Peristiwa Tsunami di Aceh dan Surat Al-Fath

Peristiwa Tsunami di Aceh dan Surat Al-Fath

Guncangan sebesar 8,5 skala richter itu mengguncang dunia. Samudera Hindia lah loka guncangan itu berpusat. Dan wilayah nan paling dekat dengan guncangan itu ialah NAD, Nanggroe Aceh Darussalam. Tahun 2004 pada tanggal 26 Desember guncangan ini mengguyur Aceh dengan air mata.

Gempa dahsyat 8,5 skala richter bukan saja meluluhlantakkan bangunan tetapi juga membangunkan air bahari nan tertidur pulas. Ya, peristiwa tsunami di Aceh pun seolah membuka mata seluruh dunia.

Tsunami ialah bala alam nan sporadis terjadi di permukaan bumi khususnya bumi nusantara ini. Warta tentang tsunami lebih sering menghiasi daerah-daerah kepulauan nan rawan gempa seperti Jepang. Maka peristiwa tsunami di Aceh mengagetkan semua orang hampir di seluruh dunia.



Mengenang Peristiwa Tsunami Di Aceh

Selama kurun 40 tahun, gempa tsunami di Aceh ialah gempa nan paling dahsyat. Bahkan dampaknya juga menyerang bagian Negara Thailand, Pantai semenanjung barat Malaysia, Srilanka bahkan sampai ke bagian timur pantai Afrika. ini mengakibatkan hampir 230 ribu orang tewas dari berbagai Negara. Tetapi tentu saja korban paling banyak terdapat di Aceh.

Peristiwa tsunami di Aceh nan menguras air mata dan kesedihan rakyat Aceh memukul semua rakyat Indonesia dan mengetuk hati para penduduk dunia. Alhasil banyak sekali bencana donasi nan datang dari berbagai belahan bumi namun penanganan manajemen pemberian donasi ini tak professional. Sehingga membuat suasana bala menjadi kisruh dan kacau.

Bahkan sampai ada orang-orang dursila nan memanfaatkan situasi tidak terkendali. Seperti penculikan anak-anak kecil nan kehilangan orang tua sampai pencurian harta benda. Sulitnya medan nan ditempuh pasca peristiwa tsunami di Aceh juga menyebabkan banyak bencana donasi tersendat dan tak cepat sampai ke loka pengungsian.

Yang lebih miris ialah banyak artis-artis nan datang dan sekedar pamer memberikan donasi nan tentu saja mengundang kehebohan. Sehingga situasi menjadi tambah rumit dan menghambat kinerja para relawan. Pasca peristiwa tsunami di Aceh, pemandangan latif Nanggroe Aceh Darussalam tidak lagi terlihat. Yang ada hanyalah puing-puing bangunan nan berserakan dan ribuan mayat bergelimpangan nan mengundang bau tidak sedap.

Karena begitu banyaknya korban jiwa maka penguburan pun dilakukan secara missal di sebuah lapangan nan luas. Setiap tahun, setiap tanggal 26 Desember, Gubernur Aceh menginstruksikan kepada setiap warga Aceh buat mengibarkan bendera merah putih setengah tiang. Untuk mengenang peristiwa tsunami di Aceh.

Kenangan lain nan selalu lekang buat terus mengingat peristiwa tsunami di Aceh ialah buku. Pasca bencana, para sastrawan dan penulis tergerak hatinya buat membuat buku-buku antologi cerpen dan puisi nan kemudian hasil penjualannya didedikasikan sepenuhnya buat korban bala alam.

Tentu saja, dengan dibuatnya karya sastra nan menceritakan tentang peristiwa tsunami di aceh akan lebih membuat kita sadar tentang hakikat alam. Bahwasanya alam di bumi ini sudah tua dan renta nan setiap saat dapat memuntahkan bencana. Manusia hanyalah makhluk lemah. Seyogyanya setiap bala menjadikan kita lebih mawas dan bijak dalam menjalani kehidupan. Menyadarkan kita buat tak sombong, sombong dan senantiasa menebar afeksi kepada sesama.



Pelajaran dari Tsunami di Aceh

Mestinya, peristiwa tsunami di Aceh benar-benar menjadi pelajaran. Pelajaran nan bukan hanya membicarakan tentang peristiwanya, tapi juga hal-hal lain nan muncul. Seperti nan diuraikan di atas, pasca peristiwa tsunami di Aceh ada aneka bentuk kriminal juga nan terjadi.

