Princes Sebagai Laki-laki Biasa
Princes atau para pangeran mencari cinta seringkali menjadi ide pembuatan sebuah cerita romantis atau sebuah ide pembuatan film lucu. Princes atau para pangeran nan cukup terkenal di global cerita ialah pangeran nan jatuh cinta pada Cinderella.
Walaupun salah satu princes atau pangeran paling terkenal di global ini tidak pernah diberi nama, sosoknya nan terkagum-kagum dengan kecantikan Cinderella seakan mengukuhkan betapa laki-laki itu ialah mahluk visual nan mudah tertipu oleh kecantikan wanita.
Mengkritisi Princes Terpikat Cinderella
Coba seandainya Cinderella itu ternyata gadis dursila dan hanya ingin mengeruk laba dari sang pangeran nan telah terlena oleh kecantikan, niscaya cukup mudah bagi Cinderella membuat sang pangeran bertekuk lutut. Untungnya kisah salah satu princes atau pangeran ini berakhir bahagia.
Kisah ini menginspirasi banyak pembuat film. Begitu banyak film nan mengadopsi kisah Cinderella ini dengan majemuk versi. Misalnya, A Cinderella Story nan dibuat beberapa seri. Setelah A Cinderella Story meledak, dibuatlah Another Cinderella Story. Lalu diproduksi juga A Cinderella Story 3: Once Upon A Song. Bahkan para artis Korea lebih banyak lagi mengadopsi kisah Cinderella ini, seperti, Cinderella Man. Di film-film tersebut juga ikut diceritakan tentang seorang princes.
Masih mengkritisi kisah salah satu princes atau pangeran nan langsung jatuh cinta pada Cinderella. Mengapa tak diceritakan bagaimana sang pangeran mencari tahu kepribadian Cinderella terlebih dahulu atau mengapa Cinderella dengan entengnya langsung menerima pinangan sang pangeran tampan?
Apakah hanya sebab kecantikan dan ketampanan princes saja cinta lalu bersemi dengan mudahnya? Mengapa hanya dengan berpatokan dengan sebuah sepatu lalu keduanya sepakat menikah? Begitu banyak pertanyaan kritis nan dapat dibuat buat menganalisis kisah Cinderella ini.
Sebenarnya kisah Cinderella ini kalau tak dilihat dari berbagai sudut, dapat melemahkan mental wanita. Pertama, wanita menjadi tak percaya kalau dapat menyelamatkan dirinya sendiri tanpa harus menanti kedatangan salah satu princes atau pangeran tampan berkuda Maximus (nama kuda dalam film Rapunzel).
Wanita dapat terkena sindrom Cinderella nan berpasrah diri ketika tak dapat melakukan sesuatu dan akhirnya hanya berharap ada seorang princes charming yang akan menyelamatkannya. Padahal wanita itu makhluk nan luar biasa hebat daya juang dan daya bertahan mempertahankan dirinya. Wanita itu makhluk pilihan nan menjadi mediator kelahiran makhluk hebat ke muka bumi. Jadi wanita tidak harus berpasrah diri dan terlena oleh laki-laki nan tampan, kaya, dan bergelar pangeran.
Kehidupan Princes Zaman Kini
Princes merupakan sebutan buat anak-anak raja berjenis kelamin laki-laki. Mereka terlahir dari keluarga kerajaan. Pada zaman dahulu para pangeran ini akan menjadi incaran banyak gadis. Para gadis itu mengira bahwa menjadi istri pangeran itu niscaya mendatangkan kebahagiaan. Mereka tak menyadari bahwa menjadi istri seorang pangeran artinya mempunyai beban melayani masyarakat dan bekerja keras demi kemakmuran negara.
Banyak hal nan harus dilakukan oleh istri seorang pangeran atau princes. Apalagi kalau sang pangeran ternyata bahagia mempunyai istri banyak. Pangeran seperti ini berpikir bahwa asalkan semua kebutuhan lahir terpenuhi, urusan perasaan dan hati para istri atau selirnya bukanlah urusan nan penting. Wanita berdikari dan tahu tujuan hayati mungkin tak akan mau dipersunting oleh pangeran seperti ini.
