengalahkan segalanya.
Kita acungkan jempol untuk orang-orang bermental baja dan berhati mulia ini. Juga doa untuk sejumlah relawan nan menemui ajalnya saat bertugas dalam bala dahsyat letusan gunung berapi.