Kasus penculikan anak. Ini ialah tindakan kriminal nan sungguh sangat layak dicela. Mestinya mampu menjadi orang tua terhadap anak-anak nan kehilangan orang tua ternyata malah sebaliknya. Kesedihan kehilangan orang tua nan dirasakan anak-anak tersebut akan semakin bertambah setelah mereka tahu diperjualbelikan.

Kisah kriminalitas terhadap penculikan anak sejatinya senada dengan sempatnya santer warta terjadinya pemurtadan nan dilakukan para missionaris. Apakah kabar tersebut sahih atau tidak, namun layak menjadi pelajaran bersama. Bahwa musibah nan menimpa Aceh ialah musibah bersama.

Menyelamatkan mereka nan ditimpa musibah ialah nan paling primer di antara segala. Hendaknya kita menghilangkan misi-misi nan tak baik, baik misi perdagangan maupun misi pemurtadan warga nan ditimpa musibah. Apa pun nan terjadi di Aceh ialah masalah bersama. Karena itu, mari dilepaskan segala hal nan berhubungan dengan atribut partai, agama, organisasi dan lain-lain.

Janganlah para politisi dan seniman membuat sensasi dengan sibuk-sibuk datang ke Aceh buat menunjukkan betapa mereka memiliki sifat sukarela. Mereka menunjukkan berapa besarnya sumbangan nan mereka berikan. Mestinya semua itu harus diminimalisir. Jika menyumbang, lakukan saja melalui para relawan nan memang bertugas di sana, tanpa harus mereka hadir ke sana. Pasalnya, dipastikan bakal menganggu.



Peristiwa Tsunami di Aceh dan Surat Al-Fath

Tak banyak orang nan memahami bahwa pristiwa tsunami di Aceh ialah rezeki. Namun sejatinya memang demikian. Aceh dulunya menjadi loka nan sporadis dikunjungi wisatawan, namun pasca tsunami semuanya berubah. Hampir setiap bulannya selalu ada nan datang dan mengunjungi Aceh. Baik ini semata-mata liburan atau mau melihat meseum dan bukti-bukti tsunami di Aceh.

Sungguh, jika melihatnya dari sisi manusia, peristiwa Tsunami bagaikan kesedihan nan tidak pernah terlupakan. Namun dari sisi agama, di sinilah Tuhan mengajarkan kepada manusia cara Tuhan membuka kehidupan baru manusia. Bukankah sudah sering kita membaca firman Allah Swt, "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan". (QS, Al-Insyirah: 5)

Coba perhatikan kehidupan Aceh sebelum dan sesudah tsunami! Hampir semua orang bakal menyatakan bahwa ke Aceh sekarang lebih mudah. Bahwa Aceh sekarang lebih baik dahulu dan sebagainya. Semua itu, ialah cara Allah membuka kehidupan baru di Aceh.

Oleh sebab itu, setelah terjadinya peristiwa tsunami di Aceh, ialah baik bila dipahami dengan mengkombinasikan kehidupan Aceh sekarang dengan surat al-Fatah ayat 1-3. Meski dari sisi karena turunnya ayat tersebut tidak selaras dengan peristiwa tsunami, tapi cobalah memahami ayat tersebut dengan pesan nan ditulis Ibnu 'Athaillah di dalam kitab hikam. Ada tiga cara dalam memahami al-qur'an agar benar-benar menjadi petunjuk.

  1. Ka annaka tasma'uhu min Rasulullah (seakan-akan kamu mendengarkannya secara langsung dari Rasulullah, seperti nabi membacakannya kepada para sahabatnya)
  2. Ka annaka tasma'uhu min jibril (seakan-akan kamu mendengarkannya secara langsung dari Jibril, seperti saat malaikat Jibril as membacakannya kepada Rasulullah Saw.)
  3. Ka annaka tasma'uhu minal mutakallimi bihi (Seakan-akan kamu mendengarkannya secara langsung dari Allah Swt.)