Princes itu memang menjadi sorotan masyarakat walaupun pada zaman sekarang keberadaan mereka tak terlalu memberikan pengaruh nan begitu dahsyat seperti pada masa zaman keemasan kerajaan. Pernikahan Prince William dan Kate Middleton telah membangkitkan sisi romantisme zaman kerajaan. Keagungan, kemewahan, kemeriahan pernikahan nan disiarkan di seluruh global itu seolah menjadi tontonan nan paling ditunggu.
Sekarang memang masih ada banyak princes atau pangeran dari negara-negara Eropa dan Saudi Arabia, tapi terkadang nan menjadi sorotan ialah gaya hayati para pangeran tersebut nan kurang baik. Misalnya, seorang pangeran dari Monako dibawa ke rumah sakit setelah berkelahi di sebuah bar.
Para pangeran saudi Arabia nan mengadakan pesta mewah di rumah mereka nan juga mewah. Seolah warta seperti itulah nan paling ditunggu oleh banyak orang. Seharusnya princes atau para pangeran tersebut menyadari gelar nan mereka pakaian dan menjaga kehormatan keluarga mereka.
Mungkin saja mereka mengatakan bahwa mereka tak memilih menjadi seorang pangeran. Tapi tak ada satupun orang nan dapat memilih orangtuanya. Jadi keadaan tersebut diterima saja dan jadikan sebagai batu loncatan buat berbuat lebih baik daripada orang lain. Para princes atau pangeran dari Inggris, seperti Pangeran Charles, Pangeran Harry, dan tentu saja Pangeran William, kini mulai mengubah gambaran mereka.
Princes Sebagai Laki-laki Biasa
Ada cerita princes mencari cinta dengan cara menyamar menjadi orang biasa. Cerita seperti ini juga terjadi pada kehidupan nyata. Hanya saja tak semua orang tahu. Tapi salah satu kisah princes nan cukup terkenal memang kisah Pangeran William dan Kate Middleton nan berawal dari pertemanan. Niscaya bunga-bunga cinta bersemi begitu latif di awal rendezvous mereka. Tapi ketika interaksi itu semakin intensif dan serius, onak, duri, kerikil tajam, pastilah menghalangi jalan mereka.
Ketika masyarakat hanya melihat seremoni pernikahan princes nan tampan dan wanita nan luar biasa, mungkin tak ada nan tahu bahwa air mata dan kerja keras mengiringi langkah mereka mempertahankan tali cinta nan telah mereka rajut berdua.
Bahwa tak mudah menjadi istri seorang pangeran atau princes nan masih dibebani denagn berbagai kewajiban seperti Pangeran William. Kate Middleton harus mampu menghalau impian bahwa kehidupan seorang anggota kerajaan itu niscaya latif dan membahagiakan.
Tidak ada kebahagiaan bila nan bersangkutan tak mencari dan menciptakan kebahagiaannya sendiri. Mau bagaimanapun orang berusaha membahagiakan seseorang tapi kalau orang nan ingin dibuatnya senang tak membiarkan dirinya bahagia, maka emas permata menjadi percuma. Begitupun dengan kehidupan para princes. Belum tentu mereka mampu membahagiakan diri mereka sendiri dengan apa nan mereka miliki.
Keindahan lingkungan istana belum tentu mampu membuat para princes berbahagia. Bukankah berbahagia itu didapatkan dari cara memandang apa nan dimiliki dan bukan cara dan gaya memiliki sesuatu. Seandainya saja terjalin komunikasi nan bagus di antara mereka, tentunya cara pandang mereka terhadap apa nan mereka miliki akan berbeda. Rasa syukur nan mendalam terhadap segala hal ialah kunci pembuka kebahagiaan terhadap apa nan dimiliki.
Apa nan terjadi ialah sebuah pelajaran hayati bahwa princes atau para pangeran itu ialah manusia biasa nan terlahir dengan menyandang posisi sebagai anak raja. Selebihnya ia hanya manusia, hamba Tuhan nan terlahir dari rahim seseorang.
Princes memang istimewa. Hal nan membuat para princes di global istimewa rata-rata merupakan warisan. Leluhurnya lah nan telah membangun kesan "mahal" pada gelar nan disandangnya. Mereka hanya meneruskan. Mereka tak memimpin perang, mereka tak berdarah-darah buat membela rakyatnya. Lalu, apa nan dapat dibanggakan dari seorang princes nan hayati di zaman sekarang?