Silsilah atau Tarombo
Suatu hari, aku berkunjung ke rumah sahabat saya, nan orang Batak. Ia masih dianggap tetua adat Batak, meskipun usianya masih sangat muda. Ia mengajak aku buat melihat upacara adat Batak nan ia lakukan dalam menyembuhkan penyakit. Sambil menunggu tamu nan akan datang, kami menikmati sajian kopi hangat dan pisang goreng nan nikmat.
Ceritanya, tentang seluk beluk Batak pun mulai mengalir dengan lancar. Ia menceritakan bahwa bangsa Batak dimulai dari induk marganya, yaitu dari Si Raja Batak nan diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak ini mempunyai dua orang anak laki-laki, yaitu Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.
Si Guru Tatea Bulan mempunyai lima orang anak, yakni Raja Uti atau Raja Biakbiak, lalu Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja. Si Raja Isumbaon mempunyai tiga orang anak, yakni Tuan Sorimangaraja kemudian Si Raja Asiasi, dan si bungsu Sangkar Somalidang. Dari jalur trah keturunan (pinompar) mereka ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru daerah di Tapanuli.
Ada nan ke utara, ada pula nan ke selatan sehingga lahirlah berbagai macam marga Batak. Dan, semua marga-marga ini bisa dilihat sebagai jalur kedudukan dari Si Raja Batak.
Batak itu apa sih ? Nah, ini juga perlu dijelaskan terlebih dahulu. Batak adalah nama suatu suku bangsa di Indonesia. Suku Batak ini kebanyakan tinggal di Sumatra Utara. Orang Batak ada nan beragama Kristen dan ada pula nan beragama Islam.
Ada juga nan menganut suatu agama Malim (para pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim), dan juga penganut kepercayaan animisme dinamisme nan disebut Pelebegu atau Parbegu. Tiap agama mempunyai anggaran dalam upacara adat Batak ala mereka masing-masing.
Adapun Suku Batak sendiri, terdiri atas beberapa subsuku nan berdiam di wilayah Sumatra Utara, khususnya di Tapanuli. Subsuku Batak itu adalah Suku Batak Samosir, Suku Batak Silindung, Suku Batak Toba, dan Suku Batak Humbang.
Ada pula suku lain nan dinyatakan masuk dalam suku bangsa Batak. Suku itu ialah Suku Karo di Kabupaten Karo, Mandailing di Natal, Suku Angkola di Tapanuli Selatan, Padang Lawas (Padang Bolak) di Padang Lawas, Pakpak di Dairi, Pakpak Bharat, dan Simalungun di Kabupaten Simalungun.
Daerah Loka Tinggal
Dari pengalaman sejarah, tata pemerintahan Republik Indonesia mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda. Dalam pola pemerintahan tersebut, setiap subsuku berdiam dalam satu wilayah nan disebut kedemangan. Istilah ini kemudian diubah menjadi kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Subsuku Batak Toba bermukim di Kabupaten Tobasa nan wilayahnya meliputi Balige, Laguboti, Porsea, Ajibata (berbatasan dengan Parapat), dan Nahumaliangna. Subsuku Batak Samosir bermukim di Kabupaten Samosir dengan wilayahnya meliputi Tele, Baneara, dan Pulau Samosir Nahumaliangna.
Subsuku Batak Humbang bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara bagian utara nan wilayahnya meliputi Dolok Sanggul, Siborongborong, Lintongnihuta, serta Parlilitan Nahumaliangna.
Untuk subsuku Batak Silindung berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara nan wilayahnya meliputi Tarutung, Sipoholon, Pahae Nahumaliangna. Suku Batak pun kini telah mulai banyak merantau ke seluruh daerah Indonesia bahkan ke luar negeri.
Kepercayaan dan Upacara Adat Batak
Mayoritas masyarakat Batak menganut agama Kristen Protestan nan disiarkan oleh para misionaris dari Jerman. Para misionaris ini diberi nama Nomensen pada tahun 1863. Loka ibadah gereja nan pertama berdiri ialah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Huta Dame, Tarutung. Saat ini, gereja HKBP ada di seluruh Indonesia. Jemaatnya mayoritas ialah Suku Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).
Suku Batak ini sebelum menganut agama Kristen Protestan, telah mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon nan memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Berkaitan dengan jiwa dan ruh, Suku Batak mengenal adanya tiga prinsip, yaitu sebagai berikut.
Konsep Tondi
Tondi ialah sebutan buat jiwa atau ruh seseorang nan merupakan sumber kekuatan. Sebab saat itulah, Tondi memberi jiwanya kepada manusia. Tondi didapatkan sejak seseorang di dalam kandungan. Apabila Tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan berkurang kesehatannya, sakit, dan bahkan meninggal. Itulah maka diadakanlah upacara adat Batak mangalap (menjemput) Tondi dari Sombaon nan menawannya.
Konsep Sahala
Sahala ialah sebutan buat jiwa atau ruh kekuatan nan ada pada diri seseorang. Semua orang tercatat memiliki Tondi, tetapi tak semua orang mempunyai keyakinan Sahala. Sahala merupakan proses rahasia. Ia berupa kesaktian nan dimiliki para raja atau hula-hula. Untuk global Waliyullah, hal ini dapat disebut karomah-keramat atau mukjizat.