Hemat penulis, cobalah sobat Ahira memahami peristiwa tsunami di Aceh dengan merasa bahwa Allah sedang berbicara kepada Anda melalui surat al-Fath ayat 1-3. Allah Swt, "Sesungguhnya kami telah membuka kepadamu pembuka nan nyata. Untuk mengampuni dosa-dosamu nan telah lalu dan nan akan datang, menyempurnakan nikmat-Nya nan diberikan kepadamu dan menunjukkan jalan nan lurus kepadamu. Dan Allah menjadi penolong nan kuat bagimu."

Apa nan dapat sobat Ahira pahami dari ayat di atas? Sejatinya, dengan kehadiran tsunami di Aceh, Allah memberikan empat pembuka kepada manusia.

  1. Pembuka pintu pengampunan Allah

Dengan adanya Tsunami, kita menjadi sadar bahwa Allah sedang mengingatkan bahwa ada nan memiliki global ini. Karena itu, jangan seenaknya hayati di dunia. Ikuti anggaran nan sudah ditetapkan pemilik global ini, yaitu Tuhan.

Dengan menyadari bahwa Allah nan 'menghadirkan' Tsunami bagi kita, maka kita pun akan berhati-hati dalam menapaki perjalanan di muka bumi. Dengan adanya penyesalan dan memohon keampunan atas dosa-dosa nan dilakukan hingga hadirnya tsunami memberikan imbas bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosamu nan akan datang. Pasalnya, kita juga menjaga diri buat tak melakukan kejahatan demi kejahatan.

Tak ada orang nan ingin mendapatkan musibah atau kesulitan. Musibah dan kesulitan itu terjadi sebab tingkah laku manusia jauh dari apa nan sudah ditentukan Tuhan. Sehingga kehadiran tsunami mengingatkan, apakah sahih tingkah laku kita melenceng dari apa nan ditetapkan Tuhan? Apa pun jawabannya, jadikan tsunami nan terjadi di Aceh pembuka buat mendapatkan keampunan Allah.

  1. Pembuka Mendapatkan Nikmat

Ketika terjadi Tsunami banyak orang mengeluh dan merasa begitu sedih, namun sejatinya semua itu ialah karunia Allah. Allah sedang mengatur alur buat mendatangkan nikmat baru buat manusia. Jujur, sebelum terjadinya tsunami di Aceh sangat sporadis wisatawan mengunjungi Aceh. Bahkan, banyak nan takut buat mengunjungi Aceh.

Keengganan wisatawan datang membuat pendapatan provinsi Aceh berkurang. Coba bandingkan dengan sekarang. Dari rakyat hingga pejabat di Aceh mendapatkan kenikmatan nan jauh lebih baik dari sebelum datangnya tsunami. Inilah Tuhan mengajarkan skenario pemberian nikmat atau rezeki.

  1. Pembuka Jalan nan Lurus

Setelah mendapatkan nikmat, Tuhan juga bukakan jalan nan lurus untuk manusia. Jalan lurus tersebut dapat menjaga diri dan tingkah laku agar berperilaku seperti apa nan diajarkan Agama. Jalan lurus juga dapat ditunjukkannya dengan mudahnya membuka jalur usaha.

Jika dulu susah mencari rezeki, kini Tuhan bukakan jalannya dengan berwirausaha. Banyak nan menjadi pengusaha pasca tsunami di Aceh. Sungguh, tsunami menjadi peluang jalan buat membuka usaha baru buat kehidupan di masa akan datang.

  1. Pembuka buat Mendapatkan Pertolongan Tuhan

Bila sudah memahami bahwa tsunami menjadi pembuka mendapatkan pengampunan Tuhan, pembuka rezeki atau nikmat, pembuka petunjuk, kini makin jelas bahwa tsunami juga mengajarkan bahwa ia menjadi pembuka buat senantiasa mememohon pertolongan Tuhan.

Pasalnya, tanpa ada Tuhan tidak akan mungkin kehidupan nan dijalani saat ini begitu latif dan bahagia. Meski kebahagiaan nan diinginkan belum terwujud, namun nan dijalani saat ini sudah menunjukkan kebahagiaan. Pasalnya jauh lebih baik.

Lihat Aceh pasca tsunami. Berkat pertolongan Tuhan, setiap bulannya Aceh tidak pernah sepi dari kunjungan wisatawan. Pertolongan Tuhan menjadi pembuka kehadiran wisatan.

Inilah sekilas cerita peristiwa tsunami di Aceh dan mengambil pelajaran krusial darinya. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat buat sobat Ahira.