Konsep Begu
Begu ialah istilah buat Tondi orang nan telah meninggal. Tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam hari.
Beberapa Begu nan ditakuti yaitu Sombaon. Sombaon ini ialah Begu nan bertempat tinggal di sekitar pegunungan atau di hutan rimba nan gelap dan mengerikan. Kemudian, Solobean, yakni Begu nan dianggap penguasa pada suatu tempat-tempat tertentu.
Lalu, Silan, yakni Begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung dari suatu marga. Selanjutnya, Begu Ganjang, yaitu begu nan sangat ditakuti. Begu ini bisa mematikan atau membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.
Ada beberapa upacara adat Batak nan dapat kita tengok keunikannya, yaitu sebagai berikut.
- Upacara adat mangirdak, yaitu upacara adat memperingati seorang ibu nan hamil tujuh bulanan.
- Upacara adat mangharoan, yaitu upacara buat memperingati bayi nan baru lahir berusia 2 minggu berada dalam lingkungan keluarga.
- Upacara adat martutu aek, yaitu upacara pemberian nama kepada jabang bayi nan baru lahir. Dalam era saat ini, upacara ini sudah sporadis sekali dilakukan.
- Upacara adat marhajabuan, yaitu upacara pernikahan dengan ala adat Batak Toba.
- Upacara adat manulangi, yaitu upacara menyuapi orang tua dengan jenis makanan nan disukainya.
- Upacara adat hamatean, yaitu upacara adat kematian, berlaku di daerah Toba.
- Upacara adat mangongkal holi, yaitu upacara adat nan dilakukan buat membongkar tulang belulang orang nan sudah meninggal dan kemudian dipindahkan ke tugu.
Demikianlah religi dan kepercayaan Suku Batak nan terdapat dalam upacara adat Batak. Orang Batak tetap setia pada budayanya. Walaupun sudah menganut agama Nasrani, dan menempuh pendidikan tinggi, Tapi orang Batak belum mau meninggalkan religi-kepercayaan mereka nan sudah tersimpan di dalam hati sanubarinya.
Contohnya ada mitos di Tarutung tentang ular dengan Boru Hutabarat bahwa Boru Hutabarat tak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa perempuan tersebut tak akan lama. Itulah mitos nan ada di loka tersebut.
Silsilah atau Tarombo
Silsilah atau Tarombo merupakan hal nan sangat krusial bagi orang Batak. Mereka nan tak mengetahui jalur silsilahnya dapat dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu).
Orang Batak, khususnya kaum lelaki diwajibkan mengetahui jalur silsilahnya, minimal nenek moyangnya nan menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini sangat diperlukan buat mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu marga.
Filosofi Orang Batak
Suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Natolu Paopat Sihal, artinya somba marhulahula (menghormati pihak keluarga ibu/istri), elek marboru (bersikap ramah pada keluarga saudara perempuan), dan manat mardongan tubu (menjalin kekompakan dalam interaksi satu marga).
Adapula nan disebut Sihal yaitu dame martetangga jala ringkot mar ale ale (menjalin kekompakan dalam kehidupan sehari-hari). Filosofi dasar ini harus dipegang teguh dan hingga saat ini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak (Samosir, Silindung, Humbang, Toba).
Bahasa Suku Batak
Bahasa Batak merupakan nama sebuah rumpun bahasa nan berkerabat dan dituturkan di Sumatra bagian utara. Untuk bahasa sendiri, bahasa Batak dapat dibagi menjadi dalam kelompok bahasa Alas, bahasa Batak Utara, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Batak Selatan, bahasa Angkola atau Mandailing, bahasa Pakpak Dairi, dan bahasa Toba.
Suku Batak pada Era Modern
Dalam sejarah, Batak modern banyak dipengaruhi oleh dua agama, yakni Islam dan Kristen. Islam kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri. Koordinasinya melalui aktivitas dakwah nan dilakukan para da'i dari negeri Minangkabau.
Perluasan penyebaran agama Islam pernah memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatra Barat. Islam lebih banyak berkembang di kalangan Mandailing, Padang Lawas, dan Angkola.
Agama Kristen mulai berpengaruh di kalangan Angkola dan Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) setelah beberapa kali misi Kristen nan dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris nan paling dikenal sukses ialah I.L. Nommensen. Ia melanjutkan tugas seniornya dalam menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli.
Masyarakat Batak waktu itu nan berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi ilmu baca tulis, bertukang buat kaum pria, dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan ini kemudian sangat berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli.
Misionaris Nommensen dan penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit nan ada saat ini, RSU Tarutung dan RS HKBP Balige. Gedung ini sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Perkembangan Suku Batak dan upacara adatnya ternyata tetap berjalan dengan baik, meski sudah memasuki modernitas. Masyarakat Batak tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya kepada leluhur. Ini ialah bentuk kekayaan ragam budaya di Indonesia nan semakin memperkaya khasanah budaya nusantara.